Jakarta (ANTARA Jambi) - Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 43.085
kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal tahun hingga saat ini
dan ribuan pekerja lain yang kini dirumahkan juga terancam kena PHK.
"Ada sekitar 6.496 pekerja terancam PHK, posisi saat ini
dirumahkan," kata Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Kementerian Ketenagakerjaan Sahat Sinurat di Jakarta, Senin.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi disebut sebagai salah satu penyebab
PHK, yang jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar dari jumlah
yang tercatat.
"Angka ini (adalah) angka yang dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja," tambah Sahat.
PHK terjadi di beberapa sektor yang banyak menyerap tenaga kerja
seperti industri garmen, sepatu, elektronik dan pertambangan batu bara.
Sahat memaparkan PHK terjadi di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Riau.
Alasan PHK antara lain tidak adanya pesanan masuk ke perusahaan,
efisiensi, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak
diperpanjang, perusahaan mengakhiri perpanjangan kontrak kepada pihak
ketiga dan perusahaan tutup.
"Saat ini dilakukan koordinasi dengan Disnaker untuk meningkatkan
pembinaan kepada perusahaan. Kemudian juga mendorong lembaga kerja sama
bipartit ditingkatkan di perusahaan," ujarnya tentang upaya mencegah
PHK.
Selain itu pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.
Dalam surat edaran itu, pemerintah menganjurkan beberapa langkah
yang dapat ditempuh perusahaan sebelum melakukan PHK yaitu mengurangi
upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur serta mengurangi jam kerja.
Selain itu perusahaan disarankan terlebih dahulu melakukan upaya
seperti mengurangi hari kerja, meliburkan/merumahkan pekerja, tidak
memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya dan
memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
43.085 pekerja kena PHK
Senin, 28 September 2015 15:34 WIB