Jambi (ANTARA Jambi) - Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Jambi menyatakan pemerintah harus segera merevisi izin konsesi perusahaan di lahan gambut.
Manager Advokasi Walhi Jambi Rudiansyah, di Jambi, Jumat, mengatakan sesuai Undang-Undang Sumber Daya Alam Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup yang kemudian turun menjadi PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PPEG) menyatakan bahwa areal gambut yang mempunyai kedalaman tiga meter tidak boleh dikonsesikan.
"Sekitar 70 persen areal gambut di Provinsi Jambi dikonversi menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri, padahal dalam undang-undang tersebut sudah jelas bahwa areal gambut itu ada regulasinya," kata Rudiansyah.
Namun dari alasan pemerintah, katanya, izin konsesi di lahan gambut tersebut diberikan sebelum adanya undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut tersebut.
"Menurut kami, kalau itu sudah terlanjur kan itu bisa direvisi, jika lahan gambut itu mempunyai ekologi yang tinggi maka bisa direkomendasikan untuk dicabut, karena ini soal 'sustanibilty' atau berkelanjutan untuk lahan gambut," katanya.
Dia menjelaskan, areal lahan gambut di Provinsi Jambi yang terdapat ditiga kabupaten yakni Muarojambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur itu sudah banyak dikonversi menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.
"Regulasi tentang penggunaan areal gambut itu harus dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan diareal gambut yang menimbulkan kabut asap setiap tahunnya," katanya menjelaskan.
Menurut Rudi, dari catatan Walhi, sistem pembangunan yang dilakukan perusahaan pemegang izin konsesi di lahan gambut banyak yang tidak menggunakan kanalisasi blocking, dan perusahaan pemegang izin tersebut berada di areal gambut yang mempunyai kedalaman di atas tiga meter.
"Regulasi yang mengatur areal gambut sudah ada, tapi soal implementasinya oleh pemerintah di lapangan yang belum ada, artinya izin konsesi di lahan gambut sudah harus dihentikan," katanya menambahkan. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015
Manager Advokasi Walhi Jambi Rudiansyah, di Jambi, Jumat, mengatakan sesuai Undang-Undang Sumber Daya Alam Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup yang kemudian turun menjadi PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PPEG) menyatakan bahwa areal gambut yang mempunyai kedalaman tiga meter tidak boleh dikonsesikan.
"Sekitar 70 persen areal gambut di Provinsi Jambi dikonversi menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri, padahal dalam undang-undang tersebut sudah jelas bahwa areal gambut itu ada regulasinya," kata Rudiansyah.
Namun dari alasan pemerintah, katanya, izin konsesi di lahan gambut tersebut diberikan sebelum adanya undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut tersebut.
"Menurut kami, kalau itu sudah terlanjur kan itu bisa direvisi, jika lahan gambut itu mempunyai ekologi yang tinggi maka bisa direkomendasikan untuk dicabut, karena ini soal 'sustanibilty' atau berkelanjutan untuk lahan gambut," katanya.
Dia menjelaskan, areal lahan gambut di Provinsi Jambi yang terdapat ditiga kabupaten yakni Muarojambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur itu sudah banyak dikonversi menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.
"Regulasi tentang penggunaan areal gambut itu harus dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan diareal gambut yang menimbulkan kabut asap setiap tahunnya," katanya menjelaskan.
Menurut Rudi, dari catatan Walhi, sistem pembangunan yang dilakukan perusahaan pemegang izin konsesi di lahan gambut banyak yang tidak menggunakan kanalisasi blocking, dan perusahaan pemegang izin tersebut berada di areal gambut yang mempunyai kedalaman di atas tiga meter.
"Regulasi yang mengatur areal gambut sudah ada, tapi soal implementasinya oleh pemerintah di lapangan yang belum ada, artinya izin konsesi di lahan gambut sudah harus dihentikan," katanya menambahkan. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015