Surabaya (ANTARA Jambi) - PT Pertamina (Persero) terancam didenda antara Rp1 miliar hingga Rp25 miliar akibat kenaikan harga elpiji 12 kilogram (Kg) secara sepihak yang diberlakukan sejak 1 Januari 2014.

"Denda tersebut dimungkinkan karena kami berhasil membuktikan bisnis elpiji yang digeluti Pertamina termasuk dalam kategori monopoli," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Ahmad Junaidi, dihubungi dari Surabaya, Minggu malam.

KPPU telah memanggil Pertamina untuk meminta klarifikasi mengenai kebijakan menaikkan harga elpiji 12 Kg.

Hal itu didasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan adanya campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga untuk cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak.

"Seperti bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi ini. Dari dasar tersebut KPPU menilai tindakan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 Kg merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan," ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, bisnis elpiji 12 Kg yang dilakukan Pertamina tidak termasuk dalam katagori monopoli. Hal itu dikarenakan siapa pun badan usaha yang ingin masuk ke dalam bisnis elpiji 12 Kg dapat masuk.

"Namun dalam praktiknya, Pertamina adalah pemain satu-satunya di sektor bisnis itu," katanya.

Kini, salah satu faktor yang perlu dicermati adalah alasan Pertamina bahwa bisnis elpiji 12 Kg mengalami kerugian. Pernyataan tersebut justru terbilang aneh.

"Pertamina yang mempublikasikan bahwa bisnis elpiji 12 kg itu rugi lantaran BUMN tersebut tak ingin ada badan usaha lain yang menjalankan bisnis serupa. Khususnya, elpiji 12 Kg sebagai bagian dari 'entry barrier'," katanya.

Menyikapi hal itu, Pemerhati Minyak, Kurtubi, mengatakan, idealnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa lebih cermat saat mengeluarkan opini tentang kerugian Pertamina di bisnis elpiji 12 Kg. Sementara, seharusnya rekomendasi yang keluar dari BPK bukan meminta Pertamina menaikkan harga jual elpiji 12 Kg.

"Sudah sepatutnya rekomendasi BPK adalah meminta agar Pertamina mengefisienkan pengadaan elpiji 12 Kg," katanya.

Apalagi, sampai saat ini pengadaan elpiji Pertamina belum efisien. Kondisi itu dapat dilihat dari upaya Pertamina mengimpor komoditas tersebut melalui "broker".

Padahal, BUMN itu bisa membeli elpiji dari produsennya secara langsung dengan kontrak jangka panjang.

"Apabila Pertamina tidak membeli gas cair dari 'broker', kami yakin langkah tersebut dapat menurunkan biaya pokok pengadaan elpiji. Ujung-ujungnya mampu menurunkan kerugian Pertamina," katanya.(Ant)

Pewarta:

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014