Pembina Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Pendeta Gilbert Lumoindong, dapat menjadi pembelajaran untuk umat beragama.
“Semua pemuka agama setiap berbicara, harus dijaga lisannya, jangan buat kecewa,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Dia mengingatkan kasus itu harus dijadikan contoh dan pembelajaran, agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Dia menegaskan penistaan terhadap agama tidak boleh terjadi, karena ada aturan hukum yang mengatur terkait penistaan agama tersebut.
“Dalam urusan agama, ada undang-undang yang tidak boleh terjadi penistaan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1996, tidak hanya Islam, tapi juga mungkin ada Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu dan lain-lainnya,” kata Ketua Umum PB Perhimpunan Masyarakat Moderasi Beragama Indonesia (PMBI) itu.
Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Ipong Hembing Putra melaporkan Pendeta Gilbert ke Polda Metro Jaya, dengan laporan teregister nomor LP/B/2223/IV/2024/SPKT Polda Metro Jaya tertanggal 25 April 2024 terkait Pasal 156 a KUHP tentang Tindak Pidana Penistaan Agama.
Ali pun mengapresiasi langkah yang diambil oleh para pengurus PITI, yang memilih melaporkan dugaan penistaan agama ke aparat penegak hukum. Sebagai Umat Islam, dia mengaku sudah memaafkan. Namun, karena sudah ada proses hukum yang berjalan, maka itu juga harus tetap dihormati.
“Sekarang ada proses hukum, sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. PITI ini, mereka mualaf-mualaf luar biasa. Ketum PITI Ipong Hembing Putra keberatan, dia tersinggung, dia laporkan secara proses hukum," kata Ali menegaskan.
Sementara itu, Ketua Umum PITI Ipong Hembing mengatakan laporan itu dilakukan, agar ke depannya tidak terulang kembali hal serupa. Selain itu, umat beragama bisa saling menghormati serta tidak saling merendahkan satu sama lainnya.
“Semoga kita, umat beragama, bisa saling terus bertoleransi, hidup damai berdampingan, saling menghormati dan tidak saling menghujat,” harapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
“Semua pemuka agama setiap berbicara, harus dijaga lisannya, jangan buat kecewa,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Dia mengingatkan kasus itu harus dijadikan contoh dan pembelajaran, agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Dia menegaskan penistaan terhadap agama tidak boleh terjadi, karena ada aturan hukum yang mengatur terkait penistaan agama tersebut.
“Dalam urusan agama, ada undang-undang yang tidak boleh terjadi penistaan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1996, tidak hanya Islam, tapi juga mungkin ada Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu dan lain-lainnya,” kata Ketua Umum PB Perhimpunan Masyarakat Moderasi Beragama Indonesia (PMBI) itu.
Ketua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Ipong Hembing Putra melaporkan Pendeta Gilbert ke Polda Metro Jaya, dengan laporan teregister nomor LP/B/2223/IV/2024/SPKT Polda Metro Jaya tertanggal 25 April 2024 terkait Pasal 156 a KUHP tentang Tindak Pidana Penistaan Agama.
Ali pun mengapresiasi langkah yang diambil oleh para pengurus PITI, yang memilih melaporkan dugaan penistaan agama ke aparat penegak hukum. Sebagai Umat Islam, dia mengaku sudah memaafkan. Namun, karena sudah ada proses hukum yang berjalan, maka itu juga harus tetap dihormati.
“Sekarang ada proses hukum, sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. PITI ini, mereka mualaf-mualaf luar biasa. Ketum PITI Ipong Hembing Putra keberatan, dia tersinggung, dia laporkan secara proses hukum," kata Ali menegaskan.
Sementara itu, Ketua Umum PITI Ipong Hembing mengatakan laporan itu dilakukan, agar ke depannya tidak terulang kembali hal serupa. Selain itu, umat beragama bisa saling menghormati serta tidak saling merendahkan satu sama lainnya.
“Semoga kita, umat beragama, bisa saling terus bertoleransi, hidup damai berdampingan, saling menghormati dan tidak saling menghujat,” harapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024