Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melibatkan masyarakat setempat dalam revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemendikbudristek adalah mengadakan pelatihan wirausaha untuk diterapkan dalam Pasar Dusun Karet (Paduka), yang berada di dalam kompleks KCBN Muaro Jambi, sebagai pengganti usaha masyarakat yang belum terencana di wilayah tersebut.
"Kita bekerja sama dengan dunia usaha, kita latih manajemen tentang UMKM dengan salah satu bank di Indonesia. Setelah kita latih di suatu tempat pelatihan, tahun kemarin kita bawa studi komparasi di pasar," kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko di Jambi, Sabtu.
Agus menjelaskan sekitar 30 orang warga setempat yang dilatih dalam pelatihan tersebut diajari membuat makanan tradisional tanpa bahan pengawet. Selain itu, peserta juga dilatih untuk tidak berjualan menggunakan kantong plastik.
Kemudian, sambungnya, masyarakat setempat juga dilibatkan dalam pengelolaan buah-buahan, mulai dari proses pemeliharaan, panen, hingga jual beli dan pelelangan dari buah yang dihasilkan oleh pepohonan yang berada di kawasan KCBN Muaro Jambi.
"Kemarin, hasil dukuh ini kita lelang, nah itu dapat uang Rp700 juta, kemudian dipotong untuk (keperluan) macam-macam, (lalu) disetor ke negara, ke kas negara sekitar Rp600 juta," ujar Agus.
Ia menyebut pihaknya juga menyiasati adanya banjir di kawasan KCBN Muaro Jambi yang berada di bantaran Sungai Batanghari tersebut dengan mengumpulkan masyarakat yang memiliki sampan untuk dapat disewakan kepada pengunjung yang datang.
"Bagaimana banjir yang identik dengan susah, mata pencahariannya terhambat, rezekinya kurang, tapi (masyarakat) kita kumpulin, kita diskusi bagaimana pandangan kita untuk membalik banjir ini supaya menyenangkan dan mendatangkan rezeki," ujarnya.
Selain menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat, Agus menilai upaya tersebut dapat melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisi bahari, dimana pada masa lalu, Sungai Batanghari dikenal sebagai sungai yang strategis, tak terkecuali di bidang perdagangan.
Ia mengemukakan dalam waktu dekat, pihaknya akan mengajak sejumlah masyarakat untuk melakukan studi ke Vietnam guna mempelajari bagaimana masyarakat di tepi Sungai Mekong dapat melestarikan kebudayaan sekaligus memanfaatkan nilai ekonomisnya, untuk dapat diterapkan di wilayah KCBN Muaro Jambi yang berada di tepi Sungai Batanghari tersebut.
Salah seorang warga yang menyewakan sampan, Dian Ropiah (48) yang sehari-harinya hanya mengurus rumah tangga mengaku dirinya mampu menghasilkan tambahan sebanyak Rp100 ribu per hari dari hasil menyewakan sampan.
"Setelah adanya tempat ini (Paduka) penghasilan saya bertambah, karena kan sehari-hari di rumah doang ya (biasanya)," ujarnya.
Dian berharap adanya Paduka di kawasan KCBN Muaro Jambi ini dapat dilestarikan, sehingga semakin banyak masyarakat yang datang berkunjung, dan dapat meningkatkan ekonomi warga setempat.
Kawasan yang memiliki luas 3.981 hektare tersebut terdiri atas beberapa candi, seperti Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong I, Gedong II, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Astano.
Pengungkapan temuan-temuan arkeologis di KCBN Muaro Jambi mengindikasikan kawasan itu sebagai pusat pendidikan Buddhisme tertua dan terluas di Asia Tenggara pada masa lampau.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemendikbudristek adalah mengadakan pelatihan wirausaha untuk diterapkan dalam Pasar Dusun Karet (Paduka), yang berada di dalam kompleks KCBN Muaro Jambi, sebagai pengganti usaha masyarakat yang belum terencana di wilayah tersebut.
"Kita bekerja sama dengan dunia usaha, kita latih manajemen tentang UMKM dengan salah satu bank di Indonesia. Setelah kita latih di suatu tempat pelatihan, tahun kemarin kita bawa studi komparasi di pasar," kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko di Jambi, Sabtu.
Agus menjelaskan sekitar 30 orang warga setempat yang dilatih dalam pelatihan tersebut diajari membuat makanan tradisional tanpa bahan pengawet. Selain itu, peserta juga dilatih untuk tidak berjualan menggunakan kantong plastik.
Kemudian, sambungnya, masyarakat setempat juga dilibatkan dalam pengelolaan buah-buahan, mulai dari proses pemeliharaan, panen, hingga jual beli dan pelelangan dari buah yang dihasilkan oleh pepohonan yang berada di kawasan KCBN Muaro Jambi.
"Kemarin, hasil dukuh ini kita lelang, nah itu dapat uang Rp700 juta, kemudian dipotong untuk (keperluan) macam-macam, (lalu) disetor ke negara, ke kas negara sekitar Rp600 juta," ujar Agus.
Ia menyebut pihaknya juga menyiasati adanya banjir di kawasan KCBN Muaro Jambi yang berada di bantaran Sungai Batanghari tersebut dengan mengumpulkan masyarakat yang memiliki sampan untuk dapat disewakan kepada pengunjung yang datang.
"Bagaimana banjir yang identik dengan susah, mata pencahariannya terhambat, rezekinya kurang, tapi (masyarakat) kita kumpulin, kita diskusi bagaimana pandangan kita untuk membalik banjir ini supaya menyenangkan dan mendatangkan rezeki," ujarnya.
Selain menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat, Agus menilai upaya tersebut dapat melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisi bahari, dimana pada masa lalu, Sungai Batanghari dikenal sebagai sungai yang strategis, tak terkecuali di bidang perdagangan.
Ia mengemukakan dalam waktu dekat, pihaknya akan mengajak sejumlah masyarakat untuk melakukan studi ke Vietnam guna mempelajari bagaimana masyarakat di tepi Sungai Mekong dapat melestarikan kebudayaan sekaligus memanfaatkan nilai ekonomisnya, untuk dapat diterapkan di wilayah KCBN Muaro Jambi yang berada di tepi Sungai Batanghari tersebut.
Salah seorang warga yang menyewakan sampan, Dian Ropiah (48) yang sehari-harinya hanya mengurus rumah tangga mengaku dirinya mampu menghasilkan tambahan sebanyak Rp100 ribu per hari dari hasil menyewakan sampan.
"Setelah adanya tempat ini (Paduka) penghasilan saya bertambah, karena kan sehari-hari di rumah doang ya (biasanya)," ujarnya.
Dian berharap adanya Paduka di kawasan KCBN Muaro Jambi ini dapat dilestarikan, sehingga semakin banyak masyarakat yang datang berkunjung, dan dapat meningkatkan ekonomi warga setempat.
Kawasan yang memiliki luas 3.981 hektare tersebut terdiri atas beberapa candi, seperti Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong I, Gedong II, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Astano.
Pengungkapan temuan-temuan arkeologis di KCBN Muaro Jambi mengindikasikan kawasan itu sebagai pusat pendidikan Buddhisme tertua dan terluas di Asia Tenggara pada masa lampau.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024