Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut kerugian negara Rp330 miliar yang ditimbulkan dalam kasus korupsi di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dapat untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) 1,1 juta kepala keluarga (KK).
"Tentu kami bertanya kerugian negara kurang lebih Rp330 miliar itu pada masa pandemi (COVID-19) yang sekarang, dengan program bantuan sosial yang kurang lebih per-KK Rp600 ribu mulai April, Mei, dan Juni, sementara bulan Juli sampai Desember Rp300 ribu/KK," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, kata dia, kerugian negara Rp330 miliar itu jika dibagikan untuk bantuan sosial, akan menyelamatkan warga kurang lebih 1,1 juta KK.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) terkait dengan kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI periode 2007—2017.
Untuk diketahui, negara telah dirugikan sebesar Rp330 miliar atas korupsi di PTDI tersebut.
Pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.
Dalam setiap kegiatan, Firli mengungkapkan tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Firli.
Pada tahun 2008, kata dia, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itulah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya, pada tahun 2011 PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih Rp330 miliar terdiri atas permbayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 per dolar AS, nilainya Rp125 miliar," katanya menerangkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
"Tentu kami bertanya kerugian negara kurang lebih Rp330 miliar itu pada masa pandemi (COVID-19) yang sekarang, dengan program bantuan sosial yang kurang lebih per-KK Rp600 ribu mulai April, Mei, dan Juni, sementara bulan Juli sampai Desember Rp300 ribu/KK," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, kata dia, kerugian negara Rp330 miliar itu jika dibagikan untuk bantuan sosial, akan menyelamatkan warga kurang lebih 1,1 juta KK.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) terkait dengan kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI periode 2007—2017.
Untuk diketahui, negara telah dirugikan sebesar Rp330 miliar atas korupsi di PTDI tersebut.
Pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.
Dalam setiap kegiatan, Firli mengungkapkan tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.
"Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Firli.
Pada tahun 2008, kata dia, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itulah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya, pada tahun 2011 PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih Rp330 miliar terdiri atas permbayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 per dolar AS, nilainya Rp125 miliar," katanya menerangkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020