Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menekankan perlunya pengembangan bisnis Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kondisi lokal guna menyerap lebih banyak tenaga kerja.
"Karena BUMDes terbukti sangat dibutuhkan untuk penyerapan tenaga kerja, PADes, bahkan kegiatan sosial," kata Mendes Halim atau yang akrab disapa Gus Menteri kepada ANTARA via WhatsApp, Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu dalam kunjungan kerjanya ke Maluku pada Jumat (29/1), untuk meninjau pengembangan BUMDes di desa-desa di provinsi tersebut.
Mendes Halim mengatakan pengembangan usaha BUMDes yang dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lokal di daerah tersebut penting untuk dilakukan karena strategi itu terbukti telah menyerap banyak tenaga kerja.
"Seperti usaha kelapa dan pangan di Maluku. BUMDes di daerah ini terbukti sangat dibutuhkan untuk penyerapan tenaga kerja, PADes (Pendapatan Asli Desa), bahkan kegiatan sosial," katanya.
Ia menyebutkan bahwa saat ini terdapat total 890 BUMDes di Provinsi Maluku, yang di antaranya 116 berada di Maluku Tengah, 190 di Maluku Tenggara, 45 di Kepulauan Tanimbar, 65 di Buru, 134 di Seram bagian timur, 68 di Seram bagian barat, 117 di Kepulauan Aru, 40 di Maluku barat daya, 62 di Buru selatan, 26 di Kota Ambon dan 27 di Kota Tual.
Sepanjang pandemi COVID-19 pada 2020, hanya 106 BUMDes yang aktif, dengan perolehan omzet pada 2020 mencapai Rp6,7 miliar dan keuntungan sebesar Rp973 juta.
BUMDes-BUMDes yang aktif tersebut masih mempekerjakan total sekitar 577 pekerja, dengan unit usaha terbanyak yang dikembangkan di sana adalah penyediaan bahan pangan sebanyak 7 BUMDes, simpan pinjam ada 6, toko modern ada 4, dan selebihnya adalah bisnis air minum, transportasi, unit pembantu bank di desa, kios pupuk dan sarana pertanian, wisata, toko, jasa pembayaran listrik dan penyewaan perkakas pesta.
Lebih lanjut Gus Menteri mengatakan bahwa saat ini baru ada sekitar 66 BUMDes yang dapat menjalankan bisnis secara digital. Padahal, digitalisasi BUMDes menurutnya sangat dibutuhkan sekali sebagai salah satu strategi bisnis penting di masa pandemi.
Untuk itu, mengingat adanya potensi yang sangat besar yang dimiliki tiap-tiap BUMDes di Maluku, Gus Menteri menilai beberapa strategi perlu diupayakan lebih keras lagi untuk dapat memajukan potensi unggulan desa, hingga perlunya inovasi dan kreasi dalam pengelolaan perpustakaan desa untuk peningkatan SDM.
Strategi-strategi yang perlu dilakukan adalah dengan menghidupkan usaha BUMDes sesuai dengan kondisi lokal tanpa mengesampingkan penerapan protokol kesehatan dalam upaya membiasakan diri dengan kehidupan baru selama masa pandemi.
Selain itu, digitalisasi BUMDes juga penting untuk dilakukan, terutama untuk menghubungkan BUMDes dengan start-up yang cocok untuk pengembangan masyarakat desa sekaligus pengembangan produknya.
Sementara itu, Kemendes PDTT juga berupaya memberikan dukungan stimulan permodalan, menghubungkan BUMDes-BUMDes dengan jaringan start-up, dan menghubungkannnya juga dengan jaringan pembinaan pengurus BUMDes sehingga pengembangan BUMDes di daerah itu bisa lebih baik lagi ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
"Karena BUMDes terbukti sangat dibutuhkan untuk penyerapan tenaga kerja, PADes, bahkan kegiatan sosial," kata Mendes Halim atau yang akrab disapa Gus Menteri kepada ANTARA via WhatsApp, Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu dalam kunjungan kerjanya ke Maluku pada Jumat (29/1), untuk meninjau pengembangan BUMDes di desa-desa di provinsi tersebut.
Mendes Halim mengatakan pengembangan usaha BUMDes yang dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lokal di daerah tersebut penting untuk dilakukan karena strategi itu terbukti telah menyerap banyak tenaga kerja.
"Seperti usaha kelapa dan pangan di Maluku. BUMDes di daerah ini terbukti sangat dibutuhkan untuk penyerapan tenaga kerja, PADes (Pendapatan Asli Desa), bahkan kegiatan sosial," katanya.
Ia menyebutkan bahwa saat ini terdapat total 890 BUMDes di Provinsi Maluku, yang di antaranya 116 berada di Maluku Tengah, 190 di Maluku Tenggara, 45 di Kepulauan Tanimbar, 65 di Buru, 134 di Seram bagian timur, 68 di Seram bagian barat, 117 di Kepulauan Aru, 40 di Maluku barat daya, 62 di Buru selatan, 26 di Kota Ambon dan 27 di Kota Tual.
Sepanjang pandemi COVID-19 pada 2020, hanya 106 BUMDes yang aktif, dengan perolehan omzet pada 2020 mencapai Rp6,7 miliar dan keuntungan sebesar Rp973 juta.
BUMDes-BUMDes yang aktif tersebut masih mempekerjakan total sekitar 577 pekerja, dengan unit usaha terbanyak yang dikembangkan di sana adalah penyediaan bahan pangan sebanyak 7 BUMDes, simpan pinjam ada 6, toko modern ada 4, dan selebihnya adalah bisnis air minum, transportasi, unit pembantu bank di desa, kios pupuk dan sarana pertanian, wisata, toko, jasa pembayaran listrik dan penyewaan perkakas pesta.
Lebih lanjut Gus Menteri mengatakan bahwa saat ini baru ada sekitar 66 BUMDes yang dapat menjalankan bisnis secara digital. Padahal, digitalisasi BUMDes menurutnya sangat dibutuhkan sekali sebagai salah satu strategi bisnis penting di masa pandemi.
Untuk itu, mengingat adanya potensi yang sangat besar yang dimiliki tiap-tiap BUMDes di Maluku, Gus Menteri menilai beberapa strategi perlu diupayakan lebih keras lagi untuk dapat memajukan potensi unggulan desa, hingga perlunya inovasi dan kreasi dalam pengelolaan perpustakaan desa untuk peningkatan SDM.
Strategi-strategi yang perlu dilakukan adalah dengan menghidupkan usaha BUMDes sesuai dengan kondisi lokal tanpa mengesampingkan penerapan protokol kesehatan dalam upaya membiasakan diri dengan kehidupan baru selama masa pandemi.
Selain itu, digitalisasi BUMDes juga penting untuk dilakukan, terutama untuk menghubungkan BUMDes dengan start-up yang cocok untuk pengembangan masyarakat desa sekaligus pengembangan produknya.
Sementara itu, Kemendes PDTT juga berupaya memberikan dukungan stimulan permodalan, menghubungkan BUMDes-BUMDes dengan jaringan start-up, dan menghubungkannnya juga dengan jaringan pembinaan pengurus BUMDes sehingga pengembangan BUMDes di daerah itu bisa lebih baik lagi ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021