Saat ini banyak varian baru COVID-19 yang menyebabkan lonjakan pasien dalam beberapa minggu belakangan.

Dokter spesialis patologi klinik Wita Prominensa dari Primaya Hospital Pasar Kemis mengatakan WHO mengklasifikasikan varian COVID-19 sebagai Varian on concern (VOCs) dan Varian of interest (VOIs) dimana VOCs meliputi Varian Alpha (UK), Beta (Afrika Selatan), Gamma (Brazil), dan Delta (India). Sedangkan VOIs meliputi Varian Epsilon, Iota (USA), Zeta (Brazil), Theta (Philipina), Kappa (India).

Varian yang sedang menjadi perhatian saat ini adalah dua varian diketahui berasal dari India yakni: B.1.617.2. (Delta) dan B.1.617.1 (Kappa).

“Awalnya varian Alpha merupakan yang terbanyak 86 persen dengan fatality rate 1.9 persen, dilanjutkan Delta 12.9 persen, lalu Beta 0.4 persen dengan fatality rate 1.4 persen. Walaupun fatality rate Delta menetap 0.1 persen dalam 28 hari, namun pada kasus pelancong yang riwayat perjalanannya tidak terdeteksi ternyata lebih cepat menyebar yaitu sebesar 11.3 persen dibandingkan Kappa 10.8 persen dan Alpha 8 persen," katanya dikutip dari siaran resmi, Minggu.

Baca juga: Herbal untuk pasien COVID-19 gejala ringan dan yang perlu diperhatikan

Cara penularan

Varian baru COVID-19 terjadi sangat cepat karena telah bermutasi sehingga daya infeksiusnya meningkat. Lama kontaknya hanya 5-10 detik terutama Varian Delta dari India.

Cara penularannya bisa terjadi melalui tiga jalur, yakni inhalasi di mana droplet dan partikel aerosol yang terhirup mengandung virus (airborne), deposisi yakni melalui droplet dan partikel yang dikeluarkan melalui percikan seperti batuk, bersin, dan berbicara serta sentuhan melalui tangan yang terkontaminasi dari cairan respirasi yang dikeluarkan (ekshalasi).

Perbedaan varian

Perbedaan varian itu terletak pada lokasi mutasi asam amino dari virus COVID-19 dan berat ringan gejala klinis yang akan ditimbulkan, kata dokter spesialis patologi klinik Nafiandi.

“Daya infeksius virusnya juga akan bertambah serta usia orang yang akan terinfeksi akan berbeda karena ada kecenderungan menginfeksi golongan usia tertentu. Varian Alpha lebih banyak mengenai anak muda. Sedangkan, Varian Delta gejala klinisnya lebih berat dan cepat menularnya ke orang lain, sama dengan Varian Beta,” ujar dr. Nafiandi dari Primaya Hospital Bhakti Wara.

Baca juga: Hal-hal yang perlu dilakukan pasien COVID-19 selama isolasi mandiri

Jarak aman agar tidak tertular

Sebuah studi retrospektif mengemukakan bahwa salah satu transmisi airborne terjadi di dalam pesawat dengan jarak 7 bangku. Hal tersebut mengindikasikan penularan SarsCov-2 dapat terjadi lebih dari jarak 1 meter. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan jarak interaksi yang dapat meminimalisir transmisi adalah 6 feet (1.8 meter).

Dokter Nafiandi menekankan bahwa Varian Delta dengan daya penularan cukup tinggi bisa menular ketika berpapasan karena adanya aerosol pernapasan yang terakumulasi dari orang terinfeksi, terutama pada ruangan tertutup dengan ventilasi yang jelek sehingga menyebabkan virusnya akan tetap bertahan di udara.

Sementara dokter Wita mengatakan, SarsCov-2 akan mati saat terekspos ultraviolet pada siang hari dalam beberapa jam dan dapat bertahan lebih lama bila kelembapan rendah < 50 persen. Kontak jarak dekat dalam 1 meter saat bernapas maupun proses inokulasi (pemindahan media) berisiko untuk terjadinya transmisi virus melalui mulut, hidung, maupun mata,

Masyarakat juga perlu waspada bahwa penularan bisa terjadi melalui mata karena virus masuk bisa melalui udara atau tangan yang disentuhkan ke mata (menggosok mata). Bagian luar mata yang terdiri atas sel epitel kornea dan konjungtiva berkontak langsung dengan lingkungan luar sehingga dapat terkontaminasi melalui droplet dan aerosol dari individu yang terinfeksi virus Sars Cov-2.

Empat peranan yang menjadi perhatian dalam varian baru ini yakni transmisi virus, derajat keparahan, peluang re-infeksi, dan efektivitas vaksin. Kemampuan transmisi varian ini menjadi 20 persen lebih progresif menular lebih cepat.

“Median interval untuk transmisi/penularan varian Delta dan Alpha adalah 4 hari. Masa inkubasi SarsCov-2 (antara eksposur virus hingga terjadi gejala) rata – rata adalah 5 – 6 hari namun dapat juga selama 14 hari tergantung dari faktor tubuh merespon virulensi. Pemeriksaan RT-PCR dapat mendeteksi virus 1 – 3 hari sebelum gejala,” ujar dr. Wita.

Dia menambahkan, kelompok usia anak sangat rentan dengan varian baru dibandingkan dewasa. Hal tersebut terkait dengan mekanisme perlindungan kekebalan silang yang disebabkan coronavirus di mana yang awalnya kategori anak lebih terlindung justru menjadi kini menjadi kurang terlindung terhadap varian baru.

Masker yang tepat

Dokter Nafiandi menjelaskan, masih ada kemungkinan tertular COVID-19 walaupun menggunakan masker karena kemampuan masker tidak 100 persen memfiltrasi partikel. Sedangkan, face shield atau kaca mata juga masih memiliki celah atau rongga untuk virus masuk ke area mata.

Dia mengimbau masyarakat untuk memperhatikan cara penggunaan masker yang benar. “Seseorang sangat riskan terpapar COVID-19 jika jenis masker yang digunakan salah, cara memakai dan membuka masker salah, sering memegang masker waktu dipakai terutama bagian depan, serta tidak menjaga jarak karena tetap berisiko terinfeksi walaupun sudah memakai masker."

Masker harus menutupi hidung dan mulut, pastikan tangan bersih waktu memakai masker, jangan menyentuh masker yang digunakan, hindari menyentuh bagian depan masker ketika membuka masker dan buka masker dari belakang. Setelah membuka masker, cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer.

“Dianjurkan untuk menggunakan masker bedah di dalam dan masker kain di luar karena pemakaian seperti ini akan meningkatkan efektivitas filtrasi masker dan dapat memblokir 80 persen partikel,” kata dia.

Baca juga: Mengenal proning dan kegunaannya untuk pasien COVID-19

Dokter Wita menegaskan, penggunaan face shield maupun goggles sebagai pengganti masker tidak direkomendasikan.

"Perlu ditekankan bahwa face shield memiliki celah yang lebar sehingga tidak mampu memproteksi dari transmisi droplet maupun aerosol, sama halnya dengan goggles hanya diperuntukan untuk melindungi area mata buat pemakainya namun tidak efektif memproteksi area mulut dan hidung dari droplet," ujarnya.

Dia mengatakan masker medis dianjurkan berdasarkan standarisasi CDC’s NIOSH yang bertujuan untuk keseimbangan filtrasi tinggi, kemampuan bernapas secara adekuat dan optimal, serta resisten terhadap penetrasi cairan. Pemakaian masker ganda direkomendasikan CDC dengan tujuan agar menutupi area wajah lebih ketat sehingga mengurangi transmisi sebesar 85 - 95 persen. Masker kain sebagai lapisan luar sendiri dapat memberikan penambahan perlindungan sekitar 50 – 70 persen. Namun demikian, pada anak–anak sementara ini belum direkomendasikan masker ganda karena dapat membuat anak sulit bernapas.

Masker medis terbuat dari 3 lapisan dapat memfiltrasi droplet berukuran 3 μm serta mampu menyaring 80 – 85 persen partikel yang dihirup, sedangkan respirator seperti KN95/N95 mampu memfiltrasi 95 persen partikel dengan ukuran < 0.3 μm. Masker N95 atau respirator sejenis terbukti mampu menurunkan transmisi dibandingkan dengan 12-16 lapis masker kain.

WHO dan Kementerian Kesehatan menganjurkan masker ganda untuk antisipasi transmisi varian baru yaitu dengan cara memilih masker yang memiliki beberapa lapisan untuk mencegah droplet. Masker medis digunakan secara benar, harus menutupi area hidung hingga dagu tanpa celah di bagian kedua sisi wajah.
Bagian kawat di hidung diperketat untuk mencegah kebocoran transmisi.

Baca juga: Masyarakat dengan mobilitas tinggi diimbau tetap pakai masker di rumah

Masker medis dilapisi dengan masker kain katun. Masker medis dilapisi dengan mask fitter untuk mencegah kebocoran dari sisi samping.

Tidak dianjurkan bagi masyarakat untuk menggunakan masker kombinasi double disposable masks.

“Pemakaian masker bedah dobel dengan jenis yang sama tidak direkomendasikan karena tidak akan memberikan perlindungan yang lebih baik. Masker bedah masih memiliki area open face pada sisi samping dan berpotensi terjadi kebocoran” ujar dr Wita.

Masyarakat juga idak disarankan untuk menggunakan kombinasi KN95/N95 dengan masker lainnya. Jangan lupa untuk mengganti masker setiap empat jam atau kurang dari itu bila basah atau kotor.

Dia mengutarakan beberapa hal yang harus dilakukan agar terlindung dari varian baru COVID-19, yakni melindungi diri dengan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, menghindari pertemuan di ruang tertutup dan memanfaatkan internet untuk bekerja bila memungkinkan, sering mencuci tangan, vaksinasi, menjaga pola hidup sehat dan bersih, olahraga minimal 30 menit setiap hari, istirahat cukup. Penting juga mempercepat langkah tracing bila ada riwayat kontak dengan orang yang positif COVID-19, memperbanyak informasi terkini dan tidak mudah percaya hoaks dan segera berobat bila ada keluhan.

Dia menambahkan, sejak ditemukan varian baru SarsCov-2, pemberian vaksin yang aman dan efektif telah berhasil menekan gejala sebesar 17 persen. Pada varian Alpha, dosis pertama pemberian vaksin efektif sebesar 50.2 persen dan dosis kedua 88.4 persen. Untuk varian Delta, pemberian vaksin dosis pertama efektif 33.2 persen dan dosis kedua 80.8 persen.


Baca juga: Italia akan hapuskan aturan wajib masker di luar ruangan mulai 28 Juni

Baca juga: Pakar: Masker dobel dapat cegah penularan COVID-19 varian Delta

Baca juga: Jangan pakai masker kain kecuali dilapisi masker bedah

Pewarta: Nanien Yuniar

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021