Mengaplikasikan motif daun dan bunga pada media kain, kayu, kulit domba dan kertas adalah rutinitas yang saat ini ditekuni oleh pengrajin asal Muaro Bungo, Nopyah Irwani yang kini sudah mengeluarkan beragam produk ecoprint seperti jilbab, tas hingga sepatu. 

"Disinilah uniknya teknik ecoprint, percetakan dari warna alam pada media kain, kertas, kulit domba maupun kayu bisa di pounding(pukul) ataupun dikukus. Motif tiap produk sudah dipastikan berbeda tidak bisa sama, itu keunikan ecoprint, " papar pemilik brand  'Warna Dedaunan' Nopyah Irwani. 

Sebelum menekuni pembuatan produk ecoprint, Nopyah Irwani adalah seorang penjahit. Namun dirinya ingin menghasilkan  produk yang berbeda dari pengrajin di Jambi, dirinya mencari berbagai informasi mengenai tren produk saat ini hasilnya ecoprint yang dirinya pilih. 

Usai memutuskan untuk membuat produk ecoprint, Nopyah kemudian belajar mengenai cara pembuatan ecoprint secara online. Karena kebanyakan pengajar ecoprint berasal dari Jawa dirinya memilih belajar secara online dan otodidak. 

Saat ini sudah beragam pilihan produk ecoprint dari berbagai media yang dibuatnya, seperti ransel, handbag, pouch (dompet), jilbab, sepatu. Harga yang ditawarkan untuk produk ecoprint brand warna dedaunan ini mulai dari Rp50 ribu hingga Rp1 jutaan. 

Meski teknik dan produk ecoprint sudah banyak digemari di beberapa daerah di Indonesia, sayangnya tidak begitu banyak dikenal untuk di Jambi. Diakui Nopyah, dirinya kesulitan untuk memasarankan produk ecoprint, karena masih dianggap harga produk ini mahal. 

"Banyak yang bilang mahal, padahal kita ini produk handmade dan memang berasal dari serat alam sehingga wajar jika harganya tidak seperti produk pabrikan, " katanya. 

Saat ini dirinya sudah memiliki beberapa reseller untuk memperluas penjualan produknya seperti Dumai, Pekanbaru dan Padang. Untuk produk yang diciptakannya, Nopyah dibantu oleh penjahit lokal Bungo sedangkan khusus sepatu dirinya menjahit langsung ke pulau Jawa karena di Bungo belum terdapat pengrajin khusus sepatu. 

Produk ecoprint miliknya diakui Nopyah sudah beberapa kali mengikuti pameran, baik yang diadakan  di Kabupaten maupun  Provinsi. Sebelum pandemi dirinya juga pernah digandeng pemerintah untuk meramaikan pameran Inacraft. 

"Beberapa produk saya juga sudah ada di galeri Dekranasda Provinsi Jambi, saya tidak bisa berjalan sendiri kalau mau dikenal banyak orang harus bekerjasama dengan stakeholders terkait, " ungkap perempuan berusia 35 tahun ini. 

Produk ecoprint dikatakannya memiliki keunggulan dibanding produk lain, karena berasal dari bahan alam atau serat alam produk ecoprint dikenal dengan  ramah lingkungan. Meski beberapa tetap menggunakan bahan sintesis, namun penggunaannya tidak begitu banyak. 

"Meski beberapa pakai zat kimia tapi dampak limbahnya tidak begitu besar, " ujarnya. 

Selama pandemi, diakuinya penjualan dan promosi produk ecoprint juga sulit dilakukan. Di Jambi literasi untuk produk ecoprint dinilainya masih kurang sehingga masih harus dikenalkan. Sejak pandemi Covid-19 datang menyebabkan terhentinya kegiatan promosi ekonomi kreatif melalui pameran-pameran juga berdampak padanya. 

Saat ini dirinya hanya menjual  produk secara online melalui instagram @warnadedaunan dan Facebook @nopyah irwani dirinya juga memiliki galeri di jalan Yusuf Mukti  Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Pasar Muara Bungo Kabupaten Bungo. Saya ini Nopyah juga membuka kelas ecoprint sehingga siapa saja yang ingin belajar mengenai pembuatan ecoprint bisa dilakukan secara online dan offline. 

"Saya yakin produk ecoprint punya pasar di sini, hanya belum saja masyarakat yang tahu keunggulan produk ini, " tutupnya. 
Nopyah Irwani sudha membuat beragam model ecoprint seperti tas, sandal, sepatu, dompet dan jilbab. (ANTARA/HO/IST)

 

Pewarta: Tuyani

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021