New York (ANTARA) - Harga minyak terangkat sekitar dua persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena para pedagang menunggu data stok bahan bakar AS di tengah optimisme bahwa China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, dapat dibuka kembali dari pembatasan ketat COVID.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari bertambah 1,84 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi ditutup di 94,65 dolar per barel di London ICE Futures Exchange, dikutip dari Xinhua.
Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis laporan status minyak mingguan pada Rabu waktu setempat. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan laporan tersebut menunjukkan penurunan 1,6 juta barel dalam pasokan minyak mentah AS selama pekan yang berakhir 28 Oktober.
Pedagang juga memperhatikan Federal Reserve ketika bank sentral AS akan membuat pengumuman suku bunga pada Rabu sore waktu setempat saat mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari.
Pengetatan kebijakan agresif oleh bank sentral utama untuk menjinakkan inflasi telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi resesi dan dampaknya terhadap permintaan energi.
Bulan lalu, harga minyak menuai keuntungan, didukung oleh keputusan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+.
Harga Brent dan WTI keduanya mencatat kenaikan bulanan pada Oktober, yang pertama sejak Mei, setelah OPEC+, memangkas produksi yang ditargetkan sebesar 2 juta barel per hari ( bph). Untuk Oktober, patokan minyak mentah AS menguat 8,9 persen, sementara Brent naik 7,8 persen.
OPEC menaikkan perkiraannya untuk permintaan minyak dunia dalam jangka menengah dan panjang pada Senin (31/10/2022), mengatakan bahwa investasi 12,1 triliun dolar AS diperlukan untuk memenuhi permintaan ini.
Faktor-faktor bullish ini telah mengimbangi kekhawatiran permintaan yang ditimbulkan oleh pembatasan COVID-19 yang menurunkan aktivitas pabrik China pada Oktober dan memotong impornya dari Jepang dan Korea Selatan.