Jambi (Antaranews Jambi) - Asisten Ombudsman RI Perwakilan Jambi, Abdul Rokhim menyatakan pihaknya menemukan adanya pungutan liar atau pungli dalam pengurusan sertifikat rumah bersubsidi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) daerah itu.
    
"Pungli masih terjadi seperti dalam pemecahan sertifikat perumahaan bersubsidi. Dimana biaya satu sertifikat sesuai SOPnya paling besar Rp300 ribu untuk satu sertifikat rumah subsidi, namun di lapangan masih ditemukan pengurusan sertifikat perumahan bersubsidi oleh develpor dan masyarakat dikenakan biaya Rp1,75 juta hingg Rp2 juta," katanya di Jambi, Senin.
    
Hal tersebut terungkap saat Diseminasi Hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jambi tentang pelayanan pemecahan sertifikat tanah pada perumahan bersubsidi yang digelar di salah satu hotel di Jambi
    
Rokhim mengatakan untuk perumahan subsidi di Jambi banyak sekali, dan banyak pengaduaan developer/pengembang tentang pungutan tersebut.
    
"Bayangkan jika setiap pemecahan sertifikat rumah subsidi atau perumahan lainnya dikenakan biaya Rp1,7-2 juta, berapa banyak perumahan di wilayah Jambi ini," katanya.
    
Rokhim mengatakan temuan pungli itu setelah Ombudsman Jambi melakukan teknik mistery shopping atau teknik intelijen, dimana secara diam-diam petugas Ombudsman menyamar untuk mendapatkan pelayanan dari kantot ATR/BPN-Kantah Kota Jambi, Muarojambi dan Bungo.
    
Selain pungli, penundaan berlarut dalam penerbitan sertifkat kata Rokhim juga masih ditemukan. Dimana penerbitan sertifikat pemecahan rumah subsidi bisa terselesaikan selama 15 hari namun yang terjadi bisa mencapai 1-12 bulan.
    
Selain itu, pegawai BPN katanya Rokhim juga banyak yang tidak kompeten menjelaskan biaya dan SOP pengurusan sertifikat dan pelayanan mereka.
    
"Itu semua kami temukan saat dilakukan teknik intelijen. Di Jambi ada tiga kantor BPN yang menjadi sampling yakni Kota Jambi, Kabupaten Muarojambi dan Bungo. Tiga daerah itu yang paling banyak bangunan perumahannya," katanya menjelaskan.
    
Tidak hanya itu, menurut Ombudsman juru ukur di setiap kantor BPN di Jambi masih kurang. Dimana idealnya satu kantor memiliki 20 juru ukur, sementara yang ada di Kota Jambi dan Bungo hanya 10 orang dan Muarojambi 16 orang sehingga pelayanan jadi kurang maksimal dan membuat berlarut.
    
"Secara nasional BPN berada diposisi tiga pengaduan terbanyak. Pertama pemerintah daerah kedua kepolisian dan ketiga BPN," katanya lagi.
    
Sebab itu dari hasil Diseminasi Hasil Kajian Sistemik Ombudsman itu, telah disepakati untuk membentuk kelompok Kerja (Pokja) yang beranggotakan berbagai pihak terkait dalam melakukan pengawasan penerbitan sertifikat rumah.
    
BPN juga diminta untuk mengubah SOP pengurusan sertifikat yang diterapkan. Kemudian diseminasi Ombudsman akan disarankan ke Kementerian agar bisa menjadi pertimbangan untuk mengubah pelayanan mereka tersebut.
    
Sementara itu, Kasubdit Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementerian ATR/BPN, Endriyanto yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan jika ditemukan kinerja BPN tidak sesuai SOP perlu diteliti seperti apa kejadiannya sebenarnya.
    
"Bisa saja kendalanya persyaratan pemohon kurang, SDM kantornya terbatas dan lainnya. Dan saya setuju dibentuk Pokja di Jambi untuk mengawasi dan memantau langsung pelayanan di BPN." kata Endriyanto.
    
Terkait biaya pengurusan sertifikat katanya sudah diatur dan biaya yang dikeluarkan pemohon juga dilihat dari persoalannya di lapangan. Untuk juru ukur pun ditanggung pemohon.
    
Sementara terkait terbatasnya juru ukur di setiap kantor BPN di Jambi khususnya, Endriyanto mengatakan juru ukur memang profesi spesial dan tidak semua orang bisa menjalani itu tanpa pendidikan secara khusus. Sehingga rekrutmen sulit dilakukan.***

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018