Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah masih berpotensi melemah pada hari ini terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengikuti pelemahan nilai tukar regional terhadap dolar AS.
Data Non Farm Payrolls AS yang dirilis pekan lalu lebih rendah dari ekspektasi pasar, yakni 185 ribu dari ekspektasi 205 ribu.
Sebaliknya, data tingkat pengangguran AS menunjukkan penurunan dari sebelumnya 3,6 persen menjadi 3,5 persen, dan rata-rata upah per jam tumbuh 0,4 persen dari 0,3 persen.
“(Di samping itu), pagi ini, data neraca perdagangan China bisa menjadi mover untuk nilai tukar rupiah. Pasar berekspektasi terjadi penurunan ekspor dan impor di bulan Juli dibandingkan bulan sebelumnya yang mengindikasikan penurunan aktivitas ekonomi,” ujar Ariston pula.
Ekspektasi neraca perdagangan China diperkirakan surplus 625,25 miliar dolar AS.
Bila rilis aktual data neraca perdagangan China menunjukkan penurunan yang lebih dalam, kata dia lagi, maka bisa menjadi sentimen negatif untuk rupiah.
“Di sisi lain, data pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia yang di atas ekspektasi, mungkin bisa menahan pelemahan rupiah hari ini,” katanya pula.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II-2023.
Pada kuartal II tahun ini, besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku tercatat sebesar Rp5.226,7 triliun, sedangkan PDB Atas Dasar Harga Konstan mencapai Rp3.075,7 triliun.
“Pertumbuhan ekonomi secara tahunan konsisten berada pada level 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut, menandakan pertumbuhan ekonomi kita semakin stabil,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analis Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat konferensi pers, di Jakarta, Senin (7/8).
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi, melemah 0,26 persen atau 40 poin menjadi Rp15.225 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.185 per dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023