Beberapa subjek perubahan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang belum diatur secara rinci di Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja akan diatur dalam peraturan pemerintah, kata Sekretaris Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Adriani.
"Di undang-undang makronya saja yang kita atur. Detailnya tetap ada di peraturan pelaksanaannya nanti. Belum menggambarkan, hanya garis besarnya. Seperti waktu kerja, nanti kita akan buat aturan detailnya," kata Sesditjen PHI dan Jamsos itu ketika ditemui usai diskusi dengan anggota perempuan serikat buruh di Jakarta Selatan, Jumat.
Dia mengambil contoh tentang penghapusan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Jika RUU Cipta Kerja disahkan maka nanti akan ada PP yang akan mengatur soal batasan-batasan jenis pekerjaan apa saja yang dapat memiliki pekerja PKWT.
Menurut Adriani, alasan mengapa tidak ada peraturan detail di RUU Cipta Kerja adalah karena permasalahan ketenagakerjaan itu sanga dinamis dan terus mengalami perubahan.
Pemerintah mengantisipasi dinamika yang akan muncul dalam sektor ketenagakerjaan yang terus mengalami perubahan di lapangan kerja setiap beberapa periode.
"Kalau undang-undang sangat sulit mengubahnya. Sementara pola kerja ini, apalagi dengan perubahan teknologi, sangat cepat berubah. Sehingga yg detail-detail sangat teknis itu kita atur dalam PP. Supaya nanti ketika terjadi perubahan pola kerja di lapangan dan perubahan pola kerja ini kan wajib kita lindungi juga," kata dia.
Tidak menaruh secara rinci soal berbagai peraturan baru di RUU Cipta Kerja, kata dia, dilakukan agar pemerintah bisa menyesuaikan peraturan dengan pola kerja di lapangan yang terus berkembang dan berubah.
Pengaturan secara rinci dalam PP dilakukan agar berbagai prosedur bisa disesuaikan dengan kebutuhan perlindungan para pekerja Indonesia.
"Bukan berarti tidak diatur lagi. Perlindungan teknis itu tetap ada dalam PP dan Permen (peraturan menteri) nanti," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
"Di undang-undang makronya saja yang kita atur. Detailnya tetap ada di peraturan pelaksanaannya nanti. Belum menggambarkan, hanya garis besarnya. Seperti waktu kerja, nanti kita akan buat aturan detailnya," kata Sesditjen PHI dan Jamsos itu ketika ditemui usai diskusi dengan anggota perempuan serikat buruh di Jakarta Selatan, Jumat.
Dia mengambil contoh tentang penghapusan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Jika RUU Cipta Kerja disahkan maka nanti akan ada PP yang akan mengatur soal batasan-batasan jenis pekerjaan apa saja yang dapat memiliki pekerja PKWT.
Menurut Adriani, alasan mengapa tidak ada peraturan detail di RUU Cipta Kerja adalah karena permasalahan ketenagakerjaan itu sanga dinamis dan terus mengalami perubahan.
Pemerintah mengantisipasi dinamika yang akan muncul dalam sektor ketenagakerjaan yang terus mengalami perubahan di lapangan kerja setiap beberapa periode.
"Kalau undang-undang sangat sulit mengubahnya. Sementara pola kerja ini, apalagi dengan perubahan teknologi, sangat cepat berubah. Sehingga yg detail-detail sangat teknis itu kita atur dalam PP. Supaya nanti ketika terjadi perubahan pola kerja di lapangan dan perubahan pola kerja ini kan wajib kita lindungi juga," kata dia.
Tidak menaruh secara rinci soal berbagai peraturan baru di RUU Cipta Kerja, kata dia, dilakukan agar pemerintah bisa menyesuaikan peraturan dengan pola kerja di lapangan yang terus berkembang dan berubah.
Pengaturan secara rinci dalam PP dilakukan agar berbagai prosedur bisa disesuaikan dengan kebutuhan perlindungan para pekerja Indonesia.
"Bukan berarti tidak diatur lagi. Perlindungan teknis itu tetap ada dalam PP dan Permen (peraturan menteri) nanti," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020