Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memacu pertumbuhan konsumsi minyak sawit dengan hilirisasi sehingga penggunaannya saat ini mampu menyentuh berbagai sektor.
Indra menjelaskan pada awalnya minyak sawit digunakan untuk pangan dan penerangan namun seiring perkembangan zaman penggunaannya merambah untuk personal care, kosmetik hingga bahan penolong industri.
Baca juga: BRIN kembangkan aplikasi berbasis AI kenali klon teh
Tak hanya bahan kimia, sawit juga digunakan untuk energi sejak 2000 yang secara rinci produksi sawit mencapai 144,7 juta ton untuk kimia dan 6,5 juta ton untuk energi sedangkan pada 2020 mencapai 236 juta ton untuk kimia dan 62,5 juta ton untuk energi.
“Pada 2000 sebagian besar untuk pangan. Untuk kimia itu sangat kecil tapi 2020 penggunaan bukan untuk pangan sudah 62,5 juta ton. Jadi dalam waktu 20 tahun tumbuh luar biasa meski ada COVID-19,“ kata Indra.
Bahkan Indonesia mampu memproduksi 30 persen kebutuhan sawit dunia untuk bahan baku pembuatan kosmetik, sabun dan sampo.
“Kalau biodiesel kita juga sudah 20 persen dari total dunia dunia pada 2000,” ujarnya.
Baca juga: Luhut: Audit perusahaan sawit segera dimulai
Di sisi lain, saat ini terdapat dinamika penggunaan minyak lemak sebagai tuntutan dari sustainability dan perkembangan teknologi.
Hal itu seiring penggunaan suerfactant berbasis minyak lemak tumbuh dari 4 juta ton menjadi 18 juta ton.
Kemudian penggunaan biodiesel dan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) juga naik dari nol persen menjadi 19 persen dari total minyak lemak dunia dalam kurun 20 tahun dan dengan volume 45 juta kiloliter.
Perkembangan pembangkit energi seperti solar dan mobil listrik (EV) pun menuntut diversifikasi produk baru berbasis minyak sawit.
Itu didukung oleh McKinsey yang memprediksikan adanya pelarangan penggunaan non mobil listrik di berbagai negara pada 2030 sampai 2035.
Konsumsi minyak turut berbeda yakni jika pada 2020 sebanyak 100 juta barel per hari maka OPEC memprediksikan akan mencapai 108 juta barel per hari pada 2045.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022