Jakarta (ANTARA Jambi) - Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang dikepalai oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menjadi aktor utama dalam kerja Pemerintah untuk mengubah wajah perbatasan Indonesia menjadi lebih bagus dari negara tetangga.

Sebagai tahap awal, BNPP menetapkan pengelolaan 50 kecamatan perbatasan akan selesai pada tahun ini. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan penyelesaian urusan infrastruktur dasar, seperti listrik, pasar, bandara perintis, pelabuhan perintis, sekolah dasar dan jalan di kecamatan tersebut.

Jumlah 50 kecamatan yang masuk dalam skema penanganan lokasi prioritas (LOKPRI) tahun 2015 terdiri dari 29 kawasan perbatasan darat, 19 kawasan perbatasan laut, dan 2 kawasan perbatasan darat dan laut.

Berdasarkan data BNPP, secara nasional terdapat 187 kecamatan perbatasan. Tjahjo berharap pengelolaan keseluruhannya dapat selesai dalam waktu tiga tahun apabila sesuai rencana untuk mengelola 50 kecamatan tiap tahun.

Untuk tahun ini, pengelolaan dengan jumlah terbanyak terdapat di Kabupaten Nunukan (Sebatik Barat, Sebatik, Sebatik Timur, Sebatik Tengah, Sebatik Utara, Simanggaris, dan Lumbis Ogong) di Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Belu (Tasifeto Timur, Lamaknen Selatan, Lamaknen, Lasiolat, Raihat) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tjahjo mengatakan bahwa pembangunan daerah secara fisik akan melibatkan pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak terkait seperti TNI. "Tugas kami mempercepat percepatan pembangunan kawasan perbatasan," ucapnya.

Koordinasi perencanaan secara multidimensional dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dengan mengadakan Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Gerakan Pembangunan Terpadu Wilayah Perbatasan di Kantor Pusat Kemdagri, Jakarta, Selasa (14/7), dengan agenda utama membahas persoalan pengelolaan perbatasan untuk kepentingan penduduk setempat.

Turut hadir dalam rapat koordinasi tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir.

Menko Polhukam Tedjo Edhy membuka rapat koordinasi dengan menyatakan bahwa pembangunan perlu sesuai dengan program Nawacita, di mana pembangunan di pinggiran dan wilayah perbatasan menjadi sasaran.

Dia menyebutkan anggaran pembangunan perbatasan untuk BNPP diproyeksikan Rp14 triliun per tahun. Menurutnya, anggaran tersebut tergolong kecil untuk perbatasan Indonesia yang sangat luas.

Menko Polhukam menilai masalah anggaran merupakan salah satu hambatan bagi pengelolaan perbatasan. Namun, dia mengatakan bahwa BNPP memiliki akses langsung ke Presiden untuk meminta tambahan dana.
    
Lintas Sektoral

BNPP mendorong pengevaluasian, pengawasan serta perencanaan terhadap kebijakan pembangunan perbatasan dari kementerian dan lembaga yang menjadi pemangku kepentingan.

Terutama perihal perencanaan pembangunan, yang akan dilakukan secara terpadu dengan tujuan agar tidak terjadi pembangunan yang bersifat sektoral.

Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa sekarang ini BNPP tidak hanya menyusun perencanaan saja, namun ada pula fungsi koordinasi untuk langsung bertanya kepada masing-masing sektor mengenai proses pemberlakuan program pembangunan perbatasan, seperti tenggat waktu dan kendala.

"Ada tiga kementerian membangun pasar di perbatasan, BNPP harus mengecek lokasinya sama atau tidak. Kalau jalan, pelabuhan perintis, dan puskesmas sudah beres," ucap dia.

Terkait pengelolaan perbatasan, pemerintah bertekad bahwa bukan fisik infrastruktur saja yang dibangun, namun juga aspek nonfisik seperti perdagangan dan SDM.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pihaknya akan melakukan upaya pengelolaan perbatasan dengan tujuan utama untuk mengurangi keberadaan barang impor ilegal. Kementerian Perdagangan memberikan solusi terhadap hal tersebut dengan membangun gerai perbatasan.

"Gerai perbatasan ditujukan untuk mengurangi disparitas harga, terutama di wilayah Indonesia bagian timur," tutur Gobel.

Dalam implementasinya, gerai perbatasan tersebut rencananya akan bekerja sama dengan  PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni).

Pembangunannya terutama diprioritaskan di daerah perbatasan Papua dan daerah-daerah perbatasan di timur lainnya, dan hal tersebut berada di luar program pembangunan 5.000 pasar rakyat yang ditargetkan rampung pada periode 2015-2019.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menargetkan semua desa di Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia sudah memiliki "base transceiver station" (BTS) pada tahun depan.

Proyek perintis mengenai rencana tersebut sudah dilakukan di Provinsi Kalimantan Utara dan Provinsi Kalimantan Timur bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

"Karena tanpa (kerja sama) dengan pemda akan lama (pembangunannya)," ucap Rudiantara.

Dia menyebutkan bahwa wujud kerja sama tersebut dibagi kepada masing-masing pemangku kepentingan, seperti pihak kabupaten yang menyediakan lahan, pihak provinsi membangun menara, dan operator menyediakan BTS.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, akan memberikan subsidi menggunakan dana "USO" (universal service obligation).

Selain itu, Rudiantara juga mengungkapkan bahwa pada 2018 mendatang semua kabupaten dan kota di Indonesia akan terhubung oleh "backbone" serat optik, baik kabel laut ataupun terestrial.

"Kami hari ini mengeluarkan prakualifikasi untuk lebih kurang 50 kabupaten dan kota madya, nilainya kurang lebih sekitar Rp3 triliun," tambahnya.

Hasil Rakorsus Kemdagri memberikan kesimpulan bahwa kementerian dan lembaga terkait mulai sekarang akan bekerja sesuai dengan perencanaan BNPP.

Mereka semua sepakat bahwa persoalan perbatasan merupakan hal yang mendesak untuk dieksekusi karena masyarakat setempat sudah menunggu sejak lama. (Ant)

Pewarta: Calvinantya Basuki

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015