Satuan Tugas Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengencarkan patroli di kawasan rawan, terutama di Muara Medak, Kacepatan Bayung Lencir.
Kepala Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Lalan Mendis Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Hakim Prasetya yang dihubungi dari Palembang, Minggu, mengatakan patroli ini melibatkan berbagai instansi, seperti TNI/Polri, Manggala Agni, pemerintah kabupaten, KPH hingga warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Api.
“Kami (satgas) bukan hanya fokus pada pemadaman, tapi juga pada tindakan pencegahan. Patroli sebagai langkah jitu, karena selain memantau langsung, kami juga bisa sekaligus sosialisasi,” kata Hakim.
Ia mengatakan sosialisasi ini terkait ajakan ke masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Kemudian, lebih waspada saat memasuki hutan semisal untuk mencari kayu atau memancing agar tidak meninggalkan benda-benda rawan terbakar.
“Misal membuang putung rokok sembarangan. Ini seperti sepele, tapi terkadang karhutla hebat berawal dari sini,” ujar Hakim.
Dia mengatakan, Pemerintah juga tidak dapat menutup mata bahwa sudah ada masyarakat yang terlanjur hidup di kawasan hutan. Mereka juga telah mendapatkan izin untuk dapat mengelola hutan melalui konsep perhutanan sosial.
Sehingga, tak ada cara lain selain memberikan pemahaman ke mereka mengenai dampak buruk dari karhutla. Untuk itu, satgas juga telah membentuk Brigade Karhutla dengan menggandeng tokoh masyarakat dan warga setempat.
Selain Brigade Karhutla, warga juga dilibatkan dalam pembentukan Regu Peduli Air (Repair) gambut, yang tugasnya mempertahankan tinggi muka air gambut.
Ini penting karena saat musim kemarau, pada umumnya gambut mengalami kekeringan sehingga mudah terbakar, katanya lagi.
Unit Pencegahan Karhutla PT Rimba Hutani Mas (perusahaan hutan tanaman industri di Muba) Alex Fatra mengatakan patroli rutin selalu dilakukan perusahaan hingga ke luar areal konsesi.
“Kami juga memiliki patroli drone, yakni patroli menggunakan pesawat tanpa awak,” kata dia. Seperti kejadian karhutla di Muara Medak pada akhir Juli lalu diketahui awalnya melalui patroli drone PT RHM.
Saat itu, tim lapangan langsung melapor ke pusat komando pengendalian perusahaan, sehingga langsung diterjunkan tim reaksi cepat yang diperkuat 8 personel.
Lalu TRC dibantu juga regu pemadam kebakaran 15 orang, karyawan 8 orang, anggota Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA) 15 orang, perwakilan pemerintahan desa 2 orang untuk memadamkan api tersebut melalui jalur darat, serta perusahaan mengerahkan satu unit helikopter water bombing.
“Setelah api dapat dipadamkan, kami langsung melakukan upaya pendinginan (penyemprotan air) di sekitar lokasi. Ini berlangsung hingga malam,” kata dia.
Kawasan Muara Medak ini terbilang rawan, karena berada di jalur perlintasan antarkabupaten dan antarprovinsi, yakni Sumsel dan Jambi. Kawasan hutan ini juga sebagian sudah ditempati masyarakat, yang masih didapati membuka lahan dengan cara bakar.
Pada 2019, Muara Medak sempat mengalami kebakaran hebat yang memaksa warga setempat diungsikan karena terjadi kabut asap. Pada 2021, telah terjadi dua kali karhutla di kawasan tersebut, yakni akhir 30 Juli 2021 dan 9 Agustus 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
Kepala Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Lalan Mendis Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Hakim Prasetya yang dihubungi dari Palembang, Minggu, mengatakan patroli ini melibatkan berbagai instansi, seperti TNI/Polri, Manggala Agni, pemerintah kabupaten, KPH hingga warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Api.
“Kami (satgas) bukan hanya fokus pada pemadaman, tapi juga pada tindakan pencegahan. Patroli sebagai langkah jitu, karena selain memantau langsung, kami juga bisa sekaligus sosialisasi,” kata Hakim.
Ia mengatakan sosialisasi ini terkait ajakan ke masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Kemudian, lebih waspada saat memasuki hutan semisal untuk mencari kayu atau memancing agar tidak meninggalkan benda-benda rawan terbakar.
“Misal membuang putung rokok sembarangan. Ini seperti sepele, tapi terkadang karhutla hebat berawal dari sini,” ujar Hakim.
Dia mengatakan, Pemerintah juga tidak dapat menutup mata bahwa sudah ada masyarakat yang terlanjur hidup di kawasan hutan. Mereka juga telah mendapatkan izin untuk dapat mengelola hutan melalui konsep perhutanan sosial.
Sehingga, tak ada cara lain selain memberikan pemahaman ke mereka mengenai dampak buruk dari karhutla. Untuk itu, satgas juga telah membentuk Brigade Karhutla dengan menggandeng tokoh masyarakat dan warga setempat.
Selain Brigade Karhutla, warga juga dilibatkan dalam pembentukan Regu Peduli Air (Repair) gambut, yang tugasnya mempertahankan tinggi muka air gambut.
Ini penting karena saat musim kemarau, pada umumnya gambut mengalami kekeringan sehingga mudah terbakar, katanya lagi.
Unit Pencegahan Karhutla PT Rimba Hutani Mas (perusahaan hutan tanaman industri di Muba) Alex Fatra mengatakan patroli rutin selalu dilakukan perusahaan hingga ke luar areal konsesi.
“Kami juga memiliki patroli drone, yakni patroli menggunakan pesawat tanpa awak,” kata dia. Seperti kejadian karhutla di Muara Medak pada akhir Juli lalu diketahui awalnya melalui patroli drone PT RHM.
Saat itu, tim lapangan langsung melapor ke pusat komando pengendalian perusahaan, sehingga langsung diterjunkan tim reaksi cepat yang diperkuat 8 personel.
Lalu TRC dibantu juga regu pemadam kebakaran 15 orang, karyawan 8 orang, anggota Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA) 15 orang, perwakilan pemerintahan desa 2 orang untuk memadamkan api tersebut melalui jalur darat, serta perusahaan mengerahkan satu unit helikopter water bombing.
“Setelah api dapat dipadamkan, kami langsung melakukan upaya pendinginan (penyemprotan air) di sekitar lokasi. Ini berlangsung hingga malam,” kata dia.
Kawasan Muara Medak ini terbilang rawan, karena berada di jalur perlintasan antarkabupaten dan antarprovinsi, yakni Sumsel dan Jambi. Kawasan hutan ini juga sebagian sudah ditempati masyarakat, yang masih didapati membuka lahan dengan cara bakar.
Pada 2019, Muara Medak sempat mengalami kebakaran hebat yang memaksa warga setempat diungsikan karena terjadi kabut asap. Pada 2021, telah terjadi dua kali karhutla di kawasan tersebut, yakni akhir 30 Juli 2021 dan 9 Agustus 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021