Jakarta (ANTARA Jambi) - Kepala Staf Presiden (KSP) Teten Masduki memimpin rapat pembahasan skandal perusahaan "offshore" yang terungkap lewat "Panama Papers" di kantor KSP, lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

Pemberitaan KSP dan Sekretariat Kabinet menyebutkan rapat antara lain dihadiri oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf dan perwakilan Kementerian Keuangan serta Bank Indonesia.

Terdapat ratusan nama WNI yang memiliki rekening di perusahaan "offshore" di Panama sebagaimana terungkap dalam skandal Panama Papers yang menjadi klien dari firma Mossack Fonseca.

Pemerintah berharap uang WNI yang beredar di luar negeri ditarik kembali ke Indonesia melalui repatriasi.

Dengan uang hasil repatriasi, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk mempercepat pembangunan terutama infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.

Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menemukan adanya 79 persen kecocokan data sejumlah nama WNI yang disebutkan dalam Panama Papers sebagaimana data dari Direktorat Jenderal Pajak.

"Itu diyakini punya rekening di luar negeri dan tahun ini akan dilakukan penegakan hukum. Sesuai tahunnya Ditjen Pajak tahun ini adalah tahun penegakan hukum," kata Bambang pada raker bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (11/4).

Bambang menegaskan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak akan mengklarifikasi data terkait nama-nama WNI yang diyakini memiliki rekening di luar negeri berdasarkan kecocokan tersebut.

Ia mengatakan Direktorat Jenderal Pajak akan mengejar nama-nama yang ada dalam kecocokan data meskipun nama yang bersangkutan telah melaksanakan kewajiban pajaknya.

"Yang kita ingin tanyakan kenapa aset tersebut tidak dilaporkan. Esensi Tax Amnesty adalah melaporkan aset yang selama ini belum pernah dilaporkan dalam SPT, termasuk rekening atau fixed asset (aset tetap)," ujar Bambang.

Menurut dia, daftar nama yang dimiliki DJP belum sepenuhnya lengkap, yakni baru terkumpul di dua negara saja. Sementara itu di sisi lain, pertukaran data secara otomatis baru akan terlaksana pada 2018.

"Padahal kami yakin simpanan itu ada di lebih dari dua negara. Kita baru bisa mengakses pada 2018 karena automatic exchange of information," ujar Bambang.

Menkeu berharap adanya rencana pemerintah memberlakukan UU Pengampunan Pajak dan pertukaran informasi otomatis pada 2018. WNI yang diduga memiliki rekening di luar negeri bisa mengembalikan asetnya ke Indonesia melalui repatriasi.

Presiden Joko Widodo sudah memberikan pernyataan akan memberikan sikap resmi pemerintah setelah semua datanya komplet.

"Baru akan kami bicarakan. Setelah semua datanya komplet, baru saya akan bicara. Nanti saya akan bicara. Jangan sampai saat ini kasih pernyataan setengah-setengah," kata Presiden saat berkunjung ke Pulau Seribu Jakarta, Kamis (14/4).

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016