Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan usulan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala daerah ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Atas dasar dua fakta yang kami menyebutkan sebagai novum ini, maka kami mengusulkan ini tetap diatur di pemilihan kepala daerah," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta pada Senin.
Komisioner KPU, dipimpin oleh Arief, telah menyampaikan usulan itu ketika menemui Presiden Joko Widodo dan menyerahkan buku Laporan Pelaksanaan Pemilu 2019.
Baca juga: KPU ingin aturan larangan mantan koruptor didukung revisi UU
Fakta pertama, menurut Arief, yakni ada calon kepala daerah pada pemilihan sebelumnya yang sudah ditangkap namun terpilih memenangkan pilkada.
Namun tokoh tersebut sudah ditahan ketika terpilih sehingga tidak bisa memerintah dan digantikan oleh orang lain.
"Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih, tetapi orang lain," ujar Arief.
Insiden tersebut terjadi di Tulung Agung Jawa Timur, dan Provinsi Maluku Utara.
Baca juga: KPU ingin ada aturan tegas larang mantan koruptor ikut pilkada
Lalu fakta kedua yang dijelaskan Arief, yakni ada pemimpin yang sudah pernah ditahan dan bebas, lalu mencalonkan diri kembali dalam pilkada dan tertangkap karena korupsi lagi.
Alasan KPU mengajukan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi karena pemilihan untuk pemimpin tunggal yang harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik.
Baca juga: Fahri: Larangan mantan napi koruptor ikut pilkada bukan domain KPU
"Melihat perdebatan, ini sudah tidak sekeras dulu lagi, pembahasan kami, saya rasa semakin banyak yang punya nafas yang sama, punya rasa yang sama, ya kita butuh yang ini," demikian Arief terkait semangat pemberantasan korupsi dalam pemilihan kepala daerah.
Arief menjelaskan, pihaknya akan memasukkan larangan pencalonan mantan terpidana kasus korupsi sebagai calon kepala daerah ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019
"Atas dasar dua fakta yang kami menyebutkan sebagai novum ini, maka kami mengusulkan ini tetap diatur di pemilihan kepala daerah," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta pada Senin.
Komisioner KPU, dipimpin oleh Arief, telah menyampaikan usulan itu ketika menemui Presiden Joko Widodo dan menyerahkan buku Laporan Pelaksanaan Pemilu 2019.
Baca juga: KPU ingin aturan larangan mantan koruptor didukung revisi UU
Fakta pertama, menurut Arief, yakni ada calon kepala daerah pada pemilihan sebelumnya yang sudah ditangkap namun terpilih memenangkan pilkada.
Namun tokoh tersebut sudah ditahan ketika terpilih sehingga tidak bisa memerintah dan digantikan oleh orang lain.
"Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih, tetapi orang lain," ujar Arief.
Insiden tersebut terjadi di Tulung Agung Jawa Timur, dan Provinsi Maluku Utara.
Baca juga: KPU ingin ada aturan tegas larang mantan koruptor ikut pilkada
Lalu fakta kedua yang dijelaskan Arief, yakni ada pemimpin yang sudah pernah ditahan dan bebas, lalu mencalonkan diri kembali dalam pilkada dan tertangkap karena korupsi lagi.
Alasan KPU mengajukan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi karena pemilihan untuk pemimpin tunggal yang harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik.
Baca juga: Fahri: Larangan mantan napi koruptor ikut pilkada bukan domain KPU
"Melihat perdebatan, ini sudah tidak sekeras dulu lagi, pembahasan kami, saya rasa semakin banyak yang punya nafas yang sama, punya rasa yang sama, ya kita butuh yang ini," demikian Arief terkait semangat pemberantasan korupsi dalam pemilihan kepala daerah.
Arief menjelaskan, pihaknya akan memasukkan larangan pencalonan mantan terpidana kasus korupsi sebagai calon kepala daerah ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019