Singapura (ANTARA) - Harga minyak melanjutkan penurunan di perdagangan Asia pada Kamis sore, karena kekhawatiran atas ketegangan geopolitik mereda, sementara meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di China menambah kekhawatiran permintaan di importir minyak mentah terbesar dunia.
Pada Rabu harga Brent turun 1,1 persen dan WTI jatuh 1,5 persen setelah pengiriman minyak Rusia melalui pipa Druzhba ke Hongaria dimulai kembali.
Harga minyak mentah turun setelah NATO membersihkan Rusia dari kecurigaan dalam serangan rudal di Polandia, "sementara kekhawatiran permintaan kembali menjadi fokus pedagang di tengah pembatasan COVID China yang sedang berlangsung dan prospek ekonomi global yang suram," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.
Polandia dan aliansi militer NATO mengatakan pada Rabu (16/11/2022) sebuah rudal yang jatuh di dalam wilayah anggota NATO Polandia mungkin ditembakkan oleh pertahanan udara Ukraina dan bukan serangan Rusia, meredakan kekhawatiran perang antara Rusia dan Ukraina yang meluas melintasi perbatasan.
"Sepertinya kita tidak melihat eskalasi langsung dari Rusia dan untuk sementara menghilangkan beberapa risiko pasokan jangka pendek," kata Analis Pasar Senior OANDA, Edward Moya.
Harga juga berjuang untuk menemukan arah setelah laporan persediaan beragam dari Badan Informasi Energi AS (EIA), katanya.
Stok minyak mentah di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar dunia, turun 5,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 11 November menjadi 435,4 juta barel, kata EIA pada Rabu (16/11/2022), jauh lebih curam daripada perkiraan penurunan 440.000 barel dalam jajak pendapat Reuters.
Namun persediaan bensin dan bahan bakar sulingan naik lebih besar dari ekspektasi. Lebih banyak minyak akan mengalir ke Amerika Serikat karena TC Energy mencabut force majeure pada pipa Keystone 622.000 barel per hari yang memasok Midwest dan Gulf Coast, setelah pengiriman dikurangi sebesar 7,0 persen.
Kekhawatiran berkelanjutan tentang lemahnya permintaan di China juga "menjaga pasar tetap lesu," kata Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management.
"Dengan kasus COVID di China yang terus meningkat, terutama saat kita bergerak menuju musim flu, para pedagang hanya memiliki sedikit pilihan untuk mengkalibrasi ulang posisi yang mencerminkan kemungkinan penguncian lebih lanjut di pusat-pusat padat penduduk yang merugikan permintaan minyak secara eksponensial lebih banyak daripada wilayah ekonomi lainnya," ucap Innes.
Beban kasus COVID China kecil dibandingkan dengan negara lain di dunia, tetapi negara itu mempertahankan kebijakan ketat untuk menghentikan kasus sebelum menyebar lebih jauh.
Komisi Kesehatan Nasional China pada Kamis melaporkan 23.276 infeksi COVID-19 harian baru.