Jakarta (ANTARA Jambi) - Kementerian Dalam Negeri akan menelusuri praktik pungutan liar yang dilakukan aparat Dinas Dukcapil kepada Komisi Pemilihan Umum di daerah terkait upaya pemutakhiran data pemilih, kata Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, Rabu.
"Kami akan menelusuri informasi itu. Kalau benar terjadi (pungli), saya akan minta kepada Inspektorat untuk memeriksa dan cek ke sana (daerah). Itu kan merugikan daerah," kata Gamawan usai melantik sejumlah pejabat eselon I, II dan III di Gedung Kemendagri.
Mendagri mengaku pihaknya sudah mengetahui adanya informasi praktik pungli yang merugikan pemerintah daerah itu sendiri karena pemutakhiran data pemilih berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu anggota DPRD.
Kemendagri bahkan telah mengirimkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh kepala daerah untuk memerintahkan jajarannya dalam rangka membantu kesuksesan pelaksanaan Pemilu.
"Kami sudah mengundang kepala daerah untuk rapat di sini (Jakarta), padahal pembuatan KTP saja gratis, apalagi ini soal membantu KPU. Maka akan kami cek dulu dan berapa jumlahnya," lanjut dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman mengatakan pihaknya akan membuat Surat Edaran lagi mengenai larangan adanya pungutan di luar ketentuan.
"Kalau (memang) ada, kami akan buat lagi SE itu bahwa tidak diperkenankan menarik pungutan yang di luar ketentuan. Dan itu sebetulnya bukan hanya untuk Disdukcapil saja, tapi untuk semua petugas," kata Irman.
Berdasarkan informasi, sedikitnya petugas KPU di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Ambon dan Papua mengakui ada permintaan uang dari petugas Disdukcapil setempat.
Rata-rata jumlah uang yang diminta aparat Disdukcapil sekira Rp1.000 untuk satu data pemilih yang akan diverifikasi oleh KPU daerah.
Sedikitnya 3,3 juta pemilih di daftar pemilih tetap (DPT) tidak ditemukan keberadaannya dalam data kependudukan atau daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) milik Kemendagri.
Akibatnya, KPU melakukan pemutakhiran ulang terhadap data pemilih di lapangan hingga batas waktu dua pekan sebelum hari pemungutan suara pada 9 April mendatang.
Terhadap data tersebut, petugas pemutakhiran KPU di daerah diwajibkan berkoordinasi dengan Disdukcapil setempat guna mengetahui apakah pemilih tersebut sudah memiliki nomor induk kependudukan (NIK) atau belum. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Kami akan menelusuri informasi itu. Kalau benar terjadi (pungli), saya akan minta kepada Inspektorat untuk memeriksa dan cek ke sana (daerah). Itu kan merugikan daerah," kata Gamawan usai melantik sejumlah pejabat eselon I, II dan III di Gedung Kemendagri.
Mendagri mengaku pihaknya sudah mengetahui adanya informasi praktik pungli yang merugikan pemerintah daerah itu sendiri karena pemutakhiran data pemilih berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu anggota DPRD.
Kemendagri bahkan telah mengirimkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh kepala daerah untuk memerintahkan jajarannya dalam rangka membantu kesuksesan pelaksanaan Pemilu.
"Kami sudah mengundang kepala daerah untuk rapat di sini (Jakarta), padahal pembuatan KTP saja gratis, apalagi ini soal membantu KPU. Maka akan kami cek dulu dan berapa jumlahnya," lanjut dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman mengatakan pihaknya akan membuat Surat Edaran lagi mengenai larangan adanya pungutan di luar ketentuan.
"Kalau (memang) ada, kami akan buat lagi SE itu bahwa tidak diperkenankan menarik pungutan yang di luar ketentuan. Dan itu sebetulnya bukan hanya untuk Disdukcapil saja, tapi untuk semua petugas," kata Irman.
Berdasarkan informasi, sedikitnya petugas KPU di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Ambon dan Papua mengakui ada permintaan uang dari petugas Disdukcapil setempat.
Rata-rata jumlah uang yang diminta aparat Disdukcapil sekira Rp1.000 untuk satu data pemilih yang akan diverifikasi oleh KPU daerah.
Sedikitnya 3,3 juta pemilih di daftar pemilih tetap (DPT) tidak ditemukan keberadaannya dalam data kependudukan atau daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) milik Kemendagri.
Akibatnya, KPU melakukan pemutakhiran ulang terhadap data pemilih di lapangan hingga batas waktu dua pekan sebelum hari pemungutan suara pada 9 April mendatang.
Terhadap data tersebut, petugas pemutakhiran KPU di daerah diwajibkan berkoordinasi dengan Disdukcapil setempat guna mengetahui apakah pemilih tersebut sudah memiliki nomor induk kependudukan (NIK) atau belum. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014