Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian melepas dua varietas baru ubi kayu yakni varietas Vati 1 dan Vati 2 untuk meningkatkan produktivitas komoditas pangan tersebut.
Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry di Jakarta, Minggu mengatakan ubi kayu merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Hal itu, lanjutnya, terlihat dari permintaan tepung tapioka di Indonesia yang meningkat karena pertambahan jumlah industri makanan menggunakan bahan baku tapioka itu.
Pada 2020, diperkirakan kebutuhan Indonesia terhadap tepung dari ubi kayu atau tapioka untuk industri mencapai 9-10 juta ton.
Namun demikian, tambahnya, masih banyak permasalahan yang menjadi penghambat perkembangan ubi kayu di Indonesia, salah satunya masih rendahnya tingkat produktivitas yang saat ini di tingkat petani rata-rata hanya 20 ton/ha.
"Selain lahan yang semakin menyusut, umur panen serta penggunaan varietas yang produktivitasnya rendah pun masih digunakan oleh petani. Oleh karena itu, untuk mengatasinya, harus meningkatkan produktivitasnya," ujar Fadjry melalui keterangan tertulis.
Kementerian Pertanian, lanjutnya, pada 2018, melepas dua varietas ubi kayu produktivitas tinggi hasil rakitan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Varietas ubi kayu yang dilepas tersebut yakni varietas Vati 1 memiliki potensi hasil 46,9 ton/ha dengan rata-rata 37,5 ton/ha. Umur panennya genjah, yaitu 7 bulan umbi sudah mencapai sekitar 4-5 kg/tanaman.
Varietas Vati 1 juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu kadar bahan kering umbi 48,5 persen, kadar pati 21,9 persen, rendemen pati 26,7 persen, dan kadar gula total tertinggi 43,0 persen.
Sedangkan varietas Vati 2 memiliki potensi hasil lebih tinggi yaitu 66,8 ton/ha dengan rata-rata potensi hasilnya 42,5 ton/ha. Namun, varietas Vati 2 memiliki umur panjang dari varietas Vati 1 yaitu sekitar 9-10 bulan.
Berdasarkan Statistik Pertanian 2018, lahan panen ubi kayu seluas 793 ribu hektare atau menurun dari satu juta hektare pada 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry di Jakarta, Minggu mengatakan ubi kayu merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Hal itu, lanjutnya, terlihat dari permintaan tepung tapioka di Indonesia yang meningkat karena pertambahan jumlah industri makanan menggunakan bahan baku tapioka itu.
Pada 2020, diperkirakan kebutuhan Indonesia terhadap tepung dari ubi kayu atau tapioka untuk industri mencapai 9-10 juta ton.
Namun demikian, tambahnya, masih banyak permasalahan yang menjadi penghambat perkembangan ubi kayu di Indonesia, salah satunya masih rendahnya tingkat produktivitas yang saat ini di tingkat petani rata-rata hanya 20 ton/ha.
"Selain lahan yang semakin menyusut, umur panen serta penggunaan varietas yang produktivitasnya rendah pun masih digunakan oleh petani. Oleh karena itu, untuk mengatasinya, harus meningkatkan produktivitasnya," ujar Fadjry melalui keterangan tertulis.
Kementerian Pertanian, lanjutnya, pada 2018, melepas dua varietas ubi kayu produktivitas tinggi hasil rakitan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Varietas ubi kayu yang dilepas tersebut yakni varietas Vati 1 memiliki potensi hasil 46,9 ton/ha dengan rata-rata 37,5 ton/ha. Umur panennya genjah, yaitu 7 bulan umbi sudah mencapai sekitar 4-5 kg/tanaman.
Varietas Vati 1 juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu kadar bahan kering umbi 48,5 persen, kadar pati 21,9 persen, rendemen pati 26,7 persen, dan kadar gula total tertinggi 43,0 persen.
Sedangkan varietas Vati 2 memiliki potensi hasil lebih tinggi yaitu 66,8 ton/ha dengan rata-rata potensi hasilnya 42,5 ton/ha. Namun, varietas Vati 2 memiliki umur panjang dari varietas Vati 1 yaitu sekitar 9-10 bulan.
Berdasarkan Statistik Pertanian 2018, lahan panen ubi kayu seluas 793 ribu hektare atau menurun dari satu juta hektare pada 2014.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020