Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berupaya meningkatkan produksi padi di daerah itu dengan target produksi tiga juta ton hingga 2017 sebagai upaya mewujudkan swasembada beras.
Namun hingga akhir Desember 2017 target tersebut hanya terealisasi sebesar 2,7 juta ton. Tidak tercapainya target terkendala sekitar 32 irigasi yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota bermasalah mulai dari umur irigasi yang sudah tua, banjir dan gempa.
Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat berupaya memfokuskan pada peningkatan kuantitas dan kualitas produksi padi di tahun 2018 dengan mengoptimalkan lahan pertanian.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan setempat Jumsu Trisno menyatakan pihaknya lebih mengutamakan pengoptimalkan lahan yang ada di tahun 2018 sebab untuk melakukan perluasan areal pertanian khusus padi.
Ia menyebutkan produksi padi di Kabupaten Pesisir Selatan, hingga November 2017 telah mencapai 348.681 ton dengan luas panen 63.829 hektare.
Sedangkan, jika diurut tiga tahun ke belakang mulai dari tahun 2014 produksi padi di daerah itu 313.654 ton dengan luas panen 61.035 hektare, pada 2015 sebanyak 317.373 ton luas panen 62.325 hektare dan pada 2016 sebanyak 270.221 ton dengan luas panen 53.094 hektare.
Produksi padi itu berasal dari 15 kecamatan dengan produksi terbesar terdapat di Kecamatan Lengayang mencapai 42.408 ton dengan luas panen 7.646 hektare, diikuti Kecamatan Ranah Pesisir 41.539 ton, luas panen 7.669 hektare dan Kecamatan Linggo Sari Baganti.
Selain tiga kecamatan tersebut, terdapat dua kecamatan lainnya yang juga memproduksi padi terbanyak yaitu Kecamatan Sutera dan Kecamatan Bayang.
Sementara pada 2018, Pesisir Selatan menargetkan produksi padi sebesar 340.000 ton, atau naik 30.000 ton dibandingkan pada tahun 2017 yang hanya 310.000 ton.
Peningkatan target itu seiring dengan meningkatnya produktivitas yang hingga saat ini telah mencapai angka rata-rata 5,7 ton per hektare, dibandingkan sebelumnya yang hanya 5,01 ton per hektare.
Untuk mencapai target produksi padi, pemerintah setempat berupaya mengoptimalkan lahan pertanian dengan pemberian bantuan bibit kepada petani, bantuan pupuk bersubsidi, alat dan mesin pertanian, pelatihan dan pembinaan serta hal lainnya yang dapat memperlancar proses produksi.
"Terutama petani didorong untuk bisa bertanam sebayak dua hingga tiga kali dalam satu tahun," ujarnya.
Hal tersebut, sesuai dengan target indeks pertanaman di daerah itu sebesar 2,3 dalam satu tahun, yang berarti dalam satu tahun lebih dari dua kali musim tanam.
Peningkatan produksi diikuti dengan penerapan teknologi pertanian. Pada tahun 2018 pemerintah setempat berencana menerapkan teknologi "system of rice intensification" (SRI) dalam penanaman padi untuk meningkatkan produksi.
SRI merupakan teknologi budidaya padi yang menitikberatkan pada pemanfaatan kondisi lingkungan.
Salah satunya dengan penghematan sumber daya terutama air yang sangat cocok dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik serta pengaturan sistem tanam.
Penanaman padi dengan teknologi SRI dapat dilakukan lebih cepat pada usia bibit masih muda sekitar 10 hari setelah penyemaian.
"Karena umur tanaman dimulai ketika disemai hingga panen," tambahnya.
Dengan teknologi SRI, potensi peningkatan produksi padi mencapai 30 persen, lokasi lain yang telah menerapkan teknologi tersebut sebelumnya dapat meningkatkan produksi hingga delapan ton padi per hektare.
Penerapkan teknologi SRI dilaksanakan dengan proyek perconothan pada lima lokasi, namun hingga saat ini baru dua lokasi yang cocok untuk dilakukan penerapan, yaitu Kecamatan Bayang dan Kecamatan Lengayang dengan masing-masing 25 hektare, sedangkan lokasi lainnya akan disurvei kembali pada 2018.
Dalam rangka penerapan teknologi itu, pihaknya bekerja sama dengan Universitas Andalas (Unand) Padang.
Ia berharap, dengan penerapan teknolgi tersebut dapat terus meningkatkan produksi dan kualitas padi di daerah itu.
Pesisir Selatan pada tahun sebelumnya merupakan salah satu sentra produksi padi di Sumatera Barat.
Peran Penyuluh
Sementara, tingkat keberhasilan dari sebuah peningkatan produksi pertanian juga tidak terlepas dari peran tenaga penyuluh pertanian.
Ia mengatakan, tenaga penyuluh pertanian yang ada saat ini tidak sebanding dengan jumlah nagari yang ada, karena satu nagari membutuhkan satu orang tenaga penyuluh pertanian.
Jumlah tenaga penyuluh yang terdapat di daerah itu sebanyak 154 orang, sementara jumlah nagari sebanyak 184 nagari, sehingga membutuhkan tambahan 28 orang untuk idealnya jumlah penyuluh.
"Sedangkan untuk pengangkatan tenaga honorer tidak bisa dilakukan," kata dia.
Seorang penyuluh pertanian, memiliki peran penting, karena mereka turun ke lapangan memberikan pemahaman dan pelatihan kepada para petani tentang cara bertanam dan melakukan pemantauan ke lahan pertanian.
Jika dihitung dalam 20 hari kerja, idealnya seorang penyuluh membina sepuluh kelompok tani, karena dalam satu bulan peyuluh tersebut harus datang berkunjung sebanyak dua kali secara bergilir ke masing-masing kelompok tani.
"Ini yang belum terlaksana secara maksimal, karena wilayah kerja yang luas dan banyak kegiatan lainnya, sehingga belum tercakup secara keseluruhan" katanya.
Sementara, pada tahun 2019 diperkirakan sebanyak 50 orang tenaga penyuluh pertanian di daerah itu memasuki masa pensiun, sehingga akan terjadi lagi kekurangan tenaga.
Meskipun demikian, Ia mengatakan berupaya memaksimalkan sumber daya yang ada seperti tenaga harian lepas dengan memberikan pembinaan dan pelatihan-pelatihan, sehingga mampu membimbing para petani.
"Terutama dalam penerapan teknologi tepat guna tersebut," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018