Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan kawasan penyangganya di Kabupaten Merangin seluas 121.046 hektare dan 35 persen atau 42,326 hektare berada di dataran tinggi Kecamatan Jangkat merupakan ekosistem penting yang berfungsi sebagai sumber air didaerah hulu dan tempat hidup berbagai jenis flora dan fauna. 

Akan tetapi dalam kurang waktu 20 tahun terakhir, di daerah penyangga ini terus mengalami tekanan dari masyarakat setempat maupun pendatang. Tekanan tersebut terjadi dalam bentuk perambahan dan alih fungsi hutan untuk dijadikan lahan pertanian serta perkebunan. 

Pentingnya perbaikan pada tata guna lahan yang berupaya mengurangi tekanan perambahan pada kawasan melalui sistem informasi desa. Enam desa di Kecamatan Jangkat menyepakati membangun satu Sistem Informasi Desa (SID) dengan data tata guna lahan setiap anggota masyarakat. 

Operator Sistem Informasi Desa dari warga Desa Renah Pelaan, Apri menyebutkan semula data desa tidak ada informasi yang terinci dan kesulitan jika ada program pemerintah karena desa minim data. Sistem Informasi Desa yang dibangun kata Apri bisa memudahkan desa mengembangkan potensi yang ada . 

"Enam desa semuanya sudah ada SID ini, di sana memudahkan desa untuk menyusun RPJM Desa dan RKP Desa. Sehingga program-program pemerintah yang masuk ke desa bisa tepat sasaran ke warga dengan informasi yang ada," katanya.

Apri, selaku operator bersama dengan lima sekretaris desa di Desa Muara Madras, Renah Alai, Pulau Tengah, Koto Renah dan Koto Rawang selama tiga bulan belajar untuk memetakan wilayah ruang desanya masing-masing. 

"Kami mendapatkan pelajaran selama tiga bulan untuk pemetaan spasial dan geospasial, ini ilmu baru bagi kami," ujarnya.

Selama ini ancaman perambahan terhadap kawasan TNKS banyak berasal dari masyarakat luar di sekitar wilayah desanya. Apri juga menyebutkan, dengan adanya Sistem Informasi Desa bisa mendeteksi ancaman perambahan tersebut, karena lahan perkebunan setiap anggota masyarakat dapat diketahui. 

"Kalau ada pembukaan baru di mana saja dalam administrasi desa dan penyangga di sekitar, kita bisa tahu. Dan siapa pemiliknya juga tahu. Bisa deteksi ancaman perambahan dari luar," katanya.

Konservasi berbasis tata guna lahan sejak 2018 sudah mulai dibangun Lembaga Pendamping Mitra Aksi menjadi upaya dalam mengurangi laju deforestasi dan degradasi terhadap Taman Nasional Kerinci Seblat.

Dewan Pengurus Mitra Aksi, Hambali menyebutkan Sistem Informasi Desa menjadi dasar untuk penataan ulang ruang kehidupan bagi masyarakat dalam jangka waktu panjang.

"Ini akan menjadi dasar penataan ulang ruang kehidupan mereka, kami menyebutnya ruang kehidupan untuk jangka waktu 10 hingga 20 tahun ke depan, misalnya dimana saja lahan untuk pertanian, pemukiman dan fasilitas umum. Sehingga Kebijakan pembangunan desa berbasis data dan ruang," jelasnya.
 
Tidak hanya keruangan, data Sistem Informasi Desa juga mampu menganalisa tingkat kesuburan tanah dan permasalahan beberapa lahan terlantar yang ditinggalkan petani. 

"Selama ini petani membuka lahan hutan untuk lahan perkebunan karena lahan pertanian dan perkebunan mereka sebelumnya tidak subur, hutan identik dengan lahan yang subur. Jadi dibukalah lahan baru, kita juga membantu mereka mengatasi masalah lahan kritis ini dengan tratment penyuburan kembali tanah melalui sekolah lapang bagi petani," kata Hambali.

Dari enam desa, sudah diidentifikasi masih tersisa seluas 1.213 hektare lahan kritis. Selama satu tahun ini, sudah ada seluas 2.193,12 hektare sudah mendapat SK untuk pertanian organik dengan melibatkan 120 petani perempuan sebagai ujung tombak kegiatan.(*/rilis).


 

Pewarta: -

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019