Jenewa, Swiss, (Antaranews Jambi) - Empat juta anak pengungsi di dunia tak bersekolah dan seluruh jumlahnya telah naik secara dramatis, kata Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) di dalam laporan yang disiarkan pada Rabu (29/8).
Jumlah itu telah naik sebanyak setengah juta anak cuma dalam waktu satu tahun, kata badan PBB tersebut.
Laporan itu, "Turn the Tide: Refugee Education in Crisis", memperlihatkan bahwa meskipun pemerintah, UNHCR dan mitranya telah melancarkan upaya, pedaftaran anak pengungsi di sekolah tidak beriringan dengan pertumbuhan warga pengungsi.
Sampai akhir 2017, ada lebih dari 25,4 juta pengungsi di seluruh dunia, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. Lebih dari separuh pengungsi tersebut --52 persen-- adalah anak-anak dan 7,4 juta di antara mereka berada dalam usia sekolah.
"Pendidikan adalah cara membantu anak-anak agar sembuh, selain merupakan kunci untuk membangun kembali negeri mereka," kata Filippo Grandi, kata Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi.
"Tanpa pendidikan, masa depan anak-anak ini dan masyarakat mereka akan menjadi kerusakan yang tak bisa diperbaiki."
Sebanyak 61 persen anak pengungsi menghadiri sekolah dasar, dibandingkan dengan 92 persen anak di seluruh dunia. Saat anak pengungsi bertambah usia, kesenjangan itu melebar, kata laporan tersebut.
Hampir dua-pertiga anak pengungsi yang memperoleh pendidikan dasar tidak berhasil melanjutkan ke sekolah menengah. Secara keseluruhan, 23 persen anak pengungsi bersekolah di tingkat menengah, dibandingkan dengan 84 persen anak di seluruh dunia.
Di tingkat tersier, kesenjangan itu berubah menjadi jurang. Di tingkat global, pendaftaran di pendidikan tinggi berjumlah 37 persen, sementara hanya satu persen pengungsi memiliki kesempatan yang sama, yang belum berubah selama tiga tahun.
Berdasarkan pola saat ini, jika penanaman modal mendesak tidak dilakukan, ratusan ribu anak lagi akan bergabung dalam "statistik yang mengganggu ini", kata Grandi.
Laporan tersebut mendesak negara penampung agar mendaftarkan anak pengungsi di dalam sistem pendidikan nasional mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah, untuk memberikan kualifikasi yang diakui yang dapat mengarah ke universitas atau pelatihan ketrampilan lebih tinggi.
Laporan itu juga menyatakan bahwa semua negara di wilayah berkembang menampung 92 persen pengungsi usia sekolah di dunia dan memerlukan lebih banyak dukungan keuangan yang berkelanjutan dari masyarakat internasional.
Jumlah itu telah naik sebanyak setengah juta anak cuma dalam waktu satu tahun, kata badan PBB tersebut.
Laporan itu, "Turn the Tide: Refugee Education in Crisis", memperlihatkan bahwa meskipun pemerintah, UNHCR dan mitranya telah melancarkan upaya, pedaftaran anak pengungsi di sekolah tidak beriringan dengan pertumbuhan warga pengungsi.
Sampai akhir 2017, ada lebih dari 25,4 juta pengungsi di seluruh dunia, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam. Lebih dari separuh pengungsi tersebut --52 persen-- adalah anak-anak dan 7,4 juta di antara mereka berada dalam usia sekolah.
"Pendidikan adalah cara membantu anak-anak agar sembuh, selain merupakan kunci untuk membangun kembali negeri mereka," kata Filippo Grandi, kata Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi.
"Tanpa pendidikan, masa depan anak-anak ini dan masyarakat mereka akan menjadi kerusakan yang tak bisa diperbaiki."
Sebanyak 61 persen anak pengungsi menghadiri sekolah dasar, dibandingkan dengan 92 persen anak di seluruh dunia. Saat anak pengungsi bertambah usia, kesenjangan itu melebar, kata laporan tersebut.
Hampir dua-pertiga anak pengungsi yang memperoleh pendidikan dasar tidak berhasil melanjutkan ke sekolah menengah. Secara keseluruhan, 23 persen anak pengungsi bersekolah di tingkat menengah, dibandingkan dengan 84 persen anak di seluruh dunia.
Di tingkat tersier, kesenjangan itu berubah menjadi jurang. Di tingkat global, pendaftaran di pendidikan tinggi berjumlah 37 persen, sementara hanya satu persen pengungsi memiliki kesempatan yang sama, yang belum berubah selama tiga tahun.
Berdasarkan pola saat ini, jika penanaman modal mendesak tidak dilakukan, ratusan ribu anak lagi akan bergabung dalam "statistik yang mengganggu ini", kata Grandi.
Laporan tersebut mendesak negara penampung agar mendaftarkan anak pengungsi di dalam sistem pendidikan nasional mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah, untuk memberikan kualifikasi yang diakui yang dapat mengarah ke universitas atau pelatihan ketrampilan lebih tinggi.
Laporan itu juga menyatakan bahwa semua negara di wilayah berkembang menampung 92 persen pengungsi usia sekolah di dunia dan memerlukan lebih banyak dukungan keuangan yang berkelanjutan dari masyarakat internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018