Dalam rangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021 yang puncaknya diperingati setiap 9 Desember, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyelenggarakan acara penghargaan pengendalian gratifikasi pada tanggal 6 Desember 2021.
Tujuh orang meraih penghargaan dengan kategori pelapor gratifikasi inspiratif dengan berbagai latar belakang profesi dan tiga orang dengan kategori insan UPG.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengapresiasi atas pelaporan dan pengendalian gratifikasi oleh 10 orang tersebut. Hal itu juga sebagai cerminan dari nilai-nilai integritas yang selama ini KPK junjung. Memang tidak mudah untuk menolak gratifikasi, bahkan melaporkan gratifikasi ke KPK.
Pelapor gratifikasi inspiratif serta insan UPG yang terpilih merupakan individu berintegritas yang tidak sekadar menjalankan tugas, tetapi menginspirasi semua pihak dengan terobosan dan inovasi yang melebihi batas kemampuannya.
Disebutkan pula tujuh pelapor gratifikasi:
Pertama, Aisyah selaku Kepala Desa Sungup Kanan Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dia melaporkan uang tunai Rp50 juta dari perwakilan salah satu perusahaan tambang batu bara.
Pada tahun 2020, terjadi sengketa tanah antara sejumlah warga desa dengan salah satu perusahaan tambang batu bara, terjadi overlapping antara sejumlah tanah milik warga Desa Sungup Kanan dengan sertifikat hak pakai atas nama PT STC.
Pelapor selaku Kepala Desa Sungup Kanan berupaya untuk melindungi hak warga setempat untuk meminta ganti rugi dan memimpin mediasi warga dengan pihak perusahaan di Kantor Pertanahan (BPN) Kotabaru.
Salah satu perwakilan perusahaan yang tidak dikenal sebelumnya datang menemui Aisyah dan ingin membicarakan tentang penundaan urusan sengketa tanah warga di BPN Kotabaru. Ketika hendak pulang, pemberi mengatakan ada titipan dari perusahaan dan memberikan sebuah kantong plastik hitam yang berisi uang tunai Rp50 juta. Setelah memberikan kantong tersebut, pihak pemberi bergegas pergi.
Aisyah pun merasa tidak nyaman dan bertekad untuk mengembalikan uang tersebut. Dia berusaha menghubungi pemberi untuk mengembalikan uang sekaligus memberikan berkas ganti rugi. Namun, nomor teleponnya sudah diblokir oleh pemberi tersebut.
Pada bulan November 2020, Aisyah pergi ke Pengadilan Negeri Kotabaru dengan maksud untuk menitipkan uang tersebut. Namun, pihak PN menolak karena bukan ranah pengadilan dan menyarankannya untuk melaporkan penerimaan tersebut ke KPK. Akhirnya, Aisyah menyampaikan laporan gratifikasi tersebut dengan mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Baca juga: KPK: Tingkat kesadaran pelaporan gratifikasi masih rendah
Kedua, Heriyanto selaku PNS pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dia melaporkan uang tunai 10.000 dolar Singapura atau setara Rp100 juta dari pengusaha tambang batu bara.
Pelapor saat itu menjabat sebagai koordinator hukum pada Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara yang bertugas memberikan pertimbangan hukum, koordinasi, dan penyiapan rancangan peraturan perundang-undangan serta hubungan masyarakat.
Suatu ketika salah satu perwakilan perusahaan tambang berkonsultasi terkait dengan permohonan perpanjangan IUP operasi produksi tambang batu bara oleh salah satu perusahaan di Bengkulu kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM.
Heriyanto sudah beberapa kali menolak permintaan konsultasi oleh pihak perusahaan. Namun, pihak pemberi berusaha menemui yang bersangkutan, baik di kantor Jakarta maupun ketika sedang perjalanan dinas luar kota.
Untuk menjalankan fungsi pelayanan, pelapor akhirnya menemui pihak perusahaan, kemudian meminta untuk melengkapi dokumen pengajuan perpanjangan izin usaha pertambangan yang sudah kedaluwarsa, diketahui sedang bermasalah karena sengketa kepemilikan perusahaan.
Pada bulan April 2021, saat Heriyanto sedang berdinas ke Kota Bandung, pihak pemberi menemuinya di hotel untuk menyerahkan kelengkapan dokumen. Namun, ternyata amplop cokelat berisi dokumen tersebut diselipkan uang tunai sebesar 10.000 dolar Singapura. Dia pun berusaha menghubungi pemberi dan akan mengembalikan uang tersebut, namun pihak pemberi sulit dihubungi.
Selanjutnya, penerimaan tersebut dilaporkan dan penyerahan uang langsung dititipkan ke KPK. Pelapor memberitahukan pelaporan gratifikasinya ke atasan di Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara.
Meskipun pihak perusahaan memberikan uang kepada pelapor, proses permohonan perpanjangan IUP operasi produksi tetap sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Ketiga, Anggi Wicaksono selaku staf teknis Imigrasi Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah Kementerian Luar Negeri. Anggi melaporkan satu buah jam tangan merek Rolex dari salah seorang WNI perempuan selaku pengguna layanan/pengusaha.
Pelapor sebagai staf teknis imigrasi yang bertugas memberikan layanan dalam pengurusan visa dan affidavit pada KJRI di Jeddah. Pada bulan Juni 2021, pelapor melayani salah seorang WNI selaku pemberi bersama anaknya datang ke loket untuk menerima visa dan affidavit yang telah selesai diproses.
Selanjutnya, pemberi meminta kepada petugas loket untuk dapat bertemu dengan pelapor selaku pejabat yang bertugas membubuhkan tanda tangan pada visa tersebut.
Pada saat pertemuan tersebut, pemberi menyampaikan terima kasih atas pelayanan visa dan affidafit dan meminta putrinya untuk menyerahkan hadiah bingkisan kepada pelapor sebagai tanda terima kasih atas pengurusan visa suami dan anaknya yang berkewarganegaraan Arab Saudi.
Pelapor tidak dapat menolak pemberian dari anak kecil tersebut serta pemberi tidak berkenan apabila pemberian tersebut dikembalikan. Setelah dibuka, bingkisan tersebut berupa satu jam tangan bertuliskan Rolex tipe oyster perpetual datejust dengan nilai estimasi semula Rp163 juta (jika barang asli).
Namun, apabila jam tangan tidak identik (bukan barang asli) diperkirakan senilai Rp4.106.700,00. Pelapor menyatakan bersedia menyerahkan barang tersebut ke KPK. Saat ini barang tersebut masih disimpan dalam pengawasan Satgas Antigratifikasi KJRI Jeddah serta menyampaikan laporan penerimaan gratifikasi kepada KPK.
Baca juga: KPK terima 86 laporan penerimaan gratifikasi Hari Raya Idul Fitri
Keempat, Direktur Utama PD Pasar Jaya-BUMD DKI Jakarta Arief Nasrudin. Arief melaporkan satu unit telepon genggam merek Samsung Z Fold 2 senilai Rp30 juta dari salah seorang teman sekolah menengah atas (SMA).
Pada bulan April 2021, pelapor dihubungi oleh salah seorang teman SMA selaku pemberi untuk mengajak buka puasa bersama yang bertepatan dengan acara penganugerahan atas corporate social responsibility (CSR) perusahaan yang diselenggarakan oleh Business News Magazine di Jakarta.
Pada saat pertemuan, teman SMA sempat membahas tentang proses lelang pekerjaan di PD Pasar Jaya dan menginformasikan bahwa salah satu vendor B merupakan rekan kerja pemberi yang ikut serta dalam lelang tersebut.
Pelapor menduga teman SMA itu ingin menitipkan vendor B. Namun, pelapor langsung menjelaskan bahwa proses lelang di PD Pasar Jaya sesuai dengan aturan dan tidak diperkenankan adanya titipan.
Setelah selesai buka puasa bersama, pemberi menyerahkan bingkisan kepada salah satu staf pelapor yang ditujukan untuk pelapor. Sesampainya di rumah, pelapor baru membuka bingkisan yang berisi telepon genggam merek Samsung Z Fold 2 senilai Rp30 juta.
Selanjutnya, pelapor berkonsultasi ke KPK dan menyampaikan laporan gratifikasi atas penerimaan tersebut.
Kelima, Khaerullah selaku tenaga administrasi SDN Panunggangan 4 Cibodas, Kota Tangerang. Dia melaporkan uang Rp1 juta dari perkumpulan orang tua siswa.
Dalam melaksanakan tugasnya, Khaerullah menerima gaji pegawai honorer dari pihak Pemkot Tangerang. Pada masa pandemi COVID-19, Khaerullah berinisiatif mengajukan bantuan siswa untuk membantu orang tua yang mengalami kesulitan ekonomi akibat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang tidak menerima bantuan langsung tunai (BLT) maupun bantuan lainnya.
Usaha pelapor tersebut membuahkan hasil dan sejumlah 100 orang siswa mendapatkan bantuan masing-masing berupa uang sebesar Rp450 ribu dari Program Indonesia Pintar (PIP). Para orang tua murid yang merasa terbantu berinisiatif untuk menggalang dana sukarela sebagai tanda terima kasih atas bantuan Khaerullah. Hal ini mengingat pengajuan bantuan dana tersebut tidak bisa dilakukan secara mandiri, tetapi harus kolektif dari pihak sekolah.
Dengan dana bantuan tersebut, para orang tua merasa terbantu karena dapat membeli keperluan sekolah putra/putri mereka yang masih harus belajar di rumah karena pandemi. Pada bulan Agustus 2021, hasil patungan dana terkumpul sebesar Rp1 juta diberikan kepada Khaerullah.
Pada awalnya, pelapor tidak yakin apakah uang tersebut dapat diterima atau tidak. Dia lantas berinisiatif mencari informasi perihal gratifikasi dan aturan terkait dan akhirnya memutuskan untuk mengembalikan uang tersebut.
Selain itu, Khaerullah juga menunjukkan komitmen untuk tidak menerima gratifikasi dengan membuat surat pernyataan bahwa dirinya akan menolak gratifikasi dalam bentuk apa pun terkait dengan tugas yang diembannya. Laporan penolakan gratifikasi disampaikan kepada KPK melalui aplikasi GOL individu.
Keenam, Rifqi Abdillah selaku Pengelola Pengendalian, Monitoring, dan Evaluasi Pembangunan Pemkab Probolinggo. Rifqi melaporkan uang tunai Rp50 ribu sampai dengan Rp1,5 juta dari rekan kerja/mitra kerja.
Pelapor sebagai seorang PNS di lingkungan Kabupaten Probolingg dikenal telah akrab dengan laporan gratifikasi sejak 2016 pada saat masih menjabat sebagai staf di Pemkab Probolinggo.
Pelapor menunjukkan integritasnya untuk tidak menerima gratifikasi sekecil apa pun, bahkan setelah Rifqi Abdillah dimutasi semula dari staf kabupaten menjadi staf Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo. Pada tahun 2017, dalam kondisi sedang merawat ibunya di rumah sakit, dia tetap berupaya melaporkan penerimaan gratifikasi ke KPK.
Terdapat total 25 laporan penerimaan gratifikasi berasal dari atasan, rekan kerja, dan para mitra kerja sebagai uang tunjangan hari raya (THR) hingga sebagai ucapan terima kasih atas pelaksanaan pekerjaan monitoring pengelolaan dana desa dengan nilai penerimaan bervariasi, yaitu berkisar uang sebesar Rp50 ribu hingga Rp1,5 juta.
Pelapor pernah melaporkan penerimaan uang tunai dari para kepala desa di Kecamatan Pakuniran sebagai ucapan terima kasih atas monitoring dan evaluasi penggunaan APBDes di sejumlah desa wilayah Kecamatan Pakuniran.
Ketujuh, fungsional umum/pejabat pembuat komitmen (PPK) dari salah satu instansi dengan identitas yang tidak disebutkan. Dia melaporkan dua unit sepeda dengan total senilai Rp1.250.200,00 dari keluarga dekat pelapor selaku penyedia jasa.
Tugas pelapor adalah menangani kegiatan pengadaan pada unit kerja di salah satu kabupaten. Pengadaan dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan dimenangkan oleh keluarga dekat pelapor.
Pada Januari 2021, sekitar seminggu setelah penandatanganan kontrak penyedia jasa, keluarga dekat pelapor tersebut datang ke rumah pelapor membawa 2 unit sepeda anak-anak sebagai hadiah kepada anak-anak pelapor.
Pelapor merasa bingung karena pemberian tersebut dari keluarga dekat pelapor yang terpilih sebagai pemenang penyedia jasa di kantor pelapor karena pemberian hadiah sepeda tersebut tidak bertepatan dengan ulang tahun anak pelapor sehingga pelapor mengonfirmasi kepada saudara lainnya yang masih tinggal satu kota.
Namun, ternyata keluarga dari saudara-saudara pelapor lainnya tidak diberikan sepeda oleh keluarga dekat tersebut. Pelapor lantas memutuskan untuk melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dan mengompensasi barang tersebut dengan membayar sejumlah uang pengganti.
Baca juga: Ghufron: Tiga hal soal koordinasi APH dalam pemberantasan korupsi
Tiga Insan UPG Inovatif
Selain penghargaan kepada pelapor gratifikasi, KPK juga memberikan penghargaan kepada tiga insan UPG inovatif.
Pertama, Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Kabupaten Boyolali Achmad Nasution.
Ia sebagai insan UPG dipercaya menjadi motor penggerak di Boyolali, Jawa Tengah. Dengan inovasinya, dia berhasil menghilangkan praktik gratifikasi berupa fee perbankan yang biasa diberikan kepada bendahara di organisasi perangkat daerah (OPD) Kabupaten Boyolali sejak 2018.
Penghilangan gratifikasi fee perbankan tersebut menjadi yang pertama dilakukan di Indonesia dan menjadi contoh bagi tempat lain.
Kedua, Badrul selaku Pelaksana Inspektorat Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Ia memiliki kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas implementasi Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) di Kabupaten Sumenep. Beberapa strategi yang dilakukan oleh Badrul dalam meningkatkan implementasi PPG di Kabupaten Sumenep, di antaranya dengan melaksanakan sosialisasi gratifikasi ke seluruh penjuru Kabupaten Sumenep.
Ia meyakini nilai-nilai anti gratifikasi harus tersebar ke seluruh penjuru Kabupaten Sumenep agar semua pegawai negeri di daerah ini bisa terhindar dari praktik gratifikasi. Oleh karena itu, Badrul dengan gencar melakukan sosialisasi gratifikasi ke seluruh jajaran pemkab setempat, bahkan ke wilayah yang sangat terpencil.
Ketiga, Musdalipa selaku Auditor Muda Inspektorat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Dalam membangun budaya antigratifikasi di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Musdalipa menjadikan dunia pendidikan sebagai target utama pada tahun 2021 melalui program 100 Sekolah Berintegritas.
Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa praktik gratifikasi masih sangat sering ditemui di sekolah. Selain itu, dunia pendidikan merupakan tempat dalam menciptakan sebuah generasi sehingga dengan menciptakan sekolah yang berintegritas diharapkan akan lahir generasi yang berintegritas pula.
Sesuai dengan tema Hakordia 2021 Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi, kisah inspiratif dari pelapor gratifikasi tersebut merupakan wujud nyata dari peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Baca juga: Menyambut Hakordia 2021 bangun budaya antikorupsi
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021