"Ada tiga mesin ekonomi yang harus dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menuju visi Indonesia Emas 2045," kata kata Airlangga dalam Tatap Muka – Orasi Ilmiah BJ Habibie Memorial Lecture: Peran Iptek dan Inovasi menuju Indonesia Emas 2045 di Jakarta, Selasa.
Dia merinci tiga mesin utama itu yakni pertama, mesin ekonomi konvensional yang telah ada, seperti infrastruktur, perdagangan, manufaktur, dan pertanian, yang harus direvitalisasi dan ditingkatkan kapasitasnya melalui investasi dan perluasan akses pasar.
Kedua, membangun mesin ekonomi baru seperti digitalisasi, kecerdasan artifisial, semikonduktor, ekonomi hijau dan transisi energi, yang akan berfungsi sebagai akselerator pertumbuhan untuk generasi masa depan.
ketiga, mesin ekonomi Pancasila yaitu mesin ekonomi berkeadilan dan inklusif, yang harus disempurnakan untuk menjaga kesinambungan sosial ekonomi.
Menurut dia, salah satu upaya mengembangkan ekonomi baru untuk transformasi ekonomi ke depan yaitu dalam program hilirisasi industri.
"Ini bertujuan untuk penciptaan nilai tambah sehingga daya saing produk kita semakin baik, investasi lebih banyak masuk, dan penyerapan tenaga kerja semakin meningkat,” jelasnya.
Bila dilihat secara spasial, lanjut Airlangga, hilirisasi berhasil mengerek perekonomian, terutama di provinsi-provinsi di wilayah timur yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi.
Dia menyebutkan, tiga wilayah di Indonesia Timur dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Maluku dan Papua (12,15 persen), Sulawesi (6,35 persen), dan Kalimantan (6,17 persen), yang didorong oleh kegiatan pertambangan, industri logam, dan pembangunan IKN.
Transformasi itu menunjukkan bagaimana hilirisasi mampu meningkatkan nilai tambah dan mendistribusikan manfaat ekonomi secara lebih merata di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, Arilangga menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sebagaimana diproyeksikan oleh berbagai lembaga internasional seperti IMF, OECD, dan World Bank akan berada pada kisaran 2,6 persen hingga 3,2 persen. Di tahun depan diperkirakan tidak jauh berbeda yakni berada pada kisaran 2,7 persen hingga 3,2 persen.
Sementara itu, perekonomian Indonesia masih memiliki peluang yang dapat dimanfaatkan melalui pertumbuhan volume ekspor negara berkembang yang diproyeksikan akan meningkat dari 3,7 persen pada tahun ini menjadi 3,9 persen pada tahun 2025.
Permintaan domestik juga masih memiliki prospek kuat, tercermin dari PMI (Purchasing Managers Index) manufaktur (50,7) yang ekspansif, Indeks Keyakinan Konsumen (123,3) yang terus optimis, serta indeks penjualan riil (232,8) yang kembali tumbuh positif 4,4 persen (yoy).
Capaian perekonomian hingga Triwulan I 2024 menjadi modal memperkuat fondasi transformasi ekonomi ke depan. Namun, untuk bisa keluar dari middle income trap dan mencapai visi Indonesia Emas 2045, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen belum cukup.
"Sehingga harus bisa didorong di kisaran 6-7 persen disertai investasi yang tumbuh sekitar 6,8 persen hingga dua dekade mendatang,” ujar dia pula.
Di akhir tahun ini, tambah Airlangga, pendapatan per kapita Indonesia diperkirakan sekitar 5 ribu dolar.
Namun, Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara telah lolos dari middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah.
Dia berharap agar daerah-daerah tersebut bisa menjadi contoh bagi provinsi yang lainnya sehingga secara nasional Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
"Oleh karena itu perlu diupayakan untuk menderek provinsi atau kabupaten/kota lain untuk juga keluar dari middle income trap, sehingga secara nasional kita juga bisa keluar dari middle income trap. Syaratnya yaitu harus punya SDM kuat,” kata Airlangga.