Jakarta (ANTARA Jambi) - Badan Narkotika Nasional (BNN) berpendapat tersangka kasus narkoba Raffi Ahmad seharusnya dijerat Undang-Undang Kesehatan agar kasusnya bisa segera diselesaikan.

"Sebenarnya ada satu jalan, yaitu dijerat Undang-Undang Kesehatan karena narkoba yang dia pakai itu baru, yakni methylon dan belum dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," kata Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN Vincentius Sambudiyono di Jakarta, Rabu.

Namun, Sambudiyono menjelaskan, apabila dikenakan Undang-Undang Kesehatan, seharusnya berkas penyidikan dilimpahkan kepada Direktorat Narkoba Bareskrim Polri karena BNN tidak memiliki kewenangan untuk menyidik dengan UU tersebut.

"Seperti kasusnya Zarima, dia tidak bisa dijerat karena jenis narkotikanya baru, tapi dia bisa dijerat UU Kesehatan, tapi kan itu penyidikannya dilakukan oleh Polri," katanya.

Penyidik Polri, selain UU Narkoba bisa di-juncto-kan pada UU lain, masalahnya kalau BNN yang melakukan tidak bisa karena BNN bisanya di UU Narkotika dan tindak pidana pencucian uang, katanya.

Dia mengaku sebetulnya masih bisa berkoordinasi dengan Ditnarkoba Bareskrim Polri untuk menyelesaikan kasus tersebut agar tidak ditunda terlalu lama.

"Ya, ujung-ujungnya lempar-lemparan, itu tidak bagus kita seperti itu. Harus ada ketegasan kalau diserahkan ya serahkan (ke Ditnarkoba) agar bisa ditindaklanjuti," katanya.

Pihaknya bisa menghentikan penyidikan apabila kasus selebritas kondang tersebut terus-menerus "dilempar".

"Kalau berkas kasus itu dibolak-balik, kami bisa mengambil keputusan penghentian penyidikan kalau sudah tidak ada jalan, mau apa," katanya.

Sambudiyono juga mengatakan kemungkinan ada ketidaksepahaman antara penyidik BNN dengan Jaksa Agung dalam proses yuridis kasus tersebut.

"Kejagung mempunyai hak untuk mengoreksi dan meneliti berkas, bagi dia pendapatnya yang cocok UU ini misalkan. BNN sejak awal menghendaki rehabilitasi," katanya.(Ant)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013