Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyampaikan kuliah umum tentang Islam moderat di Universitas Kyoto, Jepang, di hadapan Civitas Akademika Universitas Kyoto, Rabu.
"Saya ucapkan terima kasih kepada Universitas Kyoto, saya senang dapat berbicara di forum yang terhormat ini. Kunjungan saya ke Jepang kali ini adalah untuk yang ketiga kalinya sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia," ujar Wapres mengawali kuliah umumnya di Universitas Kyoto, Rabu.
Ia menyampaikan tahun lalu datang ke Tokyo untuk mewakili Presiden Republik Indonesia menyampaikan belasungkawa atas wafatnya mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.
"Dengan rasa bahagia, pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan kuliah umum dengan tema: 'Pengalaman Indonesia dalam Memperkuat Dialog Lintas Agama dan Islam Moderat sebagai Kontribusi untuk Menciptakan Perdamaian Dunia'," kata Wapres.
Dia mengatakan saat ini situasi dunia masih dihadapkan pada tantangan yang kompleks, baik terkait dengan persoalan keamanan maupun kesejahteraan.
Dunia internasional juga dihadapkan kepada menguatnya rivalitas di antara negara-negara adidaya dan antarbangsa yang dapat memunculkan benih-benih konflik terbuka pada abad ke-21.
Menurutnya, konflik global masih menjadi ancaman serius bagi dunia, seperti yang terjadi di Ukraina yang kini berimbas kepada munculnya krisis pangan dan krisis ekonomi di banyak negara.
"Bahkan, kini masih terjadi konflik dan perang di sejumlah negara Muslim, seperti Palestina, Suriah, Afghanistan, Yaman, dan Libya, di samping adanya ancaman ekstremisme keagamaan yang terjadi pada semua agama serta munculnya ketegangan dan konflik antarumat beragama di sejumlah wilayah tertentu," terangnya.
Dia menyampaikan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, baik oleh badan-badan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), pemerintah di sejumlah negara maupun kelompok-kelompok civil society, termasuk para tokoh agama dan intelektual di dunia.
Di antara upaya yang dilakukan oleh tokoh agama dan intelektual ini, kata Wapres, adalah dialog antaragama.
"Dalam konteks ini, saya mengutip pendapat filsuf Jerman Hans Küng, yang mengatakan bahwa 'tidak ada perdamaian antara bangsa-bangsa tanpa perdamaian antarpemeluk agama. Tidak ada perdamaian antaragama tanpa dialog lintas agama. Tidak ada dialog lintas agama tanpa investigasi terhadap fondasi agama-agama'," katanya.
Dia menekankan pilihan investasi penyelenggaraan dialog lintas agama semakin tepat dan semakin urgen saat ini dibandingkan dengan masa-masa yang lalu. Menurut Wapres, budaya dialog merupakan sarana ideal untuk membangun jembatan komunikasi antarpemeluk agama dan internal agama.
"Di sisi lain, tepat sekali, ketika ada banyak referensi kognitif, persepsi budaya berbeda, perbedaan posisi politik, kebutuhan akan dialog menjadi nyata, terutama melalui sentuhan kedekatan antarsesama pemeluk agama dengan menciptakan ruang bersama untuk kerja sama dan komunikasi yang menyejukkan. Kita akan hidup menikmati kesejahteraan bersama di atas perbedaan yang ada," tuturnya.
Wapres menyampaikan dalam masyarakat multietnik dan multiagama, kebutuhan akan dialog menjadi salah satu pilar untuk merawat dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebab, katanya, dialog adalah pengakuan akan keniscayaan perbedaan dalam arti keberagaman dalam hidup kemanusiaan mutlak yang mensyaratkan prinsip pengakuan keberadaan dan hak orang lain.
"Dialog ini diperlukan untuk tidak hanya dalam sebuah negara-bangsa, tetapi juga antarbangsa," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023