Harga minyak anjlok sekitar delapan persen per barel pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), dipicu kekhawatiran baru tentang kehancuran permintaan ketika kasus baru Virus Corona meningkat secara global, sementara persediaan minyak mentah mencapai rekor di Amerika Serikat.
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, merosot 3,26 dolar AS atau 8,2 persen menjadi menetap pada 36,34 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Penurunan harga WTI tersebut menandai kerugian satu hari terbesar sejak 27 April dan penyelesaian itu merupakan yang terendah sejak 1 Juni, menurut Dow Jones Market Data.
Baca juga: Dolar dan yen menguat, dipicu aksi jual saham dan "outlook" suram Fed
Baca juga: Harga emas "rebound," naik 19,1 dolar di tengah aksi jual saham global
Kasus Virus Corona AS melampaui dua juta pada Rabu (10/6/2020), menurut penghitungan Reuters, dan infeksi baru meningkat sedikit setelah lima minggu penurunan.
Sementara sebagian besar negara bagian telah melonggarkan pembatasan pada pergerakan yang membelenggu permintaan, konsumsi bahan bakar tetap 20 persen di bawah tingkat tipikal, karena konsumen masih berhati-hati.
Federal Reserve (Fed) AS telah menyatakan keprihatinannya bahwa ini akan terus berlanjut, membatasi permintaan.
"Serangkaian kenaikan lokal (infeksi virus) dapat memiliki dampak merusak kepercayaan orang dalam bepergian, di restoran, hiburan," kata Ketua Fed Jerome Powell pada Rabu (10/6/2020).
Penurunan minyak menyebar ke kelas aset lainnya. Pasar ekuitas turun dengan Indeks S&P 500 jatuh sekitar empat persen, sementara obligasi pemerintah AS menguat.
Baca juga: AS batasi perjalanan dari Brazil karena kasus tinggi COVID-19
Minyak mentah berjangka telah naik dalam beberapa pekan terakhir karena penguncian yang diberlakukan pemerintah-pemerintah diperlonggar, mendorong optimisme bahwa permintaan bahan bakar akan pulih. Di beberapa bagian Asia dan Eropa, di mana penguncian lebih parah, permintaan telah pulih lebih tajam.
The Fed mengatakan pengangguran di AS akan mencapai 9,3 persen pada akhir tahun ini dan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk turun kembali, sementara suku bunga diperkirakan akan tetap mendekati nol setidaknya sampai tahun depan.
Jika permintaan tidak pulih, penyuling dan pengirim minyak AS akan menemukan diri mereka dengan kelebihan pasokan lebih lanjut. Persediaan minyak mentah AS naik secara tak terduga 5,7 juta barel pekan lalu ke rekor 538,1 juta barel, sebagian besar karena impor Gulf Coast dari Arab Saudi, data pemerintah menunjukkan pada Rabu (10/6/2020).
Baca juga: Saham Spanyol tumbang, Indeks IBEX 35 anjlok 385,90 poin
Baca juga: Saham Inggris jatuh lagi, Indeks FTSE 100 terpuruk 3,99 persen
Persediaan bensin AS juga meningkat lebih besar dari yang diperkirakan menjadi 258,7 juta barel. Persediaan sulingan, yang meliputi minyak diesel dan minyak pemanas, naik 1,6 juta barel, meskipun kenaikannya lebih kecil dari minggu-minggu sebelumnya.
"Kenyataannya adalah kita memiliki tingkat persediaan bahan bakar global yang berlimpah," kata Direktur Riset Pasar Tradition Energy, Gene McGillian. "Gambaran dasarnya masih memiliki faktor-faktor bearish yang membuat pasar menutup mata."
Beberapa negara OPEC+, termasuk Irak dan Nigeria, belum mematuhi pakta pengurangan pasokan oleh grup. Nigeria melampaui kuota untuk pengurangan produksi di bawah kesepakatan dengan sedikit kurang dari 100.000 barel per hari (bph) pada Mei, kepala Nigerian National Petroleum Corporation Mele Kyari mengatakan pada Rabu (10/6/2020).
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan produsen lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, membuat kesepakatan untuk memotong sekitar 10 persen dari pasokan global. Pakta itu diperpanjang hingga Juli selama akhir pekan.
Baca juga: Saham Jerman rontok 4 hari beruntun, Indeks DAX 30 anjlok 559,87 poin
Baca juga: Semua saham unggulan Prancis jatuh, Indeks CAC 40 menukik 4,71 persen
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020