Jambi (ANTARA Jambi) - Asian Agri, sebuah perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia saat ini telah bermitra dengan sedikitnya 29.000 petani yang tersebar di Provinsi Jambi, Sumatera Utara dan Riau.
 
Jika dikalkulasikan  bahwa setiap keluarga petani beranggotakan suami, istri dan tiga orang anak, maka jumlah penduduk yang langsung terbantu kesejahteraannya melalui kemitraan ini tidak kurang dari  150 ribu jiwa, kata kata Direktur  Asian Agri, Freddy Widjaya di Jambi, Jumat.

Namun, katanya selain petani Asian Agri juga bermitra dengan perusahaan lain, ditambah karyawan dan masyarakat  maka multiplier efek dari perusahaan kelapa sawit ini dapat dirasakakan manfaatnya oleh jutaan orang. 

Kemitraan yang menghasilkan manfaat besar bagi masyarakat ini bukanlah hasil yang instan tetapi melalui jalan panjang,  diawali oleh kesadaran pemilik perusahaan untuk memastikan kegiatan perusahaan dapat berguna buat masyarakat banyak, negara dan lingkungan.

Kebanyakan petani dan kebun kelapa sawit  ini juga telah melintasi lebih dari dua atau tiga dekade. Lintasan waktu dan  ribuan kilometer telah mereka lalui sebelum perkembangan industri kelapa sawit seperti sekarang ini, kata Freddy.

Sekilas cerita tentang awalnya, dia menjelaskan mayoritas petani kelapa sawit adalah para transmigran  dari Jawa, mengikuti program pemerintah di era Orde Baru yang intensif di antara tahun 1979 dan 1984.

Program transmigrasi saat itu dilakukan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan,  menyeimbangkan serta mendistribusikan populasi penduduk terkait dengan peningkatan kesejahteraan warga negara di seluruh Indonesia. 

Untuk memastikan program yang dirancang tersebut dapat berjalan dengan baik, pemerintah turut meluncurkan Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi atau yang juga dikenal dengan PIR-Trans di tahun 1986.

Program PIR-Trans ini merupakan program kerja sama yang dilakukan antara pemilik perkebunan dan para petani transmigran. Setiap pendatang berhak untuk mendapatkan dua  hektare lahan kosong yang digunakan untuk pembudidayaan kelapa sawit, dengan pabrik-pabrik  di dekatnya.

Walaupun tawaran yang diberikan cukup menggiurkan, ternyata  tidak semudah  dibayangkan atau  tetap mengalami kendala. Cukup banyak dari para transmigran yang ternyata tidak mengenal kelapa sawit.

Mereka tidak memiliki pengetahuan  cukup mengenai bagaimana cara untuk menanam, merawat,  memanen, dan juga hal lain terkait untuk mengelola perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut dikarenakan  saat itu kelapa sawit belum menjadi industri populer di kalangan masyarakat, khususnya para transmigran.

Menatap lahan kosong, yang sebagian ditumbuhi ilalang, menjadi kenangan tak terlupakan dari para pejuang alam yang menyeberang dari pulau Jawa  ke pulau Sumatra.  Perjalanan berliku dan proses panjang yang mereka hadapi akhirnya menjadikan mereka pekebun tangguh. 

Tekad dan cita-cita mereka merantau sudah bulat, menjunjung tinggi janji batin untuk tidak pulang sebelum panen.
 
Asian Agri yang berdiri pada 1979, adalah perusahaan kelapa sawit pertama  mendukung pemberdayaan petani dalam program PIR-Trans ini. Perusahaan yang tergabung dalam RGE Group ini merupakan pelopor perusahaan kelapa sawit dengan skema petani plasma yang dibinanya.

Asian Agri juga turut berkontribusi dengan memberikan berbagai bentuk pelatihan dan memfasilitasi pelatihan bagi para petani. Tidak hanya itu, Asian Agri juga berperan dalam membangun infrastruktur untuk mendukung kegiatan para petani dalam melakukan kegiatan.

Perusahaan tidak hanya membantu para petani pada tahap awal, namun juga tetap membimbing para petani pada masa produktif pohon kelapa sawit.

"Pada masa persiapan, para transmigran diajak untuk terlibat di dalam pengelolaan kebun dan  sekaligus mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan perkebunan yang baik,"  kata Direktur  Asian Agri, Freddy Widjaya.

Saat pohon kelapa sawit memasuki masa produksi dan mulai berbuah atau berusia antara 3-4 tahun, maka Asian Agri menyerahkan lahan kepada para petani, selain terus melakukan pendampingan  untuk tetap membimbing petani agar mendapatkan hasil yang terbaik dari kebun mereka.
 
Asian Agri juga membangun fasilitas umum di dekat lahan milik petani dan perkebunan  petani plasma yang bertujuan memudahkan para petani dalam mengelola kebun dan memproses lebih lanjut hasil panen mereka.

Perusahaan berkomitmen membeli dan memproses tandan buah segar kelapa sawit yang merupakan hasil panen dari perkebunan petani plasma. 

Dalam menentukan harga jual tandan buah segar kelapa sawit, baik petani dan  perusahaan akan mengikuti peraturan yang  mekanismenya diatur bersama oleh pemerintah, perusahaan, dan kelompok tani yang ada.
 
Soal kualitasi, Freddy menjelaskan,  Asian Agri akan mengintensifkan pendampingan petani, sehingga kebun menghasilkan buah berkualitas dan itu  akan memberikan kepastian mengenai keuntungan yang didapatkan oleh para petani.

Di  wilayah Ukui dan Buatan, Provinsi Riau, terlihat sejumlah  petani paruh baya menyapa di depan rumah  berpagar kokoh dan berlatar kendaraan roda dua dan empat yang terparkir rapi di halaman rumah mereka.

Berbeda dengan belasan tahun silam, rumah-rumah petani itu rata-rata berkonstruksi papan dan jalan bebatuan. Tapi, kini  rumah-rumah permanen  dengan hamparan aspal yang menghubungkan tempat tinggal para petani.

Kendati demikian ada perjalanan panjang dan juga penuh tantangan yang telah dilewati para petani itu dibalik kesuksesan yang diraihnya saat ini. Keberhasilan dalam melewati tantangan itu juga tidak terlepas dari peran pemerintah dan pihak terkait lainnya serta petani lokal.

Sebagai contoh, kesejahteraan yang dirasakan petani KUD Bakti, Hartoyo yang bermukim di  Ukui, dan  petani KUD Jaya Makmur, Desa Kumbara, Riau, Rubianto. Keberhasilan keduanya tidak terlepas darti semangat yang tertanam, bertumbuh dan berbuah seiring perjalanan hidup pohon sawit yang mereka kelola.

Pewarta: Azhari

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016