Simpang Ampek, Sumbar, 2/5 (Antara) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Peduli Insan Nagari Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar), menduga PT Perkebunan Nusantara (PTPN VI) membayar upah karyawan buruh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumbar.
"Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beralamat di Sariak Kecamatan Luhak Nan Duo ini sudah keterlaluan dan diduga melanggar Undang-Undang (UU) ketanagakerjaan," kata Ketua LSM Forum Peduli Insan Nagari, Jasmir Sikumbang, di Simpang Ampek, Jumat.
Ia mengatakan sangat miris mendengar sekitar 16 orang karyawan yang enggan ditulis namanya mengadukan nasib mereka kepada dirinya.
Ia menjelaskan pengakuan karyawan buruh tersebut ada yang menerima gaji diangka Rp625.000 per bulan.
"Kalau absen satu hari, gaji dipotong, kalau bekerja melebih target juga tak dibayarkan," katanya.
Ia menjelaskan gaji tukang pemanen buah kelapa sawit adalah Rp55.000 per hari dengan target 85 tandan per hari atau total 9.240 kilogram perbulan.
Jika pekerja pemanen bekerja melebihi target dapat tambahan jatah beras Rp15 kg setara dengan Rp120.000, kalau kurang beras dipotong. Kalau ditotal semua juga masih di bawah UMP.
"Gaji satu orang karyawan antara Rp625.00 sampai 800.000/bulan. Itu jauh dari UMP yang mencapai Rp1.490.000 per bulan," katanya.
Selain itu ada tenaga pemeliharaan lapangan dengan gaji Rp25 ribu/ per hari dsn enaga pemupuk dengan gaji Rp30 ribu per hari.
Kondisi itu, katanya, sudah mereka jalani sejak belasan tahun yang lalu dirasakan oleh sekitar 400 karyawan dengan status karyawan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
"Jika memang ini semua benar maka akan saya bongkar. Ini jelas sudah keterlaluan dan seolah-olah karyawan buruh adalah budak," tegasnya.
Oleh karena itu, ia berharap, praktek perbudakan pada perusahaan negara negara ini dihentikan karena dinilai tidak berprikemanusian serta bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Dalam pasal 90 disebutkan, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang ditetapkan provinsi. Selain itu pasal 99 ayat 1 berbunyi setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Ia meminta kepada pihak berwenang dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Pasaman Barat, Dewan Pengupahan dan Komisi C DPRD Pasaman Barat untuk meninjau persoalan ini karena sudah keterlaluan.
"Sudah ada sekitar 16 karyawan pekerja waktu tertentu itu, yang datang berkeluh kesah kepada saya. Mereka takut menyebutkan nama karena diancam akan diberhentikan," katanya.
Ia menegaskan sebagai anak nagari yang punya LSM ia merasa terpanggil untuk membantunya dan mendampingi mereka hingga persoalannya tuntas.
Seharusnya, katanya, PTPN VI sebagai perusahaan negara harus memberikan contoh yang baik dalam memperkerjakan karyawan.
"Apapun namanya semua karyawan harus diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan aturan yang berlaku di negara ini, perusahan tidak boleh sewenang-wenang saja," tegasnya.
Humas PTP Nusantara VI, E. K Siagian yang berupaya dihubungi via teleponnya tidak mengangkat dan pesan singkat tidak dibalas. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beralamat di Sariak Kecamatan Luhak Nan Duo ini sudah keterlaluan dan diduga melanggar Undang-Undang (UU) ketanagakerjaan," kata Ketua LSM Forum Peduli Insan Nagari, Jasmir Sikumbang, di Simpang Ampek, Jumat.
Ia mengatakan sangat miris mendengar sekitar 16 orang karyawan yang enggan ditulis namanya mengadukan nasib mereka kepada dirinya.
Ia menjelaskan pengakuan karyawan buruh tersebut ada yang menerima gaji diangka Rp625.000 per bulan.
"Kalau absen satu hari, gaji dipotong, kalau bekerja melebih target juga tak dibayarkan," katanya.
Ia menjelaskan gaji tukang pemanen buah kelapa sawit adalah Rp55.000 per hari dengan target 85 tandan per hari atau total 9.240 kilogram perbulan.
Jika pekerja pemanen bekerja melebihi target dapat tambahan jatah beras Rp15 kg setara dengan Rp120.000, kalau kurang beras dipotong. Kalau ditotal semua juga masih di bawah UMP.
"Gaji satu orang karyawan antara Rp625.00 sampai 800.000/bulan. Itu jauh dari UMP yang mencapai Rp1.490.000 per bulan," katanya.
Selain itu ada tenaga pemeliharaan lapangan dengan gaji Rp25 ribu/ per hari dsn enaga pemupuk dengan gaji Rp30 ribu per hari.
Kondisi itu, katanya, sudah mereka jalani sejak belasan tahun yang lalu dirasakan oleh sekitar 400 karyawan dengan status karyawan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
"Jika memang ini semua benar maka akan saya bongkar. Ini jelas sudah keterlaluan dan seolah-olah karyawan buruh adalah budak," tegasnya.
Oleh karena itu, ia berharap, praktek perbudakan pada perusahaan negara negara ini dihentikan karena dinilai tidak berprikemanusian serta bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Dalam pasal 90 disebutkan, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang ditetapkan provinsi. Selain itu pasal 99 ayat 1 berbunyi setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Ia meminta kepada pihak berwenang dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Pasaman Barat, Dewan Pengupahan dan Komisi C DPRD Pasaman Barat untuk meninjau persoalan ini karena sudah keterlaluan.
"Sudah ada sekitar 16 karyawan pekerja waktu tertentu itu, yang datang berkeluh kesah kepada saya. Mereka takut menyebutkan nama karena diancam akan diberhentikan," katanya.
Ia menegaskan sebagai anak nagari yang punya LSM ia merasa terpanggil untuk membantunya dan mendampingi mereka hingga persoalannya tuntas.
Seharusnya, katanya, PTPN VI sebagai perusahaan negara harus memberikan contoh yang baik dalam memperkerjakan karyawan.
"Apapun namanya semua karyawan harus diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan aturan yang berlaku di negara ini, perusahan tidak boleh sewenang-wenang saja," tegasnya.
Humas PTP Nusantara VI, E. K Siagian yang berupaya dihubungi via teleponnya tidak mengangkat dan pesan singkat tidak dibalas. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014