Jakarta (ANTARA Jambi) - Pemerhati perempuan dan anak Giwo Rubianto mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 61/2014 mengenai pelegalan aborsi  bagi perempuan korban pemerkosaan bertentangan dengan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

"Dalam perspektif perlindungan anak, memang masih terjadi perdebatan. Karena aborsi meski bagi janin berusia 40 hari dari korban perkosaan tetap bertentangan dengan UU Perlindungan Anak," ujar Giwo di Jakarta, Selasa.

Dalam UU Perlindungan Anak; meski masih dalam kandungan anak tetap memiiki "hak hidup" dan "kelangsungan hidup".

Perbuatan aborsi bertentangan dengan kelangsungan hidup.

Dia menambahkan PP Aborsi itu telah menjadi kontroversi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat aborsi menjadi tidak dilarang apabila keberadaan si bayi mengancam keselamatan jiwa dan raga ibunya.

Sementara jika tindakan itu dilakukan tanpa ada dasar dan alasan jelas, aborsi adalah ilegal. Melanggar hukum Islam dan hukum negara.

Sedangkan menurut Menteri Kesehatan, PP Aborsi tetap membatasi
bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan.

Baik undang-undang maupun PP mengatakan, aborsi dilarang, kecuali untuk dua keadaan yakni gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan.

PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Kontroversi mengenai PP ini harus diakhiri, karena sejumlah kementerian dan lembaga negara tidak memiliki perspektif yang sama terhadap PP ini, bahkan bertentangan."

Kondisi itu akan merugikan upaya perlindungan perempuan dan upaya optimalisasi perlindungan anak.

"Pemerintah harus duduk bersama dalam hal ini kementerian dan lembaga negara serta tokoh agama dan masyarakat untuk membahas secara khusus dalam memahami PP tersebut, sehingga tidak menimbulkan simpang siur bahkan dikhawatirkan menimbulkan keresahan masyarakat," terangnya.

Pewarta: Indriani

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014