Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina.
"Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.
Dengan demikian, Maryono menuturkan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500 kepada terdakwa.
Maryono menjelaskan terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah dari tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.
Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis, yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, Dirut Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.
Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Mantan Dirut Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
"Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.
Dengan demikian, Maryono menuturkan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500 kepada terdakwa.
Maryono menjelaskan terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah dari tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.
Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis, yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, Dirut Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.
Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Mantan Dirut Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024