Jakarta (ANTARA Jambi) - Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, Bupati Garut Aceng HM Fikri berpeluang untuk diberhentikan, yang realisasinya tergantung pada Panitia Khusus di DPRD Garut.
"Pansus di DPRD harus lengkap sebagai representasi simbolik dari keterwakilan rakyat. Pemberhentian bisa dilakukan melalui mekanisme hak menyatakan pendapat," kata Reydonnyzar Moenek di Jakarta, Jumat.
Reydonnyzar Moenek menjadi salah satu pembicara dalam Talkshow DPD Perspektif Indonesia "Bila Pejabat Publik Melanggar Hukum dan Etika" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Hak menyatakan pendapat itu, kata Donny, selanjutnya akan disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA). MA kemudian akan mengadili dan memutuskan apakah benar ada pelanggaran sumpah jabatan atau tidak.
"Selanjutnya putusan MA itu akan dikembalikan kepada DPR untuk disidangkan, kemudian pemberhentian diusulkan kepada gubernur dan presiden melalui Mendagri," katanya.
Donny mengatakan, kasus yang terjadi di Garut itu sebenarnya merupakan ranah privat seseorang. Namun sebagai pejabat publik, Aceng seharusnnya menjunjung tinggi keteladanan dan etika.
"Posisi kepala daerah sudah diatur dalam undang-undang otonomi daerah. Terdapat kewajiban kepala daerah untuk menaati dan menegakkan aturan serta menjaga etika dan norma-norma dalam pemerintahan daerah," tuturnya.
Dalam kasus Aceng, Donny melihat bahwa bupati tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam undang-undang itu, setiap perkawinan harus dicatatkan kepada negara.
"Undang-undang itu untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita. Pencatatan pernikahan terkait dengan hubungan perdata, hak waris dan lain-lain," ujarnya.
Dengan pernikahan siri, perkawinan yang dilakukan hanya sah secara agama tetapi belum sah secara hukum negara. Dengan melakukan nikah siri, Aceng telah melanggar sumpah dan janji jabatan yang pernah diucapkan saat dilantik sebagai bupati.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012