Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mendukung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendagri soal pencairan APBD.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur KPPOD Arman Suparman dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Senin, mengatakan Mendagri menerbitkan SE tersebut bersama Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Surat bernomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021 itu tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

Baca juga: La Nyalla menegaskan spirit kerja DPD sebagai advokat daerah

Menurut dia, belanja daerah sangat berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di tingkat akar rumput sehingga daerah yang dengan sengaja memperlambat serapan APBD harus mendapatkan sanksi tegas.

"Kami mengapresiasi SE Kemendagri dengan LKPP untuk menggenjot belanja daerah karena rendahnya serapan anggaran terkait proses pengadaan barang dan jasa," kata Arman.

Menurut dia, SE Kemendagri dengan LKPP mesti menjadi pendorong bagi seluruh pemerintah daerah untuk segera mengoptimalkan belanja APBD. Keinginan pemerintah pusat mendongkrak ekonomi harus menjadi perhatian dan diikuti pemangku kepentingan di daerah.

"Saya kira dengan surat edaran bersama ini, maka daerah dapat memperoleh kemudahan untuk belanja. Setelah mengapresiasi ini, yang perlu dilakukan Kemendagri bersama Kementerian Keuangan harus menerapkan insentif dan disinsentif berdasarkan persentase serapan anggaran," katanya.

Baca juga: Penyampaian SPPT PBB-P2 DKI tahun 2021 dilaksanakan secara elektronik

Ia mengatakan daerah dengan serapan rendah harus diberi sanksi berupa pemangkasan bantuan anggaran dari pusat. Sebaliknya, daerah yang berhasil menyerap seluruh APBD perlu diberi apresiasi berupa tambahan anggaran.

"Nanti Kemendagri dengan Kemenkeu bisa membuat surat edaran untuk sanksi yang penyerapannya rendah. Itu supaya ke depan daerah melaksanakan instruksi pusat. Pasalnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat bergantung pada serapan anggaran daerah," kata dia.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan rendahnya serapan anggaran daerah merupakan persoalan klasik yang sistematis yang diduga terdapat keuntungan dari aksi yang sudah berlangsung lama ini.

"Aksi ambil untung dengan cara memarkir anggaran di perbankan. Oleh karena itu tegakkan disiplin anggaran, pengawasan ditingkatkan dengan ketat," katanya.

Ketika daya serap anggaran rendah, kata dia, anggaran tahun berikutnya mesti dievaluasi. Kemendagri mesti berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk meningkatkan pengawasan belanja daerah.

Baca juga: Mendagri: Daerah lain bisa tiru Banyuwangi inovasi pelayanan publik

"Selain itu libatkan DPR, Komisi II untuk fungsi pengawasannya melalui Kemendagri," ucapnya.

Tito sebelumnya mengatakan percepatan realisasi anggaran daerah diharapkan dapat membuat uang lebih banyak beredar di tengah masyarakat, sehingga mendongkrak daya beli di tingkat rumah tangga meningkat. Peningkatan ini dinilai mampu mengerek pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Ia meminta agar kepala daerah dapat meningkatkan belanja modal pada triwulan kedua 2021. Sebab, jenis belanja ini dinilai dapat langsung berdampak kepada masyarakat dan triwulan kedua menjadi kunci pertumbuhan ekonomi secara nasional.

"Saya minta teman-teman kepala daerah, tolong lihat betul proporsi belanja modal," ujar Tito.

Tito mengingatkan agar belanja modal harus dilakukan melalui program padat karya sehingga banyak pihak yang menerima aliran dana tersebut, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, pengadaan barang dan jasa melalui UMKM harus memperhatikan kualitas dan harga barang.

Dorongan peningkatan belanja barang dan jasa berkaitan dengan arahan presiden yang menginginkan pada tahun 2021 menjadi momentum penanganan pandemi sekaligus memulihkan ekonomi secara lebih baik lagi.
 

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021