Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menandatangani pedoman yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19 khususnya saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian Ketenagakerjaan terhadap adanya dampak pandemi COVID-19 dalam hubungan kerja," kata Menaker Ida dalam keterangan resmi yang diterima Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta pada Senin.

Menurut Menaker Ida, pandemi COVID-19 adalah masalah bersama bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Sehingga, penanganan dampak pandemi membutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak.

Baca juga: Menaker sebut Pemerintah miliki komitmen kuat lindungi PMI

Baca juga: Menaker serahkan bantuan TKM pada pelaku usaha dan PKL di Mojokerto

"Oleh karena itu, dalam Kepmenaker ini kita ingin menekankan pentingnya dialog sosial. Karena kita ingin semua pihak benar-benar terlindungi dari dampak pandemi ini," katanya.

Dalam keterangan yang sama, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri mengatakan Kepmenaker yang diteken pada 13 Agustus 2021 itu mencakup pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor atau Work From Office (WFO) dan pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.

Menurut Dirjen PHI dan Jamsos Putri, aturan tersebut menjadi acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja di mana perusahaan yang memberlakukan sistem kerja WFH harus tetap wajib membayar upah.

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.

"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," kata Putri.

Dalam Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 itu juga dijelaskan mengenai perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena dampak pandemi COVID-19. Di mana pekerja tetap berhak atas upah saat dirumahkan.

Jika, perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja maka dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah dengan pekerja.

Sementara perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.

Ruang lingkup lain yang diatur dalam Kepmenaker itu adalah mengenai pencegahan pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan ditegaskan bahwa PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.

"Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan dengan laporan finansial perusahaan. Selain itu dialog bipartit terkait putusan PHK juga diharapkan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan setempat dan pemenuhan hak-hak pekerja.*

Baca juga: Menaker minta perlindungan pekerja perempuan dari pelecehan seksual

Baca juga: Menaker: Pemerintah jamin dorong perluasan kesempatan kerja perempuan

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021