"Pulanglah nak, karena itu bukanlah kepentinganmu dan itu tidak akan pernah berguna untukmu, kepentinganmu adalah mendapatkan perlindungan, apalagi saat ini menghadapi COVID-19,".

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat mengkritisi keterlibatan pelajar dalam aksi kericuhan di Jakarta Pusat serta sejumlah daerah di Indonesia pada Kamis (8/10).

Saat itu, demonstran yang berstatus pelajar bergerak dari berbagai penjuru di Jabodetabek menuju konsentrasi massa yang sedang menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Pergerakan mereka dilakukan secara bergelombang sejak pagi hingga sore hari melintasi wilayah perbatasan menggunakan truk, mobil bak, hingga kendaraan sepeda motor.

Penyekatan di seluruh wilayah perbatasan Jakarta berhasil menghalau sebagian demonstran pelajar untuk bergabung dengan berbagai elemen buruh dan mahasiswa di sekitar Senayan, Palmerah, Slipi, dan Pejompongan.

Sedikitnya 1.192 demonstran digelandang polisi ke Mapolda Metro Jaya atas tuduhan sebagai perusuh, separuh di antaranya dilaporkan berstatus pelajar SMA.

Baca juga: Polres Jakarta Utara amankan 296 pelajar hendak demo UU Cipta Kerja

Polisi di wilayah hukum Jakarta Timur menemukan barang bukti berupa batu, raket, bahkan narkoba jenis sabu-sabu dari dalam tas pelajar yang ditangkap saat melintasi Jalan Raya Bogor, Ciracas.

"Mereka sudah dipersenjatai dengan batu dan raket sebagai alat pelontar kalau terjadi bentrok dengan aparat. Sabu-sabu dia pakai untuk stimulus agar lebih berani menghadapi aparat," kata Wakapolrestro Jakarta Timur AKBP Steven Tamuntuan.

Dari wilayah hukum Jakarta Selatan, sebanyak lima dari 161 demonstran remaja yang ditangkap oleh polisi dilaporkan reaktif COVID-19 saat dilakukan tes cepat.

296 pelajar lainnya juga dihadang aparat yang berjaga di perbatasan utara Jakarta. Mereka berasal berbagai sekolah di Jakarta dan luar Ibu Kota.

Baca juga: Polsek Pademangan amankan puluhan pelajar hendak demo ke istana

Jumlah pelajar yang berhasil diantisipasi aparat gabungan TNI-Polri di perbatasan itu boleh jadi sedikit jumlahnya, sebab upaya penghadangan demonstran pelajar yang hendak Jakarta juga dilakukan di seluruh wilayah penyangga Ibu Kota seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang.

Kerusuhan

Aksi penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan parlemen, Senin (5/10), nyatanya berujung ricuh. Dalam sembilan jam aksi kericuhan massa yang sebagian pelajar itu telah merusak dan menjarah berbagai fasilitas publik.

Aksi itu menyentuh kawasan ekonomi dan bisnis, seperti Senen dan Bundaran HI, Kawasan Sudirman-Thamrin, Harmoni, Gadjah Mada dan sejumlah kawasan lain di Jakarta Pusat hingga menelan kerugian materi yang tidak sedikit.

Misalnya Gedung Bioskop Grand Theater Senen dan empat unit ruko di sekitarnya yang dibakar mengalami kerugian Rp9,48 miliar, TransJakarta rugi Rp60 miliar akibat perusakan dan penjarahan 25 halte.

Baca juga: Polda Banten amankan 54 pelajar diduga akan ikut demo ke Jakarta

Jumlah itu belum termasuk 18 unit pos kepolisian dan pos pengamanan yang dibakar dan dirusak oleh perusuh.

Dua unit mini ekskavator  untuk proyek fase 2A Mass Rapid Transit (MRT) serta dua unit kendaraan dinas pemerintah juga dilaporkan hangus dibakar. Belum lagi perkantoran milik swasta dan pemerintah yang juga mengalami nasib sama.
 
Sejumlah pelajar diamankan di Mapolrestro Tangerang Kota, Kota Tangerang, Banten, Kamis (8/10/2020). Sebanyak 59 pelajar diamankan oleh petugas saat hendak berangkat untuk mengikuti aksi menolak UU Cipta Kerja ke Jakarta setelah dapat ajakan dari media sosial. ANTARA FOTO/Fauzan/aww. (ANTARA FOTO/FAUZAN)



Sebagian armada angkutan umum massal pun lumpuh, di antaranya adalah TransJakarta dan Mikrotrans. Sementara angkutan kereta sanggup beroperasional normal meski stasiun pemberangkatan kereta jarak jauh dipindahkan dari Gambir ke Jatinegara.

Belum ada laporan secara pasti jumlah korban luka dari kerusuhan di Jakarta Pusat, namun Arist mengatakan sedikitnya enam pelajar dititipkan di sejumlah rumah sakit karena terluka.

"Barusan masuk laporan ke saya ada enam pelajar yang saat ini dititipkan di rumah sakit karena terluka," katanya.

Keterlibatan pelajar

Polda Metro Jaya berhasil mendeteksi pesan berantai berisi ajakan aksi kepada para pelajar dan remaja untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Jakarta.

Remaja itu berkumpul di sekitar Pancoran, Palmerah, Jalan Asia Afrika Senayan, dan Portal Senayan dengan menggunakan atribut hitam.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan dari hasil pemeriksaan telepon seluler milik para pelajar muncul ajakan kepada mereka untuk bergabung dalam aksi di Jakarta.

"Dikhawatirkan ini kelompok anarko yang memang di beberapa kota selalu berbuat kerusuhan," ujar Sambodo.

Kelompok anarko dikenal sebagai perusuh yang bertujuan merusak sarana prasarana dan berbuat ricuh.

Salah satu pelajar berinisial DI (16) membenarkan adanya ajakan dari orang yang tidak dikenal melalui pesan WhatsApp untuk ikut aksi di Jakarta.

Baca juga: Polda Metro Jaya sudah tangkap 400 pendemo dari kelompok anarko

"Pesannya saya disuruh ke Jakarta. Isinya 'Jakarta Memanggil'. Saya tidak kenal siapa yang kirim (pesannya). Tiba-tiba masuk di inbox saya. Terus teman-teman juga dapet (pesan)," katanya.

Pesan 'Jakarta Memanggil' juga beredar di sejumlah laman Facebook milik rekan DI.

Dia mengaku tidak memahami tentang permasalahan Undang-Undang Cipta Kerja yang akan dia perjuangkan. Solidaritas adalah motivasinya untuk ikut dalam aksi.

Pelajar SMP di Kota Serang berinisial H mengaku dipaksa oleh rekannya untuk ikut aksi ke Jakarta. Jika menolak, maka dia akan dipukuli, dijauhi, bahkan diancam akan dihabisi nyawanya.

"Tadi pagi ada teman ke rumah menjemput, dia ngajak demo. Kalau enggak ikut, katanya diincar, digebukin, mau dibunuh," katanya.

Kepentingan politik

Keterlibatan pelajar dalam aksi demonstrasi juga terjadi pada kericuhan di Jakarta, 24-25 September 2019. 15 pelajar SMP dan SMA diamankan dengan rincian 12 orang ditetapkan sebagai tersangka dan tiga orang dikembalikan ke orangtua.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengungkapkan fenomena keterlibatan anak dalam unjuk rasa terjadi secara masif sejak pemilu serentak diterapkan pemerintah.

"Sejak anak-anak berusia 17 tahun diperbolehkan memilih dalam pemilu, di situ mereka mulai terpancing dengan politik uang dan dimanfaatkan dalam kepentingan politik," katanya.

Arist yakin batul bahwa keterlibatan oknum pelajar dalam rangkaian kerusuhan yang terjadi di Jakarta serta berbagai daerah di Indonesia dipengaruhi kesepakatan transaksi uang hingga mendorong mereka berprilaku beringas.

"Banyak kesaksian di berbagai daerah, tidak hanya di Jakarta, bahwa pelajar ini dibayar dengan uang yang tidak seberapa," kata Arist.

Besaran uang dijanjikan berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu yang dikelola oleh masing-masing koordinator aksi.

Arist memaklumi kebutuhan uang yang sedang dialami pelajar, khususnya dari kalangan menengah ke bawah selama delapan bulan terakhir pandemi COVID-19 di Indonesia.

Selama masa pandemi dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kata Arist, mayoritas pelajar terpaku pada aktivitas media sosial yang mempermudah para penghasut mempengaruhi pelajar.

Bahkan Arist menerima laporan ada sejumlah atribut partai politik yang diperoleh dari sejumlah barang milik pelajar yang terlibat aksi.

"Saya lihat ada mobil milik salah satu partai. Anak-anak diangkut naik mobil itu," katanya.

Stop keterlibatan anak

Komnas Perlindungan Anak juga mengkritisi tentang pencantuman nomor telepon milik pelajar dalam program bantuan paket data selama PSBB berlaku di Jakarta.

Disinyalir nomor-nomor pelajar yang terdata dalam program itu telah disebarluaskan oknum kepada sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Bisa saja nomor-nomor mereka (pelajar) yang menerima bantuan paket data itu disebarluaskan ke orang-orang tertentu," katanya.

Arist menilai ada upaya terorganisasi, sistematis, terstruktur, dan masif terkait keterlibatan pelajar dalam beberapa rentetan aksi-aksi demonstrasi.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait. ANTARA/Fianda Rassat


Ia pun meminta, khususnya para mahasiswa dan elite politik, untuk tidak melibatkan anak-anak dalam kegiatan demonstrasi demi kepentingan politik kelompok tertentu.

Kepada orang tua dan pendamping anak untuk tidak melibatkan anak dalam demonstrasi, apalagi isu yang disampaikan adalah isu orang dewasa. Kemudian memastikan anak-anak tetap berada di rumah dalam pengawasan orang tua.

Oleh karena itu di tengah gelombang demonstrasi, Arist berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerja sama dengan memastikan tidak ada mobilisasi anak-anak secara masif.

"Karena bagaimanapun tempat anak anak bukan di jalan, berhari hari. Ada ruang khusus untuk penyampaian aspirasi pelajar pada forum pelajar," demikian Arist.

 

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020