Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Dr Emrus Sihombing, menyarankan para ketua umum partai politik perlu bertemu dan bersepakat untuk tidak menggelar kampanye langsung dengan mengerahkan massa demi menekan angka penyebaran Covid-19.
"Ketua-ketua umum parpol berkumpul membuat kesepakatan tidak boleh ada kampanye langsung mengundang massa, baik di dalam maupun luar ruangan," katanya, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Ia yakin kesepakatan itu akan ditaati oleh kader-kadernya, termasuk yang menjadi bakal pasangan calon peserta pilkada, dan lebih efektif ketimbang Peraturan KPU maupun regulasi lainnya.
Menurut dia, kader-kader parpol pasti akan patuh dengan perintah ketua umumnya, apalagi kondisi sosiologis politik di Indonesia menunjukkan fenomena tersebut.
"Semua (kader) partai manut sama ketua umumnya. Mana partai yang kadernya tidak patuh? Artinya, bukan hanya sekadar kesepakatan tidak berkampanye langsung, tetapi kesepakatan juga terkait sanksi bagi kader yang melanggar," katanya.
Bahkan, direktur Eksekutif Emrus Corner itu mengacungi jempol jika ada parpol yang berani memberikan sanksi berupa penarikan dari kontestasi pilkada bagi kadernya yang ngeyel melanggar.
"Sekali melanggar kasih sanksi peringatan. Tapi kalau 3-4 kalinya melanggar ditarik dari pilkada. Tegas. Sanksinya harus disepakati, diserahkan Bawaslu untuk menegakkan. Para ketua umum parpol kan negarawan, berkumpullah, buat kesepakatan," tegasnya.
Jika harus membuat regulasi lagi, termasuk Peraturan KPU, Sihombing mengkhawatirkan prosesnya yang lama, apalagi jika dalam perjalanannya mendapatkan pertentangan dari pihak-pihak tertentu.
"Bagaimana dengan calon independen? Kan ada pertanyaan seperti itu pasti. Nah, peraturan bisa dibuat KPU untuk calon independen ini, merujuk pada kesepakatan yang dibuat ketua-ketua umum parpol tadi," katanya.
Intinya, kata dia, bagaimana para ketua umum parpol proaktif dalam mencegah kampanye langsung yang mengundang banyak orang dalam kontestasi pilkada yang notabene diikuti oleh kader-kadernya.
"Jangan sampai terjadi kluster baru dalam pelaksanaan pilkada. Jangan dorong KPU membuat PKPU, dan sebagainya. Tetapi, para ketua umum berkumpul, buat kesepakatan," katanya.
Kampanye, kata dia, tetap harus berjalan, tetapi tidak lagi dengan mengundang orang banyak, seperti rapat umum, konser, dan sebagainya, melainkan memanfaatkan ruang-ruang virtual yang ada.
"Kampanye kan bisa melalui media sosial, media massa, selain lewat spanduk, baliho, dan sebagainya. Kemudian, berbagai macam aplikasi (pertemuan) virtual. Bikinlah konten kreatif," katanya.
Tentunya, kata Sihombing, tingkat kreativitas tim sukses masing-masing pasangan calon peserta pilkada akan diuji dengan kemampuannya membuat konten-konten kampanye menarik di ruang virtual.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
"Ketua-ketua umum parpol berkumpul membuat kesepakatan tidak boleh ada kampanye langsung mengundang massa, baik di dalam maupun luar ruangan," katanya, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Ia yakin kesepakatan itu akan ditaati oleh kader-kadernya, termasuk yang menjadi bakal pasangan calon peserta pilkada, dan lebih efektif ketimbang Peraturan KPU maupun regulasi lainnya.
Menurut dia, kader-kader parpol pasti akan patuh dengan perintah ketua umumnya, apalagi kondisi sosiologis politik di Indonesia menunjukkan fenomena tersebut.
"Semua (kader) partai manut sama ketua umumnya. Mana partai yang kadernya tidak patuh? Artinya, bukan hanya sekadar kesepakatan tidak berkampanye langsung, tetapi kesepakatan juga terkait sanksi bagi kader yang melanggar," katanya.
Bahkan, direktur Eksekutif Emrus Corner itu mengacungi jempol jika ada parpol yang berani memberikan sanksi berupa penarikan dari kontestasi pilkada bagi kadernya yang ngeyel melanggar.
"Sekali melanggar kasih sanksi peringatan. Tapi kalau 3-4 kalinya melanggar ditarik dari pilkada. Tegas. Sanksinya harus disepakati, diserahkan Bawaslu untuk menegakkan. Para ketua umum parpol kan negarawan, berkumpullah, buat kesepakatan," tegasnya.
Jika harus membuat regulasi lagi, termasuk Peraturan KPU, Sihombing mengkhawatirkan prosesnya yang lama, apalagi jika dalam perjalanannya mendapatkan pertentangan dari pihak-pihak tertentu.
"Bagaimana dengan calon independen? Kan ada pertanyaan seperti itu pasti. Nah, peraturan bisa dibuat KPU untuk calon independen ini, merujuk pada kesepakatan yang dibuat ketua-ketua umum parpol tadi," katanya.
Intinya, kata dia, bagaimana para ketua umum parpol proaktif dalam mencegah kampanye langsung yang mengundang banyak orang dalam kontestasi pilkada yang notabene diikuti oleh kader-kadernya.
"Jangan sampai terjadi kluster baru dalam pelaksanaan pilkada. Jangan dorong KPU membuat PKPU, dan sebagainya. Tetapi, para ketua umum berkumpul, buat kesepakatan," katanya.
Kampanye, kata dia, tetap harus berjalan, tetapi tidak lagi dengan mengundang orang banyak, seperti rapat umum, konser, dan sebagainya, melainkan memanfaatkan ruang-ruang virtual yang ada.
"Kampanye kan bisa melalui media sosial, media massa, selain lewat spanduk, baliho, dan sebagainya. Kemudian, berbagai macam aplikasi (pertemuan) virtual. Bikinlah konten kreatif," katanya.
Tentunya, kata Sihombing, tingkat kreativitas tim sukses masing-masing pasangan calon peserta pilkada akan diuji dengan kemampuannya membuat konten-konten kampanye menarik di ruang virtual.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020