Pertamina mengebut pembangunan kilang proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan kilang baru proyek Grass Roof Refinery (GRR) berkapasitas 2 juta barel per hari untuk mengejar target setop impor BBM pada tahun 2026.
Kapasitas kilang yang saat ini satu juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi dua juta barel per hari sehingga Pertamina menargetkan memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa ketergantungan dari impor.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, menyatakan pentingnya kilang bagi ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Saat ini Pertamina terus melakukan akselerasi pembangunan kilang, siang dan malam, sehingga dapat selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.
“Pembangunan Kilang Balikpapan yang progresnya sudah lebih dari 13 persen, tahun ini ditargetkan mencapai 40 persen. Sementara target pembangunan Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10 persen. Kita akan terus kebut, demi kepentingan nasional,” tegas Fajriyah.
Menurut Fajriyah, proyek RDMP dan GRR juga diintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia yang memiliki potensi bisnis Rp40 triliun hingga Rp50 triliun per tahun sejalan dengan target Pertamina menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik.
Untuk itulah, kilang yang dibangun didesain dengan teknologi tinggi yang bisa mengolah jenis crude dari mana saja serta memiliki fleksibilitas tinggi untuk mengubah mode kilang menjadi petrokimia.
Besarnya peluang bisnis migas, menjadikan megaproyek RDMP dan GRR telah menarik para investor dunia untuk menanamkan modalnya, bahkan tak sedikit yang meminta menjadi mitra strategis.
“Pada Kilang Balikpapan saja ada sekitar 40 perusahaan yang meminta menjadi mitra kepada Pertamina, sehingga kita lakukan seleksi secara ketat. Begitu juga di kilang Balongan dan kilang lainnya,” kata Fajriyah.
Negosiasi dengan mitra bisnis dan investor, tambah Fajriyah, berjalan dengan baik. Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya.
“Negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut dan solusinya adalah menerapkan skema seperti pada Kilang Balikpapan dengan cara toll fee untuk kilang lama, namun tetap berpartner untuk kilang baru di Cilacap,” ujar Fajriyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
Kapasitas kilang yang saat ini satu juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi dua juta barel per hari sehingga Pertamina menargetkan memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa ketergantungan dari impor.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, menyatakan pentingnya kilang bagi ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Saat ini Pertamina terus melakukan akselerasi pembangunan kilang, siang dan malam, sehingga dapat selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.
“Pembangunan Kilang Balikpapan yang progresnya sudah lebih dari 13 persen, tahun ini ditargetkan mencapai 40 persen. Sementara target pembangunan Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10 persen. Kita akan terus kebut, demi kepentingan nasional,” tegas Fajriyah.
Menurut Fajriyah, proyek RDMP dan GRR juga diintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia yang memiliki potensi bisnis Rp40 triliun hingga Rp50 triliun per tahun sejalan dengan target Pertamina menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik.
Untuk itulah, kilang yang dibangun didesain dengan teknologi tinggi yang bisa mengolah jenis crude dari mana saja serta memiliki fleksibilitas tinggi untuk mengubah mode kilang menjadi petrokimia.
Besarnya peluang bisnis migas, menjadikan megaproyek RDMP dan GRR telah menarik para investor dunia untuk menanamkan modalnya, bahkan tak sedikit yang meminta menjadi mitra strategis.
“Pada Kilang Balikpapan saja ada sekitar 40 perusahaan yang meminta menjadi mitra kepada Pertamina, sehingga kita lakukan seleksi secara ketat. Begitu juga di kilang Balongan dan kilang lainnya,” kata Fajriyah.
Negosiasi dengan mitra bisnis dan investor, tambah Fajriyah, berjalan dengan baik. Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya.
“Negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut dan solusinya adalah menerapkan skema seperti pada Kilang Balikpapan dengan cara toll fee untuk kilang lama, namun tetap berpartner untuk kilang baru di Cilacap,” ujar Fajriyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020