Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menjamin rasio utang dikelola dalam batas aman pada APBN 2021 yang tidak melebihi 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.
Menurut dia, dalam kebijakan makro fiskal tahun 2021, besaran defisit diperkirakan berada pada rentang 3,05-4,01 persen terhadap PDB.
Rasio utang, lanjut dia, juga diproyeksi naik kisaran 33,8-35,88 persen terhadap PDB.
Besaran defisit dan rasio utang yang masih tinggi itu, kata dia, tidak terlepas dari upaya pemerintah melakukan pemulihan ekonomi sebagai imbas dari dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan pandemi COVID-19 tahun 2020.
Ia mengharapkan APBN 2021 menjadi instrumen yang melindungi masyarakat paling terdampak, memperkuat ekonomi domestik, pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional.
Kebijakan fiskal tahun 2021, lanjut dia, juga tidak berdiri sendiri namun menjadi bagian jangka menengah melalui reformasi sejumlah sektor terutama untuk produktivitas dan daya saing agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Sebagai gambaran utang pemerintah pusat, Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang per akhir Mei 2020 mencapai Rp5.258,57 triliun atau mencapai 32,09 persen terhadap PDB.
Rinciannya, sebesar Rp4.442,90 atau 84,49 persen bersumber dari surat berharga negara (SBN) terdiri dari SBN dalam bentuk rupiah (domestik) sebesar Rp3.248,23 triliun dan valuta asing Rp1.194,67 triliun.
Selain SBN, utang juga berasal dari pinjaman atau 15,51 persen mencapai Rp815,66 triliun terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp9,94 triliun dan luar negeri Rp805,72 triliun.
Meningkatnya utang pemerintah pusat itu karena kebutuhan pembiayaan yang meningkat akibat pandemi COVID-19 untuk kesehatan, jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi nasional.
Baca juga: Ekonom: Postur RI lebih baik dibandingkan negara lain hadapi COVID-19
Baca juga: Pemerintah akan terbitkan SBN Rp697,3 triliun hingga akhir 2020
Baca juga: Waspada kelola utang di masa pandemi COVID-19