ewan Negara-Negara Produsen Kelapa Sawit (CPOPC) pada pertemuan tingkat menterinya yang ke-10 di Nusa Dua, Bali, Selasa, berencana memanfaatkan kepemimpinan/presidensi Republik Indonesia (RI) di G20 sebagai momentum mengampanyekan sawit yang berkelanjutan (sustainable palm oil).

Dua anggota utama CPOPC, yaitu Indonesia dan Malaysia, menyampaikan advokasi itu penting dilakukan demi meluruskan kampanye buruk (black campaign) soal sawit yang kerap disuarakan di antaranya negara-negara anggota Uni Eropa.

Oleh karena itu, pertemuan tingkat menteri ke-10 CPOPC turut membahas rencana menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi membahas minyak nabati berkelanjutan, “The G20 Sustainable Vegetable Oil Summit”.

Pertemuan itu, sebagaimana dikutip dari siaran tertulis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Denpasar, Selasa, dijadwalkan berlangsung pada November 2022.

“Pertemuan tersebut bertujuan menyinergikan kerja sama dalam mengatasi tantangan pada rantai pasok minyak nabati,” demikian salah satu isi pertemuan tingkat menteri CPOPC sebagaimana dinarasikan oleh siaran tertulis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.

Delegasi Indonesia pada pertemuan tingkat menteri ke-10 CPOPC dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto.

Kemudian, Delegasi Malaysia, yang mengikuti pertemuan secara langsung, dipimpin oleh Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Zuraida Kamaruddin.

Dalam sesi jumpa pers selepas pertemuan, Airlangga menjelaskan negara-negara anggota CPOPC sepakat memanfaatkan peluang yang tersedia akibat agresi Rusia di Ukraina untuk lebih gencar mempromosikan sawit sebagai alternatif untuk transisi energi dari yang berbahan bakar fosil (fossil fuel) ke bahan bakar nabati (biofuel).

“Ini momentum yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh CPOPC, dan yang kedua dengan adanya krisis di Ukraina atau dengan adanya konflik, maka suplai dari BBM (bahan bakar minyak) atau energi juga terdisrupsi (terganggu, red.) terutama dari Rusia. Tentu yang bisa mengurangi ketergantungan fossil fuel itu adalah biofuel,” kata Airlangga menjawab pertanyaan ANTARA saat jumpa pers.

Demi mewujudkan itu, Airlangga menyampaikan dua penghasil minyak sawit utama dunia, Indonesia dan Malaysia sepakat meningkatkan kerja sama, mendorong studi dan persiapan peningkatan produksi sawit demi mendorong penggunaan biofuel.

Indonesia menyuplai sekitar 48 juta sawit mentah (CPO) ke pasar dunia, sementara Malaysia sekitar 16 juta ton CPO. Airlangga menyebut dua negara menyuplai setidaknya 66 juta ton CPO, sementara permintaan dunia terhadap minyak sawit mentah kurang lebih sebanyak 45 juta ton.

Menko Bidang Perekonomian RI menambahkan permintaan terbesar datang dari India sebanyak 7,8 juta ton, diikuti oleh 27 negara anggota Uni Eropa (EU) 5,8 juta ton, dan China 4,5 juta ton.

Baca juga: Menko Airlangga tegaskan minyak sawit solusi bagi krisis pangan

Baca juga: Indonesia - Malaysia gunakan krisis untuk promosi sawit berkelanjutan

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022