PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Barat melalui anak usahanya PT Indonesia Power memanfaatkan sekam padi dan serbuk kayu untuk dijadikan sebagai alternatif sumber energi biomassa karena ketersediaannya relatif banyak di Pulau Lombok.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTB Lasiran, di Mataram, Minggu, mengatakan pengembangan energi biomassa merupakan salah satu komitmen PLN untuk mengurangi emisi dan juga meningkatkan peran energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya adalah dengan memperbanyak mekanisme co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Sebelumnya, kami telah menggunakan pelet yang berasal dari sampah. Mulai Desember 2020, pelet masuk dalam tahap komersil, dan ditambah dua sumber energi yang lain, yaitu sekam dan juga serbuk kayu," katanya.
Ia menyebutkan sekam padi merupakan lapisan paling luar dari padi atau sering disebut kulit padi. Sekam yang digunakan dalam proses co-firing di PLTU Jeranjang diambil dari salah satu pabrik penggilingan padi di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat.
Dari 50 ton beras yang digiling, akan mampu menghasilkan 20 ton sekam. Selama ini, sekam dimanfaatkan untuk membakar batu bata merah dan juga penghangat kandang ayam.
Untuk serbuk kayu, lanjut Lasiran, dihasilkan dari penggergajian kayu yang berada di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Serbuk kayu dikumpulkan dari beberapa lokasi, untuk selanjutnya dikirim ke PLTU Jeranjang setelah melalui tahap pengeringan terlebih dahulu. Sebelumnya, serbuk kayu tersebut digunakan untuk budi daya jamur tiram dan juga telah dikirim hingga ke Bali.
"Supaya dapat beroperasi optimal, satu unit PLTU dapat menggunakan tiga persen biomassa dari total kapasitas batu bara di tiap unitnya. Jadi, biomassa yang diperlukan adalah 15 ton per hari untuk satu unit PLTU," ujarnya.
Saat ini, kata dia, total energi biomassa yang digunakan mencapai 30 ton/hari dikarenakan terdapat dua unit PLTU yang beroperasi.
"Penggunaanya pun juga dapat dimanfaatkan secara bersamaan dalam proses co-firing, antara pelet, sekam dan serbuk kayu, selama tidak melebihi dari 15 ton/hari/unit," kata Lasiran.
Sebelumnya, PLN Unit Induk Wilayah NTB telah mengembangkan pembuatan pelet yang berasal dari sampah melalui kerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB pada Februari 2020.
Sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebun Kongok yang kemudian dengan melalui beberapa proses diubah menjadi pelet, yang juga digunakan dalam proses co-firing di PLTU Jeranjang.
"Biomassa adalah salah satu energi baru terbarukan yang diolah dalam bentuk limbah. Selain dampak positif terhadap lingkungan, hal itu juga akan sejalan dengan target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi pada tahun 2025," ucap Lasiran.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTB Lasiran, di Mataram, Minggu, mengatakan pengembangan energi biomassa merupakan salah satu komitmen PLN untuk mengurangi emisi dan juga meningkatkan peran energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya adalah dengan memperbanyak mekanisme co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Sebelumnya, kami telah menggunakan pelet yang berasal dari sampah. Mulai Desember 2020, pelet masuk dalam tahap komersil, dan ditambah dua sumber energi yang lain, yaitu sekam dan juga serbuk kayu," katanya.
Ia menyebutkan sekam padi merupakan lapisan paling luar dari padi atau sering disebut kulit padi. Sekam yang digunakan dalam proses co-firing di PLTU Jeranjang diambil dari salah satu pabrik penggilingan padi di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat.
Dari 50 ton beras yang digiling, akan mampu menghasilkan 20 ton sekam. Selama ini, sekam dimanfaatkan untuk membakar batu bata merah dan juga penghangat kandang ayam.
Untuk serbuk kayu, lanjut Lasiran, dihasilkan dari penggergajian kayu yang berada di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Serbuk kayu dikumpulkan dari beberapa lokasi, untuk selanjutnya dikirim ke PLTU Jeranjang setelah melalui tahap pengeringan terlebih dahulu. Sebelumnya, serbuk kayu tersebut digunakan untuk budi daya jamur tiram dan juga telah dikirim hingga ke Bali.
"Supaya dapat beroperasi optimal, satu unit PLTU dapat menggunakan tiga persen biomassa dari total kapasitas batu bara di tiap unitnya. Jadi, biomassa yang diperlukan adalah 15 ton per hari untuk satu unit PLTU," ujarnya.
Saat ini, kata dia, total energi biomassa yang digunakan mencapai 30 ton/hari dikarenakan terdapat dua unit PLTU yang beroperasi.
"Penggunaanya pun juga dapat dimanfaatkan secara bersamaan dalam proses co-firing, antara pelet, sekam dan serbuk kayu, selama tidak melebihi dari 15 ton/hari/unit," kata Lasiran.
Sebelumnya, PLN Unit Induk Wilayah NTB telah mengembangkan pembuatan pelet yang berasal dari sampah melalui kerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB pada Februari 2020.
Sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebun Kongok yang kemudian dengan melalui beberapa proses diubah menjadi pelet, yang juga digunakan dalam proses co-firing di PLTU Jeranjang.
"Biomassa adalah salah satu energi baru terbarukan yang diolah dalam bentuk limbah. Selain dampak positif terhadap lingkungan, hal itu juga akan sejalan dengan target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi pada tahun 2025," ucap Lasiran.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021