KKI Warsi memberikan catatan akhir tahun dengan membaiknya tutupan hutan di Provinsi Jambi berdasarkan pantauan dan analisis citra satelit Sentinel 2, namun persoalannya masih terbelit masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) seperti tambang emas ilegal, tambang minyak ilegal.
"Perbaikan tutupan hutan ini, membawa kabar baik untuk pemulihan hutan kita meski tidak banyak tetapi paling tidak lagi berlanjut mengalami penurunan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya," kata Direktur KKI Warsi Rudi Syaf yang menyampaikan Catatan Akhir Tahun 2021, Tinjauan PSDA Jambi kepada media.
Dijelaskannya, perbaikan hutan ini umumnya terjadi di pinggir kawasan hutan konservasi, pesisir timur Jambi dan juga pertumbuhan perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat.
Rudi menjelaskan, waktu izin diterima tidak semuanya dengan tutupan penuh, ada kawasan yang sudah terdegradasi dan kemudian dengan izin yang diperoleh masyarakat melakukan pengayaan tanaman, sehingga di citra lansat mengidentifikasi sebagai kawasan dengan tutupan menyerupai hutan, karena bentuknya agroforest.
Wasri juga mencatat perbaikan hutan juga timbul pada areal konservasi sejumlah perusahaan hutan tanaman dan kita mengapresiasi perusahaan yang sudah mengalokasikan kawasan konservasi dan menjaganya dengan baik sehingga bisa terlihat pertumbuhan hutan, tentu ini merupakan kewajiban setiap perusahaan untuk berkontribusi pada pemulihan lingkungan.
Perbaikan mangrove pantai timur, juga merupakan langkah baik untuk menangkal abrasi dan pengendalian kenaikan muka air laut.
Dicontohkan Rudi daerah kerja KKI Warsi di Pangkal Babu, Desa Tungkal I Kecamatan Tungkal Ilir. Desa ini dahulunya pernah menjadi ladang tambak udang yang menghilangkan mangrove di pinggir pantainya dan hanya saja kehilangan mangrove ini sudah menyebabkan abrasi melanda Pangkal Babu.
Dengan membangun kesadaran bersama penduduk Pangkal Babu sepakat untuk menghentikan tambak dan kembali menanam mangrove di daerah pesisir. Dalam kurun 16 tahun, mangrove yang ditanam sudah menyerupai hutan alam.
"Pertumbuhan mangrove ini, menjadi penting untuk melindungi daerah pesisir," kata Rudi Syaf.
Baca juga: KLHK: Luas tutupan hutan Indonesia capai 95,6 juta hektare
Baca juga: Studi temukan kaitan moratorium izin dengan tren penurunan deforestasi
Persoalan PSDA
Meski tahun ini Jambi menunjukkan kemampuan menahan laju deforestasi dan degradasi hutan, di sisi lain persoalan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) juga masih belum mampu dihentikan.
Tahun ini KKI Warsi mencatat sejumlah kejadian krusial yang berkontribusi pada kerusakan sumber daya alam. Di antaranya penambangan emas ilegal (Peti), penambangan minyak ilegal, ilegal loging dan bencana ekologi, serta konflik satwa.
Penambangan emas tanpa izin (PETI) masih terus berjalan, mengikuti alur sungai kecil baik di kawasan areal penggunaan lain maupun masuk ke dalam kawasan hutan.
Dalam catatan Warsi, kerusakan lahan dan hutan akibat penambangan liar ini mencapai 42 ribu hektare dan kawasan yang paling luas mengalami kerusakan akibat penambangan emas ini berada di lahan masyarakat seluas 32 ribu hektare, hutan lindung 2,9 ribu ha, hutan produksi 6 ribu, taman nasional 572 ha dan hutan produksi terbatas 154 ha.
Penambangan emas yang terlihat ini adalah yang berada di permukaan lahan. Selain yang nampak langsung, penambangan emas juga berlangsung dari dalam tanah atau yang dikenal dengan lubang jarum.
"Data yang dihimpun Warsi dari berbagai sumber memperlihatkan bahwa penambangan ini telah menyebabkan timbulnya korban jiwa akibat kecelakaan selama penambangan, yang menelan korban sembilan jiwa," kata Rudy Syaf.
Pemberantasan terhadap penambangan ini tetap dilakukan oleh aparat keamanan yang menangkap 137 orang dan 53 di antaranya menyandang status tersangka. Penanganan ini juga telah diamankan 67 ekskavator, 1.241 mesin dompeng, 1,5 kg emas.
Dihitung dari jumlah mesin dompeng yang ditangkap dan berdasarkan perhitungan rata-rata kemampuan mesin dompeng menghasilkan emas, maka penambangan emas ini berpotensi menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp6 triliun.
Patut diduga uang yang beredar dalam penambangan emas ini sangat besar dan sayangnya yang menikmatinya tetaplah para pengusaha yang berada di balik kegiatan ini, sedang pekerjanya atau pemilik lahan masih belum sebanding dengan kerusakan lahan yang ditimbulkan.
"Harusnya kesadaran ini terus ditumbuhkan ke masyarakat, penambangan emas pada akhirnya hanya menyisakan lahan yang rusak, dan tidak bisa digunakan lagi sedangkan yang menikmati hasil penambangan tetaplah para pengusahanya," kata Rudi.
Persoalan lain, PSDA Jambi adalah penambangan minyak ilegal. Dari data yang dihimpun, penambangan minyak ini, berlangsung di Kabupaten Batanghari, Muara Jambi, sedikit di Merangin, Bungo dan Tebo, dengan sumur minyak lebih dari 1.750 lobang.
Keberadaan sumur minyak ini, tentulah membahayakan sumber daya alam. Pada September lalu, terjadi pemandangan yang mengerikan, dimana dalam satu bulan sumur minyak ilegal terus menyala pasca mengalami kebakaran hebat.
Pemadaman sumur ini melibatkan banyak pihak, termasuk BPBD, kepolisian dan juga korporasi di lahan yang mengalami kebakaran. Dengan menghitung kemampuan per sumur menghasilkan minyak, bisa dikalkulasikan potensi kerugian yang mungkin timbul lebih dari Rp1,4 triliun per tahunnya.
KKI Warsi juga mencatat, kegiatan ilegal dalam kawasan hutan masih terjadi, perambahan dan pencurian kayu. Pencurian kayu menyasar ke dalam kawasan konservasi dan areal restorasi ekosistem.
Dari kegiatan ilegal dalam hutan dan belum pulihnya kondisi alam, juga telah menyebabkan bencana ekologi, konflik lahan dan konflik satwa.
Sepanjang 2021, akibat bencana ekologi telah menyebabkan dua orang meninggal, 6.265 rumah terendam, 635 ha lahan terendam, termasuk di dalamnya areal persawahan dan perladangan.
Tercatat dalam 2021 terjadi 18 konflik satwa yang melibatkan dua ekor harimau sumatera, tujuh gajah, tiga beruang, 19 buaya dan dari konflik ini telah menyebabkan empat orang meninggal dunia dan satu ekor harimau mati.
Dengan melihat bencana dan konflik yang masih terus berlanjut, bisa kita sebut bahwa lingkungan saat ini sedang tidak baik-baik saja, butuh lebih banyak kerja keras dan upaya untuk memperbaiki kondisi yang saat ini.
Sejumlah resolusi telah ditawarkan untuk perbaikan ke depan dengan menguatkan nilai-nilai pengelolaan hutan berkelanjutan, mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pemulihan hutan tersisa, pengembangan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, penegakan aturan hukum terhadap pelaku kejahatan kehutanan.*
Baca juga: Izin pakai kawasan hutan di Kalsel mencakup area seluas 56.243 hektare
Baca juga: Penyempitan hutan meningkatkan risiko banjir di Kalimantan Selatan
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021