Harga minyak relatif stabil pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah perdagangan yang bergejolak karena kekhawatiran pasokan yang ketat mengimbangi kekhawatiran atas kemungkinan resesi dan pembatasan COVID-19 China.
Harga berubah negatif setelah Menteri Energi AS Jennifer Granholm mengatakan Presiden Joe Biden tidak mengesampingkan penggunaan pembatasan ekspor untuk mengurangi melonjaknya harga bahan bakar domestik.
"Awalnya asumsinya akan menurunkan harga produk di Amerika Serikat," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group.
Minyak telah melonjak tahun ini dengan Brent mencapai 139 dolar AS pada Maret, level tertinggi sejak 2008, setelah invasi Rusia ke Ukraina memperburuk kekhawatiran pasokan.
Harga didukung di awal sesi karena Uni Eropa bergerak lebih dekat untuk menyetujui larangan impor minyak Rusia. Embargo seperti itu kemungkinan akan disetujui "dalam beberapa hari," kata menteri ekonomi Jerman pada Senin (23/5/2022).
Perjalanan selama akhir pekan Memorial Day AS yang akan datang diperkirakan akan menjadi yang tersibuk dalam dua tahun karena lebih banyak pengemudi turun ke jalan dan melepaskan penguncian virus corona meskipun harga bahan bakar di SPBU tinggi.
Stok minyak mentah AS naik 567.000 barel pekan lalu, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API) yang dirilis setelah pasar ditutup. Persediaan bensin turun 4,2 juta barel, sementara stok sulingan turun 949.000 barel.
Persediaan minyak mentah dan bensin AS kemungkinan turun minggu lalu, sementara stok sulingan terlihat naik, jajak pendapat Reuters yang diperpanjang menunjukkan menjelang data pemerintah yang dirilis pada Rabu waktu setempat.
Namun, kekhawatiran tentang ancaman terhadap ekonomi global, tema utama pertemuan Davos minggu ini, juga memicu kekhawatiran atas permintaan minyak dan membebani harga.
Beijing meningkatkan upaya karantina untuk mengakhiri wabah COVID-19 sementara penguncian Shanghai akan dicabut dalam waktu kurang dari seminggu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022