Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Vivi Yulaswati menyatakan, kondisi ekosistem gambut dan mangrove terus menurun.
“Maraknya pembalakan liar hutan mangrove, deforestasi untuk konversi lahan, serta reklamasi pesisir terus mengancam pengelolaan ekosistem mangrove," kata dia secara virtual dalam acara peluncuran dokumen Strategi Nasional (Stranas) Pengelolaan Lahan Basah Ekosistem Gambut dan Mangrove di Jakarta, Kamis.
Hal yang sama, menurut dia, juga terjadi dalam pengelolaan ekosistem gambut seiring dengan tingginya invasi perkebunan (atau konversi dari ekosistem gambut yang menjadi perkebunan) lebih masif, kebakaran, dan juga deforestasi tutupan hutan di atas lahan gambut.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2010-2020, Indonesia telah kehilangan luas tutupan mangrove hampir seluas 200 ribu hektare. Kehilangan tutupan mangrove tertinggi terjadi pada 2016, yakni sebesar 60 ribu hektare.
“Kabar baiknya, selama tiga tahun terakhir, tren kehilangan tutupan mangrove di Indonesia semakin menurun,” ucapnya.
Lahan gambut pun juga mengalami kehilangan luas tutupan hutan, yakni sebesar 1,82 juta hektare selama 2000-2019 atau sekitar 96 ribu hektare per tahun.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah mencantumkan kebijakan pengelolaan ekosistem lahan gambut dan mangrove di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 poin nomor enam (6), yakni membangun lingkungan hidup serta meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim.
Di dalamnya, terdapat dua target, yaitu luas lahan gambut terdegradasi yang dipulihkan sebesar 1,6 juta hektare dan jumlah luas rehabilitasi hutan mangrove seluas 50 ribu hektare.
“Untuk mendukung target pembangunan yang lebih luas, yaitu pencapaian target Indonesia Emas 2045, pembangunan rendah karbon, dan juga SDGs (Sustainable Development Goals) khususnya tujuan 13, 14, dan 15, diperlukan penyusunan target arah kebijakan dan strategi pengelolaan lahan basah yang lebih progresif dan berkelanjutan,” ungkap Vivi.
Ada empat aspek fungsi yang perlu menjadi fokus dalam pengelolaan ekosistem lahan basah, mencakup peningkatan tutupan lahan, penurunan gas emisi rumah kaca, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Oleh karenanya, dokumen stranas yang diluncurkan hari ini mencakup keempat aspek fungsi tersebut,” ujar Vivi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023
“Maraknya pembalakan liar hutan mangrove, deforestasi untuk konversi lahan, serta reklamasi pesisir terus mengancam pengelolaan ekosistem mangrove," kata dia secara virtual dalam acara peluncuran dokumen Strategi Nasional (Stranas) Pengelolaan Lahan Basah Ekosistem Gambut dan Mangrove di Jakarta, Kamis.
Hal yang sama, menurut dia, juga terjadi dalam pengelolaan ekosistem gambut seiring dengan tingginya invasi perkebunan (atau konversi dari ekosistem gambut yang menjadi perkebunan) lebih masif, kebakaran, dan juga deforestasi tutupan hutan di atas lahan gambut.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2010-2020, Indonesia telah kehilangan luas tutupan mangrove hampir seluas 200 ribu hektare. Kehilangan tutupan mangrove tertinggi terjadi pada 2016, yakni sebesar 60 ribu hektare.
“Kabar baiknya, selama tiga tahun terakhir, tren kehilangan tutupan mangrove di Indonesia semakin menurun,” ucapnya.
Lahan gambut pun juga mengalami kehilangan luas tutupan hutan, yakni sebesar 1,82 juta hektare selama 2000-2019 atau sekitar 96 ribu hektare per tahun.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah mencantumkan kebijakan pengelolaan ekosistem lahan gambut dan mangrove di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 poin nomor enam (6), yakni membangun lingkungan hidup serta meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim.
Di dalamnya, terdapat dua target, yaitu luas lahan gambut terdegradasi yang dipulihkan sebesar 1,6 juta hektare dan jumlah luas rehabilitasi hutan mangrove seluas 50 ribu hektare.
“Untuk mendukung target pembangunan yang lebih luas, yaitu pencapaian target Indonesia Emas 2045, pembangunan rendah karbon, dan juga SDGs (Sustainable Development Goals) khususnya tujuan 13, 14, dan 15, diperlukan penyusunan target arah kebijakan dan strategi pengelolaan lahan basah yang lebih progresif dan berkelanjutan,” ungkap Vivi.
Ada empat aspek fungsi yang perlu menjadi fokus dalam pengelolaan ekosistem lahan basah, mencakup peningkatan tutupan lahan, penurunan gas emisi rumah kaca, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Oleh karenanya, dokumen stranas yang diluncurkan hari ini mencakup keempat aspek fungsi tersebut,” ujar Vivi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023