Juru sembelih tidak kalah penting dan menjadi bagian menentukan pada tradisi "Bantai Adat" di dusun itu, salah satunya Datuk Jalit (63), warga Rantau Panjang yang selama ini menjadi salah satu andalan menyembelih kerbau dalam tradisi tersebut.
"Saya sudah 20 tahun dipercaya untuk menyembelih kerbau pada acara 'Bantai Adat' ini, banyak kesannya menjadi bagian dari tradisi turun-temurun ini," katanya ditemui di lokasi tradisi "Bantai Adat" di pinggir Sungai Tabir itu.
Ia bukan satu-satunya juru sembelih yang bertugas dalam kegiatan "pembantaian" massal ternak kerbau itu. Ada sejumlah petugas penyembelihan lainnya. Namun, sebagai tetua yang lebih berpengalaman, ia lebih diperhitungkan.
Pria yang khas dengan kopiah hitam itu, mengaku dalam tugasnya di lokasi "Bantai Adat" bisa melakukan penyembelihan antara enam hingga tujuh ekor kerbau. Untuk menaklukkan kerbau, tidaklah mudah karena tenaga hewan tersebut cukup besar. Ia dibantu beberapa warga yang juga bertugas di lokasi itu.
Karena jumlah kerbau yang lebih dari 100 ekor, maka para juru sembelih berbagi tugas. Tugas itu yang membuat Jalit dikenal, selain menjadi salah satu tokoh masyarakat Rantau Panjang.
Sesuai dengan jadwal, penyembelihan kerbau mulai pukul 03.30 WIB. Seperti yang berlangsung pada Rabu (30/3) dinihari. Kerbau ditambatkan dengan menggunakan ikatan "kenikir" atau tali penjerat leher pada tiang tambatan yang dipancang dengan jarak lima meteran.
Di areal sekitar dua hektare di kebun kelapa sawit itu, kerbau ditambatkan dan berjejer sejak Selasa (29/3) sore. Semua dipastikan terlilit "kenikir" yang terbuat dari bilah rotan yang dibuat melingkar di leher kerbau.
"Bila kerbau sudah terlilit 'kenikir' ini, sudah tidak ada kekuatannya lagi, tak bisa berdaya. Itu filosofinya, sudah dilingkari 'kenikir' kerbau tak bisa beranjak dari tiang tambatan itu," kata Jalit yang dibenarkan Awi (65), warga lainnya di Dusun Baru.
Ketika ditanyakan dari siapa ia mendapatkan keahlian memotong kerbau di ajang "Bantai Adat", ia mengaku secara turun-temurun dari orang tuanya. Ia juga memiliki bilah golok khusus untuk penyembelihan yang tajam dan ramping.
"Orang tua saya dulu juga penyembelih kerbau, saya keturunannya yang melanjutkan tradisi keluarga," kata pria yang suka berbaju mirip jawara itu.
Ia mengaku ada beberapa pengalaman berkesan saat menyembelih kerbau. Meski demikian, selama ini ia cukup mulus menuntaskan tugasnya. Meski dalam beberapa kesempatan ia kerap mendapat perlawanan dari korbannya. Namun dengan tali "kenikir" melingkar di leher kerbau, dan tertambat ke tiang tambatan, membuat kerbau tak lagi bisa berkutik.
Ia mengaku ada perbedaan menyembelih kerbau dan sapi. Menyembelih kerbau tak terlalu sulit, meski tenaganya lebih besar. Berbeda dengan sapi yang biasanya lebih bertenaga saat akan disembelih.
"Sapi bahkan biasa menyepakkan kaki belakang yang bisa membahayakan, meski sudah diikat tali. Bisa bikin tulang cedera, kulit luka juga. Masing-masing hewan ada karakternya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022
"Saya sudah 20 tahun dipercaya untuk menyembelih kerbau pada acara 'Bantai Adat' ini, banyak kesannya menjadi bagian dari tradisi turun-temurun ini," katanya ditemui di lokasi tradisi "Bantai Adat" di pinggir Sungai Tabir itu.
Ia bukan satu-satunya juru sembelih yang bertugas dalam kegiatan "pembantaian" massal ternak kerbau itu. Ada sejumlah petugas penyembelihan lainnya. Namun, sebagai tetua yang lebih berpengalaman, ia lebih diperhitungkan.
Pria yang khas dengan kopiah hitam itu, mengaku dalam tugasnya di lokasi "Bantai Adat" bisa melakukan penyembelihan antara enam hingga tujuh ekor kerbau. Untuk menaklukkan kerbau, tidaklah mudah karena tenaga hewan tersebut cukup besar. Ia dibantu beberapa warga yang juga bertugas di lokasi itu.
Karena jumlah kerbau yang lebih dari 100 ekor, maka para juru sembelih berbagi tugas. Tugas itu yang membuat Jalit dikenal, selain menjadi salah satu tokoh masyarakat Rantau Panjang.
Sesuai dengan jadwal, penyembelihan kerbau mulai pukul 03.30 WIB. Seperti yang berlangsung pada Rabu (30/3) dinihari. Kerbau ditambatkan dengan menggunakan ikatan "kenikir" atau tali penjerat leher pada tiang tambatan yang dipancang dengan jarak lima meteran.
Di areal sekitar dua hektare di kebun kelapa sawit itu, kerbau ditambatkan dan berjejer sejak Selasa (29/3) sore. Semua dipastikan terlilit "kenikir" yang terbuat dari bilah rotan yang dibuat melingkar di leher kerbau.
"Bila kerbau sudah terlilit 'kenikir' ini, sudah tidak ada kekuatannya lagi, tak bisa berdaya. Itu filosofinya, sudah dilingkari 'kenikir' kerbau tak bisa beranjak dari tiang tambatan itu," kata Jalit yang dibenarkan Awi (65), warga lainnya di Dusun Baru.
Ketika ditanyakan dari siapa ia mendapatkan keahlian memotong kerbau di ajang "Bantai Adat", ia mengaku secara turun-temurun dari orang tuanya. Ia juga memiliki bilah golok khusus untuk penyembelihan yang tajam dan ramping.
"Orang tua saya dulu juga penyembelih kerbau, saya keturunannya yang melanjutkan tradisi keluarga," kata pria yang suka berbaju mirip jawara itu.
Ia mengaku ada beberapa pengalaman berkesan saat menyembelih kerbau. Meski demikian, selama ini ia cukup mulus menuntaskan tugasnya. Meski dalam beberapa kesempatan ia kerap mendapat perlawanan dari korbannya. Namun dengan tali "kenikir" melingkar di leher kerbau, dan tertambat ke tiang tambatan, membuat kerbau tak lagi bisa berkutik.
Ia mengaku ada perbedaan menyembelih kerbau dan sapi. Menyembelih kerbau tak terlalu sulit, meski tenaganya lebih besar. Berbeda dengan sapi yang biasanya lebih bertenaga saat akan disembelih.
"Sapi bahkan biasa menyepakkan kaki belakang yang bisa membahayakan, meski sudah diikat tali. Bisa bikin tulang cedera, kulit luka juga. Masing-masing hewan ada karakternya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022