Jambi (ANTARA Jambi) - Kebakaran lahan gambut di Provinsi Jambi ternyata menimbulkan kerugian ekonomi senilai Rp44,4 triliun, kata peneliti pada Fakultas Kehutanan IPB Basuki Wasis.

Luas lahan gambut di Jambi yang terbakar mencapai 286.527,3 hektare dengan volume gambutnya lebih dari 46 juta meter kubik, katanya di Jambi, Rabu.

Jumlah luas lahan dan angka kerugian ekonomi itu timbul berdasarkan kajian dan evaluasi dampak kebakaran lahan gambut di tiga Kabupaten di Provinsi Jambi.

Ketiga daerah itu masing-masing  Kabupaten Muarojambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.

Dijelaskannya, penghitungan penilaian valuasi bersifat relatif dan dapat diperdebatkan berdasarkan metode pendekatan individu, kelompok orang, waktu dan tempat. Oleh karena itu perlu dasar perhitungan nilai yang layak dan dapat ipertanggungjawabkan.

"Dalam studi ini metode perhitungan dampak kebakaran gambut di Jambi mengunakan pendekatan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 tentang ganti kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup," kata Wasis.

Dijelaskannya, Permen Lingkungan Hidup itu sudah memuat substansi, bahasa, dan aturan hukum yang jelas dan benar. Permen tersebut diantaranya berbunyi kebakaran gambut akan menimbulkan kerugian ekonomi, kerusakan tak ternilai dan biaya pemulihan lingkungan.

Lanjutnya, potensi kebakaran di lahan gambut di tiga kabupaten itu terkonsentrasi di areal perkebunan dan hutan tanaman dengan total luasan mencapai 71,3 persen dari keseluruhan potensi kebakaran di lahan gambut di tiga Kabupaten.

Sedangkan potensi kebakaran di perkebunan sawit milik perusahaan mencapai seluasn 49.485 hektare atau 45,7 persen dari seluruh potensi kebakaran di areal gambut di tiga Kabupaten. Sementara potensi kebakaran di hutan tanaman seluas 27.740,2 hektare atau 25,6 persen

Menurut Wasis, hasil analisa yang dilakukan menunjukan bahwa kebakaran hutan dan lahan gambut di tiga Kabupaten menyebabkan kerusakan tanah dan lingkungan.

Dari tiga Kabupaten yang dianalisis, Muarojambi merupakan yang paling rawan terbakar. Hal ini terlihat dari besarnya persentase luasan potensi kebakaran di daerah itu.

Dia menambahkan, studi dilakukan di kawasan gambut yang jenis pengunaan lahannya berbeda. yakni hutan konservasi, kawasan produksi dan hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit dan areal kelola masyarakat. Analisis itu juga berdasarkan pengumpulan jumlah titik panas dari tahun 2000 hingga 2014.

Sementara itu, Direktur Eksekutif KKI WARSI, Diki Kurniawan, mengatakan, studi yang dilakukan sebagai bahan untuk menggugah para pihak untuk lebih peduli dan melakukan pengelolaan gambut berkelanjutan dimasa depan.

"Kita juga berupaya mengingatkan para pihak untuk mengantisipasi kerugian yang begitu besar setiap kali kebakaran gambut terjadi," kata Diki

Terkait antisipasi kebakaran lahan gambut, Diki mengatakan bahwa itu harus ditekankan kepada seluruh perusahaan sawit dan HTI yang beroperasi di lahan gambut dan selalu mengingatkan mereka bahwa areal perkebunan dan hutan tanaman sangat rawan terbakar. (Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015