Miliaran manusia di dunia yang dicengkeram virus corona (COVID-19) seolah sedang meniti lorong-lorong kehidupan yang gelap.

Manusia seperti sedang merangkak-rangkak untuk menggapai sinar terang guna mengakhiri kegelapan. Jika dilihat dari awal munculnya virus ini di Kota Wuhan (China), maka sejatinya wabah sudah menguasai dunia sekitar setahun.

Protokol 3M (Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan) adalah standar dasar untuk mencegah penularan virus ini. Sebelum ada obat dan vaksin yang mujarab untuk virus ini, protokol itu adalah cara terbaik.

Vaksin adalah sasaran utama para ahli kesehatan di seluruh dunia. Maka menciptakan vaksin virus corona seperti sebuah perlombaan seluruh negara berpacu dengan kecepatan penyebaran wabah ini.

Baca juga: 18 pemalsu vaksin di Cina segera ditahan

"Siapa cepat dia dapat". Demikian kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perlombaan internasional untuk menemukan atau menciptakan vaksin.

Dalam beberapa hari terakhir lomba itu seperti menjelang akhir. Sejumlah perusahaan farmasi internasional sudah mampu menemukan dan membuat vaksin dalam skala besar.

Baca juga: Pengadilan Bekasi vonis 11 terdakwa vaksin palsu

Tujuan mereka bukan hanya pasar di dalam negeri, tetapi juga ekspor. Peluang untuk ekspor vaksin corona saat ini sangat besar karena masyarakat dunia sedang membutuhkannya.

Bahkan miliaran orang sedang menanti vaksin tersebut. Tentu miliaran dosis sedang dibutuhkan.

Berburu
Itulah sebabnya banyak negara sedang berburu dan telah memborong vaksin demi membebaskan negara dan rakyatnya dari belenggu virus corona. Bahkan membelinya dari duit utang sekalipun karena yang penting virus corona terkendalikan.

Kini penanganan wabah virus corona di dunia mengalami kemajuan menggembirakan dan patut dicatat sebagai lompatan sejarah penting dengan mulai adanya vaksin. Ini karena sebelumnya pada awal tahun 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi vaksin baru ada paling cepat 18 bulan, namun kini sudah ada yang memproduksi.

Pembuatan virus membutuhkan proses yang panjang. Serangkaian uji coba harus dilakukan, bahkan uji klinis pun harus tiga tahap dengan tahap 3 kepada manusia.
 
Margaret Keenan, 90, mendapat tepukan tangan dari staf saat kembali ke bangsalnya setelah menjadi orang pertama di Inggris yang menerima vaksin COVID-19 buatan Pfizer/BioNTech di Rumah Sakit Universitas, di awal program imunisasi terbesar dalam sejarah Inggris, di Coventry, Inggris, Selasa (8/12/2020). Inggris menjadi negara pertama di dunia yang memulai memvaksinasi warganya dengan vaksin buatan Pfizer/BioNTech. Jacob King/Pool via REUTERS /WSJ/djo (REUTERS/POOL)

Baca juga: MPR minta pemerintah percepat uji klinis vaksin COVID-19

Beberapa perusahaan multinasional mengklaim telah melewati fase uji klinis tahap 3. Sebagian lain masih tahap kedua dan ketiga.

Semua berpacu dengan kecepatan virus ini yang semakin menelan korban. Bahkan negara yang mengklaim telah mampu mengendalikan pun kadang masih menghadapi gelombang penularan baru.

Karena itu, sebuah lompatan pencapaian penting apabila baru sekitar setahun setelah virus ini muncul, vaksin sudah bisa ditemukan atau diciptakan. Dengan demikian, hadirnya vaksin diharapkan virus bisa dikendalikan.

Ini pertanda sinar mulai terlihat jelas untuk menerangi lorong-lorong gelap kehidupan. Pertanda bahwa kehidupan sedang menuju normal atau pulih.

Bertambah
Harus diakui bahwa sampai saat ini Indonesia masih menghadapi pagebluk ini dengan korban bertambah setiap hari. Kerja keras telah, sedang dan diyakini terus dilakukan untuk mengatasinya.

Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia pada Selasa (8/12) pukul 12.00 WIB tercatat bertambah 5.292 menjadi total 586.842 kasus.

Jumlah pasien yang sembuh dari COVID-19 pada 8 Desember 2020 bertambah 4.295 menjadi total 483.497 orang. Sedangkan jumlah pasien yang meninggal dunia karena penyakit itu bertambah 133 menjadi 18.000 orang.

Baca juga: Pemerintah prioritaskan 1,2 juta vaksin saat ini untuk tenaga medis

Kasus penularan COVID-19 menurut data Satuan Tugas masih terjadi di 33 provinsi. Hanya wilayah Provinsi Maluku yang tanpa kasus infeksi virus corona pada Selasa.

Dalam konteks pengendalian penyebaran virus inilah, Indonesia menyambut baik hadirnya vaksin. Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto pun telah menetapkan enam jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bagi masyarakat Indonesia.
 
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Minggu malam, 6 Desember 2020, langsung dibawa menuju Kantor Pusat Bio Farma di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat pada Senin dini hari, 7 Desember 2020. Dengan menggunakan tiga buah truk, rangkaian kendaraan pembawa vaksin yang turut dikawal secara ketat oleh aparat keamanan tiba di Bio Farma sekitar pukul 03.45 WIB setelah menempuh perjalanan darat selama kurang lebih tiga jam. ANTARA/BPMI Setpres/Muchlis Jr/pri.


Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.01.07/Menkes/9860/2020 pada 3 Desember 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.

Yakni vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech serta Sinovac Biotech Ltd

Keenam jenis vaksin tersebut merupakan vaksin yang masih dalam tahap pelaksanaan uji klinis tahap ketiga atau telah selesai uji klinis tahap ketiga.

Dalam perkembangan terkini, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 buatan perusahaan farmasi asal Tiongkok, Sinovac, tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Ahad (6/12) sekitar pukul 21.25 WIB. Jutaan dosis lsinya menyusul dalam beberapa pekan mendatang.

Waspada
Sekali lagi disampaikan bahwa kebutuhan vaksin saat ini dan mendatang untuk penduduk bumi mencapai miliaran dosis. Jumlah itu sangat banyak dan berkesinambungan.

Mengingat kebutuhan yang sangat tinggi dan mendesak, diharapkan harganya pun lebih terjangkau. Beberapa negara seperti Brasil menggratiskan kepada rakyatnya.

Untuk itulah kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengawal dan memastikan keamanan vaksin tersebut. Ini mengingat penanganan virus corona di Indonesia penuh dinamika dan dramatis.

Dinamika mewarnai masyarakat dalam menghadapi wabah ini. Dari harga bahan-bahan jamu seperti jahe, kencur, temulawak dan sebagainya yang melonjak hingga harga masker yang tiba-tiba berlipat-lipat.

Baca juga: BPOM akan kawal vaksin COVID-19 sejak kedatangan hingga ke masyarakat

Semula harga tes cepat (rapid test) pun di atas sejuta rupiah. Belum tarif untuk tes usap (swab rest). Setelah ada intervensi pemerintah, tarif tes cepat hanya Rp150 ribu.

Ada pula yang memanfaatkan peluang untuk mengeruk keuntungan dari bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak virus corona. Istilah "nyinyir" yang akhir ini mencuat di masyarakat; dari 3M hingga 17M.

Itulah pentingnya pengawasan ketat dari pemerintah terkait peredaran vaksin ini nantinya. Harga vaksin dan keasliannya harus benar-benar dikendalikan.

Palsu
Besarnya pangsa pasar tak tertutup kemungkinan dimanfaatkan pihak tertentu untuk menyediakan vaksin dengan beragam kualitas, harga dan merek. Mengingat harga dan kebutuhan tinggi, tidak tertutup kemungkinan pula akan munculnya vaksin kualitas sedang dan rendah di pasaran.

Ini karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat beragam.Tingkat pemahaman bidang kesehatan khususnya terkait obat dan vaksin juga perlu terus ditingkatkan.

Tidak percaya? Berita mengenai obat dan kosmetik palsu--bahkan produksi luar negeri--sering mencuat baik dari keberhasilan Kepolisian mengungkap kasus itu maupun pengungkapan oleh Bea Cukai dan razia BPOM.

Kasus peredaran obat dan kosmetik tanpa izin edar dari BPOM dan tanpa standar keamanan sering diungkap aparat. Ironisnya, ada saja yang beli.

Itu menunjukkan bahwa tingkat pemahaman sebagian masyarakat terkait bidang kesehatan perlu menjadi perhatian serius. Sebagian orang belum bisa membedakan antara obat dan multivitamin, bahkan kosmetik dikira obat.

Beberapa waktu lalu terungkap kasus pasangan muda yang tinggal di Kota Bekasi (Jawa Barat) memalsukan vaksin. Perbuatan itu cukup lama dilakoni dan sudah punya jaringan di berbagai rumah sakit.

Untuk meyakinkan bahwa vaksinnya asli, maka pengemasannya dibuat serapi mungkin dan menggunakan botol bekas vaksin asli. Dari kasus itu, ribuan bayi diduga telah divaksin dengan vaksin palsu.

Kasus itu menunjukkan bahwa manajemen rumah sakit, dokter dan paramedis pun bisa dikelabui. Ataukah justru ada yang bekerjasama?

Itu juga membuktikan bahwa pengawasan kualitas dan peredaran vaksin perlu menjadi perhatian serius. Untuk melibatkan warga dalam pengawasan vaksin bukan perkara mudah karena banyak yang percaya begitu saja dan dokter sering tidak menunjukkan kemasan atau botol vaksin yang diberikan.

Jangan terlena dan lengah dengan kata-kata yang menenangkan bahwa vaksin virus corona tidak mungkin dipalsukan. Kasus yang sudah ada membuktikan bahwa pemalsuan vaksin bisa dilakukan oleh industri skala rumah tangga dan produknya beredar di berbagai rumah sakit.

Pewarta: Sri Muryono

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020