Jakarta (ANTARA Jambi) - PT Brahma International, pemilik kapal
tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang ke-10 WNI pelautnya
disandera kelompok Abu Sayaff, di Filipina selatan, mengaku tidak
mengeluarkan tebusan untuk mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016
Ke-10 WNI yang
ditawan dengan tuntutan uang tebusan Rp14 miliar itu dibebaskan begitu
saja oleh kawanan milisi bersenjata penyandera mereka. Pemerintah
Indonesia hanya menyatakan, pembebasan itu berkat diplomasi di semua
tingkat dengan melibatkan jaringan formal dan informal.
Selepas
pembebasan sandera itu, ada beberapa pihak yang mengklaim secara
terbuka berkontribusi atas pembebasan sandera itu, termasuk jaringan
media massa nasional dan partai politik baru.
"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International ke para penyandera," kata petugas bagian hukum dan relasi PT Brahma International, Yan Arief, dalam jumpa pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Perusahaan itu dan mitranya, PT Patria Maritime, jelas bersyukur atas pembebasan ke-10 WNI anak buah kapal mereka.
"Saya mewakili PT Brahma bersama-sama dengan mitra kami PT Patria Maritime Lines, mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden dan jajaran menteri kabinet kerja, menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, menteri luar negeri, serta pihak lain yang membantu pembebasan sandera awak kapal. Dan juga Kedubes kita di Filipina dan pemerintah Filipina," ucap Arief.
Menurut Arief, pembebasan 10 awak kapal yang disandera itu adalah berkat negosiasi di bawah kendali pemerintah Indonesia.
"Pembebasan itu terkait bantuan dari pemerintah di bawah tim negosiator. Namun apakah mereka menggunakan tebusan atau tidak saya tidak tahu," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, PT Brahma adalah pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang diawaki 10 orang WNI. Sedangkan bertindak sebagai operator kapal adalah PT Patria Maritime Lines.
Saat dibajak pada 26 Maret itu, kapal Brahma 12 tengah menarik kapal tongkang Anand 12 yang mengangkut lebih dari 7.000 metrik ton batu bara.
"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International ke para penyandera," kata petugas bagian hukum dan relasi PT Brahma International, Yan Arief, dalam jumpa pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Perusahaan itu dan mitranya, PT Patria Maritime, jelas bersyukur atas pembebasan ke-10 WNI anak buah kapal mereka.
"Saya mewakili PT Brahma bersama-sama dengan mitra kami PT Patria Maritime Lines, mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden dan jajaran menteri kabinet kerja, menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, menteri luar negeri, serta pihak lain yang membantu pembebasan sandera awak kapal. Dan juga Kedubes kita di Filipina dan pemerintah Filipina," ucap Arief.
Menurut Arief, pembebasan 10 awak kapal yang disandera itu adalah berkat negosiasi di bawah kendali pemerintah Indonesia.
"Pembebasan itu terkait bantuan dari pemerintah di bawah tim negosiator. Namun apakah mereka menggunakan tebusan atau tidak saya tidak tahu," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, PT Brahma adalah pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang diawaki 10 orang WNI. Sedangkan bertindak sebagai operator kapal adalah PT Patria Maritime Lines.
Saat dibajak pada 26 Maret itu, kapal Brahma 12 tengah menarik kapal tongkang Anand 12 yang mengangkut lebih dari 7.000 metrik ton batu bara.
Batu bara itu milik PT Antang Gunung Meratus.
Kapal itu berlayar dari Sungai Puting, Kabupaten Tapin, Kalimantan
Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan. Di perairan Tawi-tawi, di
sekitar Sulu, Filipina selatan, kedua kapal itu dibajak dan ke-10 WNI
anak buah kapalnya disandera.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016