Mahasiswa adalah intelektual yang memiliki tempat istimewa di mata masyarakat. Mereka dianggap memiliki peranan penting dalam sejarah berdirinya Pemerintahan Indonesia, terutama dalam menyambung suara rakyat yang dipercaya masih begitu jujur, idealis dan bebas dari tunggangan kelompok manapun.

Ada lima peran yang dimiliki mahasiswa, yaitu agent of change (penggerak perubahan), social control (kontrol sosial), moral force (penguat moral), guardian of value (penjaga nilai) dan iron stock (penerus bangsa).

Sebagai kaum akademis, mahasiswa sudah semestinya mengambil peran penting dalam berbagai aspek bidang kehidupan termasuk dalam bidang politik. Pesta demokrasi atau pemilihan umum (pemilu) sudah di depan mata. Mahasiswa dituntut untuk memainkan peran tersebut sebagai bukti bahwa mahasiswa masih mampu menunjukkan eksistensinya dengan aktif.

Sebagai agen perubahan dalam bidang politik, mahasiswa tidak harus terjun ke lapangan bermain dengan para pemangku kepentingan elite politik. Mahasiswa cukup memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang pentingnya berdemokrasi bagi bangsa dan negara.

Begitu juga dengan kontrol sosial yang harus dijaga mahasiswa selama menjalankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam melakukan kontrol pada pemilu ini.

Mahasiswa juga dinilai sebagai penguat moral bangsa. Pada pemilu kali ini, mahasiswa diharapkan mampu memiliki moral yang baik, menjadi teladan dan juga bisa memberikan dampak positif di masyarakat.

Tidak hanya itu, mahasiswa juga sebagai penjaga nilai atau menyebarkan nilai-nilai luhur yang selama ini diakui secara universal. Contohnya kejujuran, empati, keadilan, tanggung jawab, dan lainnya.

Peran mahasiswa dalam kaitannya dengan iron stock adalah menanggung nilai etis sebagai penyandang predikat mahasiswa secara bahasa maha yang artinya tinggi dan siswa adalah terpelajar.

Lima peran mahasiswa itu yang menunjukkan bahwa mahasiswa dapat mewakili lidah rakyat dalam mengontrol dan mengawasi berbagai kebijakan pemerintah, pelopor terwujudnya perubahan sosial pada masyarakat serta sebagai penerus kepemimpinan di masa yang akan datang.

Namun, di tengah kelompok intelektual ini masih ada pandangan apatis terhadap politik yang ada di Indonesia, contohnya saja pada pemilu. Mahasiswa masih banyak yang memilih menjadi golongan putih (golput) atau tidak menggunakan hak pilihnya.

Semestinya, mahasiswa harus bisa memberikan pemahaman tentang apa itu demokrasi kepada masyarakat, bukan malah membantu menyebarkan luaskan pandangan tentang apatisme (golput). Hal ini akan sangat merugikan bangsa Indonesia itu sendiri.

Untuk menjaga marwah demokrasi, mahasiswa sebaiknya tidak apatis dan hanya berdiam diri serta acuh tak acuh terhadap kontestasi pemilu di Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga tidak perlu reaktif mengingat negara ini merupakan negara hukum sehingga harus sesuai koridor atau aturan yang ada apabila ingin mengkritisi.

Idealisme

Memang pilihan untuk terlibat dalam suatu partai politik adalah hak setiap orang termasuk mahasiswa. Namun akan muncul pemikiran bahwa mahasiswa adalah seseorang yang memiliki intelegensi tinggi. Tetapi sebaliknya dengan mudahnya mahasiswa menjual intelegensi untuk memenangkan salah satu calon. Tentu hal itu perlu diwaspadai agar semangat idealisme sesuai dengan peran mahasiswa tetap terjaga.

Untuk itu, perlu melihat tipologi dari mahasiswa dalam pemilu. Dalam hal ini, tiopologi mahasiswa dibagi menjadi tiga kelompok yakni pertama, mahasiswa yang tidak peduli dengan pemilu, mereka bahkan tidak pernah peduli siapa yang mencalonkan diri. Kedua, mahasiswa yang paham tentang politik dan peduli dengan pemilu tetapi memilih diam.

Terakhir adalah mahasiswa yang paham akan politik dan mereka vokal dalam mengunggulkan salah satu calon. Bahkan mereka terang-terangan berkampanye di dalam Kampus. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena tidak seharusnya institusi pendidikan dijadikan ladang politik bagi mereka yang punya kepentingan.

Sebagai mahasiswa seharusnya dapat memposisikan diri dalam menghadapi situasi yang seperti ini dan memberi yang terbaik bagi masyarakat.

Pola pikir yang kritis dan dengan paradigma yang baik harus bisa dikedepankan oleh seorang mahasiswa, sebagai pengawal demokrasi. Sebagai mahasiswa harus dapat bersikap netral tidak condong terhadap salah satu calon tetapi juga tidak bersikap acuh tak acuh terhadap pemilu.

Mahasiswa sebagai kelompok intelektual harus memandang momentum pemilu sebagai hal penting yang berbeda dari momen-momen sebelumnya. Setiap mahasiswa Indonesia tentu bebas dalam menentukan pilihannya, tetapi apa pun sikap politik yang diambil haruslah rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

Melek politik

Masyarakat menilai mahasiswa adalah orang yang berpendidikan dan mempunyai kemampuan dalam keilmuan yang dilatarbelakanginya. Kepercayaan dari masyarakat itu yang menjadikan mahasiswa poros penting dalam berkehidupan termasuk persoalan sosial dan politik.

Oleh karena itu, di tahun politik ini, mahasiswa sebaiknya memilah terlebih dahulu berbagai informasi yang ada. Termasuk informasi yang beredar di media sosial (medsos). Informasi yang didapatkan setiap menit maupun detik sebaiknya terlebih dahulu melalui berbagai kajian yang mendalam untuk menarik sebuah kesimpulan.
 
KPU Jawa Timur saat menerima puluhan kunjungan mahasiswa FISIP UPN Veteran Jawa Timur dalam rangka edukasi soal perkembangan pemilu 2024, Kamis (7/9/2023). (ANTARA/HO-KPU Jatim)


Kontribusi mahasiswa di tahun politik saat ini hendaknya mengambil tindakan yang betul-betul melalui pengkajian mendalam terlebih dahulu untuk menarik suatu kesimpulan.

Semua sepakat bahwa pemilu menjadi wadah aspirasi politik warga Negara. Namun pada praktiknya, ada banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi di tengah pesta demokrasi ini.

Oleh karena itu, mahasiswa bisa mengambil peran dalam pemilu untuk mengajak atau mengorganisir para pemilih untuk menjadi cerdas, dan memberikan pengetahuan berupa pemahaman melek politik agar memilih calon pemimpin berdasarkan kinerja dan kredibilitasnya selama ini.

Banyak yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menyukseskan atau ikut berpartisipasi dalam Pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024, seperti halnya membantu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mendidik masyarakat yang masih belum paham soal pentingnya Pemilu. Atau juga melaksanakan gerakan sadar pemilu atau membuat ajakan untuk ikut pemilu.

Selain itu, mahasiswa juga bisa membantu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memantau dan mengawasi proses jalannya pemilu dengan baik. Mahasiswa juga bisa memberikan edukasi soal pemilih cerdas kepada masyarakat, mensosialisasikan tentang setiap tahapan penyelenggaraan pilkada, mengajak masyarakat tidak golput melainkan bersama-sama memilih pada hari pemungutan suara.

Relawan

Pada konteks pemilu ini, mahasiswa dapat memilih jalannya seperti menjadi bagian dari partai politik/peserta pemilu, pemantau pemilu, maupun sebagai penyelenggara pemilu. Namun, ketika mahasiswa terjun menjadi penyelenggara pemilu, maka harus menjaga integritas. Kecurangan akan ada apabila tidak menjaga integritas sebagai penyelenggara pemilu.

Gerakan-gerakan mahasiswa sangat diharapkan bagi penyelenggara pemilu, baik gerakan di ruang lingkup kampus, RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan, bahkan kabupaten/kota. Hal itu agar terciptanya penyelenggaraan pemilu yang bijaksana, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Perguruan Tinggi (PT) juga punya andil besar dalam menyukseskan pemilu kali ini. Seperti halnya yang dilakukan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dengan mengikutsertakan mahasiswa sebagai relawan pemantau yang disebar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur. Untuk Kota Surabaya sendiri targetnya separuh dari tiap daerah pemilihan (dapil) di tempat pemungutan suara (TPS) terisi relawan.

Sebelum mahasiswa diterjunkan sebagai relawan pemantau, mereka dibekali dengan sejumlah pengetahuan elektoral tahapan pemilu, bentuk-bentuk pelanggaran dan lainnya. Intinya relawan diminta membantu KPU maupun Bawaslu agar pemilu berlangsung dengan baik serta partisipasi masyarakat dalam pemilu meningkat .

Sebab, salah satu indikator partisipasi masyarakat dapat diamati melalui jumlah angka golput pada setiap Pemilu yang mengalami perubahan. Pemilu 1999 angka golput 10,21 persen, Pemilu 2004 meningkat 23,34 persen, Pemilu 2009 meningkat 29 persen, Pemilu 2014 meningkat menjadi 30,8 persen, dan Pemilu 2019 menurun 30,5 persen. Sedangkan tingkat golput pada Pilpres 2004 sebanyak 23,30 persen, 27,45 persen pada 2009, 30,42 persen pada 2014, dan 19,24 persen pada 2019.

Mahasiswa diharapkan dapat mengambil peran dalam menyukseskan pemilu sehingga mendukung terwujudnya demokrasi yang berkualitas. Mahasiswa bisa berperan aktif dalam menyukseskan Pemilu 2024 sekaligus mengambil pelajaran dari kegiatan politik tersebut.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023